Bahasa Gaul Gen Alpha Mewing Hingga Rizz, dari Mana Asalnya?

krumlovwedding.com, JAKARTA – Setiap generasi cenderung memiliki kosakata bahasa gaul tersendiri, termasuk gen Alpha. Kelompok anak yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024 ini juga memiliki bahasa-bahasa khas yang bermunculan di antaranya, seperti sigma, mewing, rizz, dan skibidi. 

Pakar etnolinguistik Universitas Airlangga, Prof. Saya Wayan Sartini membeberkan bagaimana kamus Gen Alpha terbentuk. Menurutnya, bahasa Gen Alpha tidak lepas dari pengaruh jejaring sosial dan digital. Tumbuh dalam kehidupan digital telah membiasakan Gen Alpha menggunakan kosakata unik ini.

“Di era digital ini banyak bermunculan pola bahasa baru. Salah satunya adalah bahasa Gen Alpha. Sebenarnya yang sebelumnya dari bahasa gaul kemudian menjadi Gen Alpha,” kata Profesor Wayan dalam siaran pers yang dikeluarkan, Minggu (8 /12). / 2024).

Profesor Wayan mengatakan, perkembangan masyarakat yang semakin kompleks juga menjadi pendorong perubahan metode komunikasi tersebut. Gen Alpha, kata dia, cenderung terhubung satu sama lain karena pengaruh interaksinya di platform yang berbeda. 

“Orang yang sedang mencari jati diri mempunyai cara berkomunikasi yang unik melalui kata-kata baru, melalui emoticon, karena pengucapannya yang mudah dalam bahasa aslinya sehingga mempercepat komunikasi,” kata Profesor Wayan.

Profesor Wayan juga menyoroti penggunaan kata-kata familiar seperti mewing yang mengacu pada teknik memperbaiki bentuk tubuh, dan rizz yang merupakan kependekan dari karisma. Menurut Profesor Wayan, kamus ini menunjukkan sisi kreatif dari gen Alpha. Ia juga mengatakan bahwa fenomena tersebut merupakan bagian dari inovasi linguistik yang muncul dari komunitas tersebut. 

“Bahasa Gen Alpha adalah identitas sosial mereka. Bahasa Gen Alpha tidak akan memberikan dampak negatif terhadap budaya, sedangkan penggunaan bahasa tersebut masih dalam tahap informal,” ujarnya.

Namun menurut Profesor Wayan, bahasa gen alfa hanya bersifat sementara. “Ada kemungkinan bahasa gen alfa menghilang seiring bertambahnya usia, kemudian menghadapi konteks kehidupan yang berbeda, atau jumlah penuturnya semakin sedikit,” jelas Profesor Wayan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *