krumlovwedding.com, JAKARTA – Kabar SPBU Shell Indonesia tutup usahanya tersebar luas akhir pekan ini. Shell Indonesia segera merespon permasalahan yang ada saat ini. Susi Hutape, Vice President Corporate Relations Shell Indonesia, mengatakan informasi yang diberitakan tidak benar.
“Kami tidak dapat mengomentari perkiraan pasar.” Shell Indonesia “fokus pada stasiun bahan bakar yang melayani pelanggan kami,” katanya.
Namun, bisnis SPBU di Indonesia tercatat terbilang sulit. Kedua perusahaan minyak dan gas besar asing tersebut terbukti tidak mampu bertahan di pasar SPBU Indonesia. Kedua perusahaan tersebut adalah Petronas milik Malaysia dan Total milik Prancis.
Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Nasional (Aspermigas) pun turut angkat bicara. Moshe Rizal, Ketua Komite Investasi Aspermigas, mengomentari kondisi operasional SPBU yang didominasi Pertamina saat ini. Hal ini sulit dilakukan oleh perusahaan lain.
Secara keseluruhan, Pertamina mendominasi bisnis SPBU di Tanah Air, katanya. Hal ini karena peran pemerintah di sana. Menurut dia, 90 persen SPBU di nusantara adalah milik BUMN.
“Bukan soal sembunyi-sembunyi. BBM bersubsidi itu disalurkan oleh Pertamina. Pasar BBM bersubsidi sangat besar, hanya saja Pertamina sudah punya banyak,” ujarnya.
Di sisi lain, Pertamina mengaku kualitas produknya juga semakin membaik. Ada perbaikan dan pengembangan. Hal ini mendorong munculnya inovasi-inovasi baru.
Moshe mengatakan, keunggulan partai lain semakin berkurang. “Mungkin dari segi performa, kualitas bahan bakar, dulu ada keunggulan dibandingkan Pertamina. Sekarang keunggulannya sudah berkurang. Pelanggan akan melihat kenapa saya membayar lebih kalau tidak ada bedanya.”
Moshe bercerita tentang bisnis SPBU, bukan hanya Shell, tapi kompetitornya, Pertamina. Ada juga Vivo, disusul BP-AKR. Baru sekarang Shell Indonesia jadi sorotan.
Pada Agustus 2024, rencana Shell untuk menutup 1.000 SPBU di beberapa negara pada tahun 2025 bocor. Tidak ada negara lain yang memiliki pernyataan.
“Tapi kan mereka tidak bilang SPBU yang mana? Iya, dari situ bisa ada spekulasi kalau di Indonesia ada SPBU. Karena di Indonesia, seperti yang saya bilang tadi, masalahnya besar sekali, mungkin rumor yang saya lihat datang dari sana,” katanya.
Padahal, kata dia, para eksekutif Shell punya hak untuk menanggapi rumor tersebut. Toh, SPBU bukan satu-satunya produk serpih yang ada di Indonesia, ada juga produk minyak bumi. Itu masih populer.
Musa menyarankan agar pemerintah lebih menjaga keseimbangan regulasi. Cara mengatur penyaluran BBM bersubsidi dalam hal ini mencerminkan peran Pertamina sebagai badan usaha milik negara, di sisi lain harus menarik peluang investasi. Faktanya, masih banyak persaingan di bidang ini.
Secara otomatis berinovasi dengan menciptakan banyak pesaing. Ini mempengaruhi harga, layanan dan kualitas. “Pokoknya dia bilang (pelanggan) bakal beli barang saya, ngapain repot-repot berinovasi? Di saat yang sama kan persaingannya (beda tentunya). Jadi produk Pertamina makin bagus, saya jawab iya. Kenapa harus inovasi?”
Ia melihat yang terus dilakukan Pertamina adalah melakukan inovasi. Pada saat yang sama, pemerintahan Musa mendorong investasi sebanyak mungkin di industri pompa bensin untuk memastikan persaingan yang sehat dan berkualitas. Pelanggan akan menikmati situasi ini.