95 Persen Gen Z Habiskan Waktu di Medsos, Kominfo Imbau Jaga Kesehatan Mental

JAKARTA Sekitar 95 persen Generasi Z menghabiskan waktu di jejaring sosial aktif. Memang benar, Gen-Z menjadi kekuatan dominan baik dari segi kreativitas maupun munculnya tren baru.

Selain berbagai keterampilan kreatif di dunia digital, generasi ini juga menghadapi tantangan literasi digital seperti pengelolaan identitas digital dan pola berpikir online.

Berdasarkan penelitian, sebagian besar generasi Z belum memahami bahaya identitas online yang seringkali menimbulkan masalah yang menghambat kesehatan mentalnya.

Hal itu diumumkan pada acara Penjualan Sastra Digital bertajuk “TrenGenZ: Kreativitas, Komunikasi dan Kesehatan Mental di Dunia Digital” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Cominfo) pada Sabtu, 27 April 2024.

Aktivis literasi digital Mafindo Anita Waheed mengatakan Gen Z berpotensi menjadi penentu tren di banyak media, karena generasi sebelumnya belum mendapatkan dukungan.

Meski Gen-Z disebut-sebut sebagai generasi paling kreatif, namun nyatanya setiap generasi mempunyai kreativitas masing-masing.

“Gen-Z lahir dan besar dalam lingkungan teknologi yang cepat dan mudah. ​​Oleh karena itu, banyak kemungkinan untuk menciptakan robot yang dilengkapi sensor untuk kecerdasan buatan yang lebih mudah,” ujarnya.

Menurut Anita, Gen-Z merupakan generasi yang memiliki kemampuan untuk menunjukkan keasliannya tanpa takut akan dampak sosial yang keras seperti generasi sebelumnya.

Tak hanya itu, Gen-Z juga bisa mengumpulkan ide-ide kreatif dalam dunia wirausaha, seperti baru-baru ini terungkap banyak perusahaan yang memiliki selera khas Gen Z. “ucap Anita.

Sementara itu, dunia digital yang terus berkembang membutuhkan kemampuan membangun hubungan dengan berbagai platform yang ada.

Suara Generasi Z, pendiri @pasti.id dan pakar kesehatan mental Yofania Asifa Jami punya cara unik dalam mengembangkan potensi diri di dunia digital.

Yofania yang juga merupakan salah satu survivor penyakit jiwa juga berbagi tips bagaimana mengoptimalkan potensi Gen-Z dengan berbagai platform digital yang ada sesuai preferensi, sesuai minat dan bakat individu, misalnya saja yang ingin menulis bisa. gunakan Twitter. /X. Sedangkan pecinta audiovisual bisa menggunakan Instagram atau YouTube.

“Meski boleh bebas berekspresi apa pun di media sosial, apalagi yang positif, tapi harus ada batasannya. Jadi jangan terlalu banyak berbagi, terutama informasi pribadi di media sosial,” ujarnya.

Bagi Yophania, media sosial bisa dijadikan sarana komunikasi secara real-time meski berjauhan. Semakin beragamnya platform juga membuka peluang untuk memperluas jaringan pertemanan dan interaksi sosial di dunia digital.

“Meskipun kami virtual, ada rasa partisipasi langsung dan koneksi yang lebih besar. Kami hanya bisa berkomentar sebelumnya. Sudah banyak platform yang membuat kita semakin terhubung,” kata Yofania.

Psikolog Afrika-Amerika Marissa Meditania mengatakan serangan terhadap Generasi Z terjadi seiring dengan kecepatan pencarian identitas di media sosial.

Mengingat usia Gen Z saat ini yang berkisar antara remaja hingga 25 tahun, ini merupakan tahap awal dalam menentukan langkah selanjutnya, dan biasanya banyak Gen Z yang sedang mengambil keputusan.

“Media sosial mudah diakses oleh siapa saja dan rentan terhadap situasi buruk kapan saja, sehingga kita juga harus memanfaatkan batasan media sosial,” ujarnya.

Marissa menambahkan, saat menggunakan media sosial, otak melepaskan dopamin, zat otak yang membuat orang merasa rileks, sehingga media sosial seringkali menjadi pelarian dari permasalahan kehidupan nyata.

“Jadi game dan media sosial atau apapun yang berhubungan dengan Gadget. Karena secara alamiah kita sedang santai, maka kita bisa ketagihan. Ketika kita tidak menggunakan Gadget, ada saatnya seperti menggunakan narkoba atau menggunakan rokok, kita sulit untuk memutuskan hubungan kita. pikiran. Dan ketika kita tidak menggunakan Gadget kita, kita mulai khawatir,” kata Marissa.

Namun, tantangan dunia digital tidak hanya terbatas pada Gen Z. Pada tingkat yang berbeda-beda, setiap generasi menghadapi tantangan dunia digital yang semakin meningkat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *