Apa Putusan MK tentang Sengketa Pilpres 2024? Begini Prediksi Denny Indrayana

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan menggelar sidang pembacaan hasil perselisihan Pilpres 2024 pada Senin, 22 April. Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengaku banyak mendapat pertanyaan seputar prediksinya terkait putusan Mahkamah Konstitusi ke depan.

“Bagaimana prediksi putusan MK terkait Pilpres 2024? “Ini pertanyaan yang terus saya dapatkan dari banyak orang, baik offline maupun online, di Indonesia atau Australia,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/4/2024).

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) ini menjelaskan, ada tiga jenis putusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres 2024 berdasarkan Pasal 77 UU – Peraturan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi. 4 Tahun 2023. Pertama, permohonan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).

Kedua, permintaan itu dikabulkan. Ketiga, permohonan ditolak. “Saya yakin Mahkamah tidak akan memutuskan permohonan tersebut tidak dapat diterima, karena permohonan paslon 01 dan 03 jelas memenuhi syarat resmi untuk memutus pokok permohonan,” ujarnya.

Denny mengatakan, sebelum melanjutkan prediksi putusan MK, perlu diingat permohonan (petitum) permohonan pasangan calon nomor urut 1 dan 3. Pada dasarnya, petitum pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN ) akan mendiskualifikasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka).

Kemudian Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilpres hanya antara pasangan calon AMIN dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD; atau sekedar mendiskualifikasi calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, lalu PSU di pilpres dengan memasukkan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden pengganti Gibran.

Sedangkan permohonan Ganjar-Mahfud intinya meminta didiskualifikasinya Prabowo-Gibran, kemudian dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) Pilpres hanya antara pasangan calon nomor urut 1 dan 3. Setelah melihat prosesnya, -bukti yang diajukan antara lain saksi. penyataan. , para ahli dan para Menteri, serta memperhatikan komposisi dan rekam jejak delapan hakim konstitusi yang mengadili proses tersebut, Denny menduga keputusan Mahkamah akan berada di antara empat pilihan berikut:

I. Opsi Pertama: Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan, kemudian hanya memberikan catatan dan saran perbaikan dalam pemilu presiden. Pada pilihan tersebut, kata Denny, Mahkamah akan menguatkan keputusan KPU yang memihak Prabowo-Gibran, dan hanya memberikan catatan perbaikan pelaksanaan pemilu presiden, khususnya kepada KPU dan Bawaslu.

“Pengadilan pada dasarnya menyatakan dalil-dalil permohonan tidak terbukti. “Jika saya melihat situasi politik dan hukum di negara ini, saya rasa opsi ini kemungkinan besar akan menjadi kenyataan,” ujarnya.

II. Opsi Kedua: Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan. Pada opsi kedua ini, Mahkamah mendiskualifikasi pasangan calon Prabowo-Gibran, dan melakukan PSU hanya antara pasangan calon nomor urut 1 dan 3.

“Dari semua pilihan yang ada, Anda harus melihat situasi politik dan hukum di negara ini; Termasuk rumit dan sulitnya proses persidangan, menurut saya opsi kedua ini hampir mustahil dan mustahil terjadi, kata Denny.

AKU AKU AKU. Opsi Ketiga: Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan yakni mendiskualifikasi calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka. Pada opsi ketiga, Mahkamah mengabulkan petitum AMIN kepada salah satu pasangan calon dengan ketentuan alternatif satu-satunya adalah Gibran didiskualifikasi dan Prabowo dapat kembali ke PSU dengan calon wakil presiden baru.

“Kalaupun bisa, pilihan ketiga ini tetap tidak mudah, dan tidak hanya membutuhkan keyakinan hakim atau aktivisme peradilan, tapi juga keberanian, pengakuan, dan introspeksi kelembagaan bahwa persoalan moral-konstitusional pencalonan Gibran bermula dari Putusan ke-90. Pengadilan itu sendiri. , seperti dijelaskan “Kecerahan ditentukan oleh MKMK,” jelasnya.

IV. Opsi Keempat: Mahkamah Konstitusi menerima sebagian permohonan, yaitu membatalkan kemenangan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, dan hanya menunjuk calon wakil presiden Prabowo Subianto, kemudian memerintahkan penerapan Pasal 8 ayat (2) . dalam UUD 1945.

Denny mengatakan, opsi keempat ini perlu penjelasan lebih panjang apalagi tidak masuk dalam permintaan AMIN atau Ganjar-Mahfud sehingga bersifat ultra petita. Ia menambahkan, ada dua dasar perintah tersebut.

Pertama, peradilan sengketa pemilu presiden bukanlah peradilan perdata, melainkan peradilan tata usaha negara yang konstitusional, demi menjaga kehormatan konstitusi, dapat mengambil keputusan di luar permintaan para pihak. “Hal ini sudah beberapa kali dilakukan Mahkamah,” imbuhnya.

Kedua, dalam Pasal 53 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2024 diatur, “Jika dipandang perlu, Mahkamah dapat menambahkan perintah selain yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Norma ini dapat diartikan bahwa Mahkamah membuka peluang terjadinya ultra petitas, tidak hanya melampaui apa yang diminta para pihak, namun juga melampaui ketentuan Peraturan Mahkamah Konstitusi atau bahkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

“Yang dilakukan bukanlah pendiskualifikasian pasangan calon 02, karena Mahkamah belum menemukan adanya pemidanaan terkait pelanggaran TSM terhadap pasangan calon 02, selain tentunya juga ada dalil bahwa hal tersebut merupakan kewenangan Bawaslu. R.I. Bukti-bukti yang diajukan tidak cukup memperkuat dalil pemohon (paslon 01 dan 03). Tentu saja pembuktian sengketa Pilpres itu sangat rumit dan sulit, ujarnya.

Namun, lanjutnya, Mahkamah akhirnya memutuskan membatalkan kemenangan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, bukan karena persoalan calon wakil presiden yang sudah dikukuhkan melalui Putusan 90 dan beberapa putusannya. Mahkamah Konstitusi setelah ini. Namun MK memutuskan membatalkan kemenangan wakil presiden Gibran berdasarkan beberapa pertimbangan konstitusional, antara lain:

1. Kesalahan Presiden Joko Widodo dibuktikan dengan pernyataan dan tindakan Presiden Jokowi sendiri yang melanggar prinsip pemilihan presiden yang terbuka, jujur, dan adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (1);

2. Melalui Putusan 90 dan beberapa Putusan Mahkamah Konstitusi setelahnya, meskipun secara hukum tidak ada lagi persoalan positif pencalonan Gibran, namun merupakan pelanggaran prinsip terhadap KKN, khususnya nepotisme dalam hubungan calon wakil presiden. Gibran dan Presiden Joko Widodo, melanggar prinsip pemilu yang dijamin UUD 1945 dan merupakan pelanggaran konstitusi yang tidak dapat ditoleransi, serta merupakan kemenangan yang harus dibatalkan demi harkat dan martabat konstitusi yang dipertahankan.

3. Karena yang dapat dibuktikan adalah pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi dan nepotisme calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, sedangkan pelanggaran pasangannya pada pencalonan Prabowo Subianto dinilai Mahkamah tidak dapat dibuktikan, maka kemenangan calon presiden Prabowo tetap dikukuhkan oleh Mahkamah. Pengadilan. Tentu dengan rumitnya perolehan suara pasangan calon nomor urut 2 jelas merupakan hasil kerja mereka sebagai pasangan calon.

“Opsi keempat ini sebenarnya mempunyai bobot politik, selain aspek hukumnya. Karena seolah-olah menjadi jalan tengah (kompromi) antara hukum yang moralistik-idealistis dan politik pragmatis-realistis. “Bagi kekuatan politik yang diam-diam menolak penunjukan calon wakil presiden Gibran karena berbagai alasan, opsi keempat ini adalah bagian dari solusi,” ujarnya.

Sebab, kata dia, Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 memberikan waktu maksimal 60 hari kepada MPR untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan Presiden Prabowo Subianto, tentunya setelah dilantik pada 20 Oktober 2024. Soalnya, enam bulan menjelang pelantikan, saya yakin Presiden Jokowi tidak akan tinggal diam, ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, yang tidak kalah penting adalah tingkat kegigihan dan keberanian tidak hanya mayoritas hakim MK, tetapi juga partai politik yang sepakat untuk mencapai pilihan putusan keempat. Sejauh ini, menurut Denny, belum ada kekuatan politik yang berani menentang pelanggaran bahkan kejahatan konstitusional yang dilakukan Presiden Jokowi secara terang-terangan.

“Hampir kita semua pasrah dan pasrah dengan berbagai ketidakadilan konstitusi yang sebenarnya dilakukan tanpa tujuan oleh Presiden Jokowi. “Hakim konstitusi harus berperan sebagai negarawan, negarawan non-partisan, dan bisa melepaskan diri dari kolonialisme, perbudakan, dan ketakutan terhadap kekuasaan otoriter Presiden Jokowi yang sebenarnya sudah habis masa jabatannya,” ujarnya.

Namun, dia mengakui hakim konstitusi juga manusia, kecuali ada kejutan yang luar biasa. Terus terang saya tidak yakin Hakim Konstitusi siap berkorban dan menjadi pahlawan untuk menyelamatkan demokrasi konstitusional NKRI, kata Denny.

“Pilihan mana yang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Apakah akan ada kejutan? Saya yakin, tidak. “Saya memperkirakan Mahkamah Konstitusi masih kurang memiliki dukungan pembuktian dan keberanian untuk memutuskan di luar opsi putusan pertama, yaitu: Menolak seluruh permohonan, dan hanya memberikan catatan perbaikan dalam pelaksanaan Pilpres 2024,” ujarnya. dia menyimpulkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *