Bahlil Singgung Gagasan Kemandirian Energi Prabowo-Gibran, Lifting Migas Kurang Optimal?

krumlovwedding.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia akan berubah. Beberapa minggu lagi, kabinet baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka akan muncul.

Ada sederet ide cemerlang dari Prabowo – Gibran. Salah satunya soal kemandirian energi. Bukan perkara mudah untuk mewujudkan hal tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyinggung booming minyak Indonesia yang masih jauh di bawah kebutuhan nasional. Pada tahun 2023 mencapai 600 ribu barel per hari (BOPD). Pemerintah harus melakukan impor karena kebutuhan nasional sekitar 1,6 juta BOPD.

Situasi ini bertentangan dengan tujuan kemandirian finansial. Masuk ke lingkungan ESDM, Bahlil menemukan beberapa fakta yang menyebabkan berkurangnya oil lift, antara lain banyak sumur yang sudah tua dan tidak produktif alias tidak aktif. Berikutnya, peraturannya rumit dan menghambat perizinan dll.

Terkait sumur, dia menjelaskan, saat ini terdapat hampir 45 ribu (44.900) sumur minyak di Indonesia. Dan sumur produktifnya ada sekitar 16.500 buah, kata sosok yang juga menjabat Ketua Umum Golkar itu di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Rabu (9/10/2024). Sisanya sudah tidak produktif lagi.

Bahlil kemudian menjalin komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan terkait. Baik dengan SKK Migas maupun kontraktor koperasi (KKKS). Ia meminta mereka berpikir bersama untuk mencari formulasi terbaik untuk meningkatkan oil lift.

“Karena kalau impor terus, bisa sangat berbahaya.”

Lanjutnya, setelah dilakukan pengecekan di lapangan, dari 16 ribu sumur kosong, sekitar 5000 ribu masih bisa dioptimalkan lebih lanjut. Produktivitas tidak sebaik saat ini. Dia menjelaskan, dari total 600 ribu BOPD, lift minyak Indonesia saat ini dikuasai oleh dua kontraktor.

Pertama Pertamina (BUMN), kedua Exxon Mobil. Pertamina sekitar 65 persen atau 400 ribu BOPD. Lalu Exxon 25 persen. “Sisanya yang 10 persen kecil. Artinya naik turunnya lift minyak Indonesia dipengaruhi oleh kedua perusahaan tersebut,” kata Bahlil.

Kembali ke permasalahan sekitar 5.000 sumur kosong yang masih bisa dioptimalkan. Setelah ia dan tim melakukan investigasi, sebagian besar sumur dikuasai oleh Pertamina. Ke depan, pihaknya akan terus memfasilitasi. Bisa saja negara mengambil alih dan kemudian menawarkannya kepada perusahaan mana pun untuk meningkatkan lift minyak nasional.

Ia memahami negara mengutamakan BUMN seperti Pertamina. Pada saat yang sama, ada tujuan besar yang sedang dikejar. “Negara butuh produksi bapak ibu. Sumurnya sudah ada,” kata Bahlil.

Menteri ESDM memaparkan kunjungannya ke Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Exxon Mobil. Dalam kunjungan tersebut, beliau terutama menerima informasi tentang bagaimana Exxon menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) untuk meningkatkan produktivitas minyak.

“Tujuan kami bisa menambah sekitar 200 ribu BOPD, dengan catatan. Pertama optimalisasi sumur-sumur yang kosong, kedua perbaikan sumur-sumur eksisting dengan intervensi teknologi, dan ketiga eksplorasi segera kita lakukan.”

Dari situlah Bahlil semakin banyak berbagi persoalan. Sebelum beranjak ke tahap eksplorasi, kontraktor membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengurus perizinan di sektor hulu migas. Sebelumnya, kata dia, ada sekitar 329 izin.

Lalu kini dipangkas menjadi sekitar 150 – 200 izin. Itu masih cukup banyak. Dia berasumsi, jika pengurusan izin memakan waktu tiga hari, maka penyelesaian tahap ini akan memakan waktu lebih dari satu tahun.

“Itu baru izin, belum eksplorasi,” kata Bahlil.

Kemudian diperlukan waktu dua tahun untuk eksplorasi lebih lanjut. Waktu maksimal untuk mencapai tingkat produksi bisa memakan waktu empat tahun. Ini adalah masalah yang perlu dipecahkan.

“Jadi ke depan, selain optimalisasi sumur-sumur lama yang idle, kita ingin menghidupkannya kembali dan dilakukan intervensi teknologi pada sumur-sumur tersebut. Perlu penetrasi eksplorasi baru,” kata Bahlil.

Mereka juga berusaha membuat insentif lebih menarik bagi calon investor. Menteri ESDM mengaku telah mengurangi kewajiban bagi hasil bruto dari 29 komoditas menjadi hanya tersisa lima komoditas. “Sekarang begitu saya ubah, sudah ada lima perusahaan yang mau menggunakan fasilitas itu,” kata Bahlil.

Ia menegaskan, penemuan-penemuan “gila” diperlukan jika kita ingin melakukan perubahan di negeri ini. Ujung-ujungnya kalau tidak ada kenaikan lift, yang paling bahagia adalah importir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *