Alvin Lim: Panji Gumilang Lakukan Kemandirian Pangan lewat Ponpes Al-Zaytun

INDRAMAYU – Belum lama ini, pengacara Alvin Lim berkesempatan mengunjungi Sekolah Islam Al Zaitoun di Indramayu. Ia ingin mengenal pesantren yang dikelola Panji Gumilang.

Selama ini apa yang diklaim dan menjadi penilaian masyarakat luas ternyata bohong belaka. Apalagi pesantren tersebut dituding mengajarkan aliran sesat dan menjadikannya fasilitas teroris. “Tidak, di sini (Ponpes Al-Zaitoun) hanya pusat pendidikan,” kata Alvin, Sabtu (11/5/2024).

Selain sebagai tempat pendidikan, Al Zaitoun juga menjadi tempat berwirausaha. Ada peternakan unggas, pengolahan ayam, pengolahan daging sapi, perkebunan pisang Cavendish, pengolahan beras Koshihikari dan pengolahan tuna.

Ia meyakini, semua yang dilakukan di pesantren bertujuan untuk menjamin kemandirian pangan.

Apalagi, Elwin yang juga kuasa hukum Panji Gumilang dalam permohonan praperadilan penetapan tersangka pencucian uang Barescrim Polri (TPPU) mengaku disambut santri saat berkunjung ke pesantren tersebut. .

Kemudian dia diizinkan keluar pada saat itu. Hal ini menunjukkan bahwa semangat toleransi beragama yang diajarkan Panji Gumilang di pesantrennya ternyata benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengacara Panji Gumilang lainnya, Hamdani, yang juga bekerja di firma hukum LQ Indonesia, mengatakan kehadiran Al-Zaytoun sangat membantu masyarakat sekitar pesantren. “Orang-orang bekerja di sini, ada yang bertani, ada pula yang menjadi pembuat kapal,” ujarnya.

“Pendidikan tetap berjalan seperti biasa tanpa ada gangguan atau hambatan karena Al-Zaytoun telah mendapatkan akreditasi tertinggi. Semuanya berjalan sesuai rencana,” lanjutnya.

Penilaian buruk untuk Al-Zaytoun karena penilai tidak mengetahui secara langsung bagaimana struktur pesantren di dalamnya. Saat ini, pemerintah setempat kurang membantu Al-Zaytoun dan justru terlihat menghadapi kesulitan di berbagai aspek.

“Akses jalan depan pesantren rusak. Padahal lembaga pendidikan ini salah satu pembayar terbesar, tapi mereka tidak memperhatikan, tidak membantu dan sengaja mempersulit vouchernya,” ujarnya.

Tak hanya itu, pajak pembangunan pekarangan pesantren justru meningkat sebesar 1.400 persen, berkali-kali lipat melampaui fungsinya, padahal untuk pendidikan.

“Menaikkan pajak sebesar 1.478 persen tidak bisa dibenarkan. Bangunan pendidikan yang seharusnya gratis malah nihil. Pajak sebenarnya akan dikenakan pajak dan dikenakan pajak dari sudut pandang perpajakan, padahal itu lembaga pendidikan,” kata Hamdani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *