5 Fakta Perang Yaman, Perang Saudara yang telah Terjadi Sejak 2014

SANAA – Perang di Yaman masih menjadi konflik yang belum terselesaikan. Namun perang saudara ini melemah ketika konflik antara Israel dan Hamas mencapai puncaknya pada akhir tahun 2023.

Menurut Britannica, perang saudara di Yaman akan terjadi pada tahun 2024 antara pasukan pemberontak Houthi dan pemerintah yang didukung Saudi.

Namun pada akhir tahun 2023, konflik tersebut mereda setelah Houthi semakin fokus menyerang kapal-kapal Israel yang melewati Laut Merah sebagai bentuk ketertarikan mereka terhadap Palestina.

Aktivitas Houthi ini kemudian mendapat respon dari Amerika Serikat dan Inggris yang mengirimkan armadanya untuk menyerang Yaman. Faktanya, serangan gabungan ini baru-baru ini menewaskan puluhan orang di Yaman.

Selain itu, ada pembahasan menarik mengenai perang saudara di Yaman yang masih belum mencapai penyelesaian meski sudah berlangsung hampir satu dekade.

5 Fakta Perang di Yaman 1. Penyebab Perang Perang di Yaman yang dikutip oleh CFR dimulai pada tahun 2014 ketika Houthi (kelompok Syiah) yang memiliki hubungan dengan Iran menguasai ibu kota Yaman sekaligus kota terbesar, Sana’a .

Faktanya, Houthi dan pemerintah Yaman telah saling berperang sejak tahun 2004, namun konflik tersebut terhenti oleh beberapa gencatan senjata.

Konflik mencapai puncaknya ketika Yaman mulai menghadapi banyak masalah seperti perpecahan di militer, korupsi, kekurangan pangan dan pengangguran. Hal ini menyebabkan Houthi bangkit kembali dan memulai pemberontakan besar-besaran.

2. Intervensi Arab Saudi Pada tahun 2015, Houthi berhasil merebut istana presiden, memaksa Presiden Abd Rabbu Mansour Hadi dan pemerintahannya mengundurkan diri.

Namun hal ini mendorong koalisi negara-negara Teluk yang dipimpin Saudi untuk meluncurkan kampanye isolasi ekonomi dan serangan udara terhadap pemberontak Houthi, dengan dukungan logistik dan intelijen AS.

Arab Saudi kemudian mencabut pengunduran diri Rabu Mansour Hadi dengan alasan ia masih menjadi presiden sah Yaman di pengasingan.3. Perpecahan Sunni-Syiah Intervensi kekuatan regional dalam konflik Yaman, termasuk Iran dan negara-negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi, telah menarik negara tersebut ke dalam pertikaian regional seiring dengan semakin meluasnya perpecahan Sunni-Syiah.

Pada bulan Juni 2015, Arab Saudi memberlakukan blokade laut untuk mencegah Iran memasok pasokan ke Houthi. Sebagai tanggapan, Iran mengirimkan konvoi angkatan laut, meningkatkan risiko eskalasi militer antara kedua negara.

4. Perjanjian damai tahun 2016 tidak bisa menjadi solusi.

Kesepakatan tersebut awalnya berjalan lancar ketika Houthi dan pemerintahan mantan Presiden Saleh, yang digulingkan pada tahun 2011, mengumumkan pembentukan dewan politik untuk memerintah Sana’a dan sebagian besar Yaman Utara.

Setahun kemudian, pada bulan Desember 2017, Saleh memutuskan hubungan dengan Houthi dan meminta para pengikutnya untuk mengangkat senjata. Houthi akhirnya memenangkan konflik dan membunuh Saleh dan banyak pengikutnya.

Konflik kembali terjadi pada tahun 2021 ketika Houthi melancarkan serangan untuk merebut Marib, benteng terakhir pemerintah Yaman yang diakui secara internasional, dan pada awal Maret pemberontak Houthi melancarkan serangan rudal udara ke Arab Saudi, termasuk tanker dan fasilitas minyak. Bandara Internasional.

Serangan tersebut merupakan konflik paling mematikan sejak tahun 2018, menewaskan ratusan pejuang dan mempersulit proses perdamaian.

5. Kelaparan dan Bencana selama Perang Yaman Dikutip oleh WFP USA, pada awal perang saudara di Yaman antara tahun 2014 dan 2015, kelaparan meningkat sebesar 13%. Yaman juga dilanda dua topan pada tahun 2015 dan badai lainnya pada tahun 2016.

Akibat peristiwa-peristiwa ini, ditambah dengan tingginya harga pangan, kekurangan bahan bakar, dan pembatasan impor, jumlah warga Yaman yang menderita kelaparan meningkat menjadi 14 juta pada tahun 2016.

Kemudian pada tahun 2017, situasinya dengan cepat memburuk ketika epidemi kolera menyebar ke lebih dari satu juta orang. Sekitar 17 juta orang menghadapi krisis kelaparan. Pada tahun itu, blokade pelabuhan Yaman membatasi Program Pangan Dunia PBB dan lembaga kemanusiaan lainnya dalam mendistribusikan bantuan.

Dalam delapan tahun perang Yaman, konflik ini telah merenggut lebih dari 377.000 nyawa dan membuat 4,5 juta orang mengungsi. 21 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan dan 17 juta orang di Yaman menderita kelaparan parah.

Konflik tersebut menghancurkan infrastruktur negara, termasuk jalan-jalan utama dan bandara. Runtuhnya perekonomian, tingginya harga barang dan devaluasi mata uang membuat masyarakat sangat sulit memperoleh kebutuhan pokok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *