Angkutan Penyeberangan Kesulitan Penuhi Standar Pelayanan Minimum, Ini Penyebabnya

JAKARTA – Operasional kapal feri di banyak daerah semakin sulit menyusul kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Asosiasi Nasional Pengusaha Sungai, Danau dan Penyeberangan (Hapasdap) menemukan bahwa situasi ini meningkatkan biaya operasional.

Akibatnya, feri menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Menurut Kepala Departemen Pajak dan Bisnis Hapasdap Rahmatika, kurs USD saat ini sudah mencapai Rp 16.265. Hal ini menyulitkan operator penyeberangan untuk melakukan standarisasi SPM.

Pak Rahmatika mengatakan pada Sabtu (20/4/2024): “Keadaan tarif penyeberangan saat ini mengalami defisit tarif sebesar 31,8 persen dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Apalagi harga BBM meningkat dalam dua tahun terakhir dan tidak didukung oleh kenaikan pajak,” ujarnya. ).

Berkat kenaikan tarif pajak penyeberangan yang dilakukan pemerintah sebesar 15 persen pada tahun 2001 dan sebesar 5 persen pada tahun 2022 pada tahap kedua, tarif pajak tetap tertinggal sebesar 30 persen.

Akibatnya, banyak anggota Hapasdap yang bangkrut dalam tiga tahun terakhir dan digantikan oleh pengusaha baru. Menurut Rahmatika, pemerintah sebaiknya tidak fokus pada kondisi transportasi penyeberangan saja.

“Menghitung tarif oleh YLKI Kemenhub dan Kementerian Perkapalan serta koordinasi Hapasdap, nilai tukar dolar pada 2019 sebesar 14.523 dibandingkan saat ini Rp 16.265,” ujarnya.

Demi menjamin keamanan dan kenyamanan, Hapasdap mendesak pemerintah segera mengkaji penyelesaian tarif penyeberangan berdasarkan biaya operasional antara pemerintah, YLKI, dan Kementerian Koordinator Kelautan dan Perikanan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *