26 Tahun Reformasi, Aktivis 98: Demokrasi Cacatnya Makin Parah

JAKARTA – Aktivis 98 Ubedilah Badrun mengungkap alasan pihaknya menggelar acara memperingati HUT Reformasi ke-26 di Markas Front Penyelamat Reformasi Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/05/2024). Dikatakannya, 26 tahun setelah reformasi ini, pihaknya menyadari bahwa 26 tahun lalu, Indonesia sedang berada di jalan dengan segala macam represi yang luar biasa.

Masyarakat dan pelajar harus menghadapi pentungan dan gas air mata untuk keluar dari rezim Orde Baru. “Bahkan beberapa teman kita kemudian ada yang tertembak. Lalu kita lihat situasi dalam konteks hari ini, karena saat itu kita punya cita-cita yang besar, kita mempunyai impian besar bahwa setelah 25 tahun sekarang kita berada di peringkat 26, kita bisa menikmati kualitas demokrasi, kata Ubedilah.

Namun, kini Indonesia sedang menghadapi demokrasi yang membusuk. Padahal, kata Ubedilah, indeks demokrasi Indonesia berada pada apa yang oleh para ekonom disebut sebagai “demokrasi rusak”.

Cacat dan kelemahan demokrasi semakin parah karena kemudian pemerintah dan segala perangkatnya menerapkan pemerintahan yang mengabaikan etika, mengabaikan hukum, memanipulasi hukum, bahkan UUD 1945,” kata Ubedilah.

“Demokrasi semakin terpuruk dengan indeks kebebasan sipil yang juga hanya 5,59. Nah, tidak hanya itu, kita juga bermimpi bahwa setelah lebih dari 25 tahun, bangsa ini akan memasuki episode dimana pemerintahan dan pemerintahan menerapkan tata kelola yang baik dan bersih. pemerintahan. Tapi sekarang kita melihat korupsi merajalela,” tambahnya.

Kemudian, kata Ubedilah, selain demokrasi yang cacat, pihaknya menilai korupsi, kolusi, dan nepotisme sudah menjadi hal yang vulgar. Datanya bisa dilihat bersama, skor indeks korupsi kita hanya 34.

Itu kalau buku merahnya memang merah. Itu tujuan kedua kita ingin korupsi ditambah dengan nepotisme dibantu dengan pemerintahan yang bersih, ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *