Benarkah Laki-Laki Lebih Jago Navigasi ketimbang Wanita?

JAKARTA – Sebagian orang pasti tersesat di jalan. Tampaknya ada alasan ilmiah dan penelitian atas kejadian ini.

Seperti banyak peneliti yang mempelajari cara orang berpindah dari satu tempat ke tempat lain, ilmuwan kognitif Universitas Northwestern, David Uttal, dikenal sebagai navigator yang buruk. “Saat saya berumur 13 tahun, saya tersesat saat mendaki selama dua setengah hari bersama pramuka,” kata Uttal.

Uttal tidak sendirian. Orang-orang yang sepertinya selalu tidak tahu persis di mana mereka berada dan bagaimana mencapai tujuannya. “Manusia tidak sempurna, tetapi mereka bisa akurat hingga tingkat yang sangat tepat,” kata psikolog kognitif Temple University, Nora Newcomb, yang juga salah satu penulis studi tentang keterampilan navigasi dilansir Smithsonian Magazine, Sabtu (20). ). /4/2024).

Sangat mudah untuk menunjukkan bahwa manusia mempunyai kemampuan navigasi yang berbeda, namun para ilmuwan kesulitan menjelaskan alasannya. Para ilmuwan kemudian menggunakan teknologi seperti realitas virtual dan pelacakan GPS untuk mengamati ratusan atau bahkan jutaan orang bergerak melalui ruang yang kompleks dan mengukur seberapa baik mereka bergerak.

Keterampilan navigasi

Pertimbangan terkini mengenai peran genetika dalam navigasi menekankan pentingnya lingkungan. Pada tahun 2020, Margherita Marancini, psikolog perkembangan di Queen Mary University of London, dan rekan-rekannya meneliti perilaku lebih dari 2.600 saudara kembar identik dan fraternal dalam studi lingkungan virtual.

Mereka dibandingkan dan diuji lebih lanjut untuk menentukan apakah keterampilan navigasi diturunkan dalam keluarga. Mereka menemukan bahwa hal ini benar, namun dalam skala kecil. Sebaliknya, apa yang oleh para ahli genetika disebut sebagai “aktor lingkungan yang tidak terbagi”, yaitu pengalaman unik yang diperoleh setiap individu sepanjang hidupnya, terutama berkontribusi terhadap produktivitas manusia. Peramban yang bagus sepertinya dibuat, bukan dibuat.

Eksperimen skala besar yang luar biasa yang dilakukan oleh ahli saraf kognitif Hugo Spears di University College London telah memberikan wawasan kepada para peneliti tentang bagaimana pengalaman dan faktor budaya lainnya memengaruhi kemampuan bernavigasi.

Spears dan rekan-rekannya juga bekerja sama dengan T-Mobile untuk membuat Sea Hero Quest, sebuah game untuk ponsel dan tablet. Pemain mengontrol kapal di lingkungan virtual untuk menemukan serangkaian pos pemeriksaan. Aplikasi game tersebut meminta pemain untuk memberikan informasi demografi dasar, dan sekitar 4 juta orang di seluruh dunia melakukannya.

Hasilnya menunjukkan bahwa pengalaman hidup seseorang sangat penting dalam menentukan seberapa baik mereka mengatasi suatu situasi. Hal ini menunjukkan bahwa hal ini mungkin menjadi salah satu faktornya. Faktanya, pengalaman ini dapat menjadi dasar bagi salah satu temuan paling konsisten dan stereotip dalam navigasi, yaitu bahwa laki-laki pada umumnya lebih baik dibandingkan perempuan. Tampaknya perbedaan gender ini lebih disebabkan oleh budaya dan pengalaman dibandingkan kemampuan alami.

Misalnya, di negara-negara Nordik, dimana kesetaraan gender lebih tinggi, terdapat sedikit perbedaan gender dalam navigasi. Sebaliknya, di negara-negara Nordik, dimana kesetaraan gender lebih tinggi, terdapat sedikit perbedaan gender dalam navigasi.

Penelitian terhadap masyarakat Tsimane, komunitas adat tradisional di Amazon Bolivia, juga menegaskan pentingnya aspek dan pengalaman budaya ini. Antropolog Helen Elizabeth Davis dari Arizona State University dan rekan-rekannya memasang pelacak GPS pada 305 orang dewasa Tsimane dan mengukur pergerakan harian mereka selama tiga hari.

Hasilnya menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mampu menunjuk ke tempat yang tidak terlihat. Anak-anak juga mengerjakan tugas navigasi ini dengan sangat baik. Davis mengatakan hal ini disebabkan oleh anak-anak yang tumbuh dalam budaya yang mendorong berjalan-jalan dan menjelajahi hutan.

Namun, sebagian besar budaya tidak sama dengan budaya Tsimane, dan perempuan serta anak perempuan cenderung lebih berhati-hati saat menjelajahi daerah tersebut demi alasan keselamatan pribadi. Selain kurangnya pengalaman dalam navigasi, ketakutan akan keselamatan dan disorientasi juga berdampak langsung pada navigasi. “Rasa takut mengganggu navigasi yang baik. Jadi jika Anda mengkhawatirkan keselamatan Anda sendiri, Anda adalah browser yang buruk,” kata Newcomb.

Uttal mengatakan agar navigasi berhasil, suatu area tertentu perlu dieksplorasi secara aktif. “Beberapa orang tidak suka berjalan kaki, tetapi yang lain sangat menikmatinya.”

Mary Hegarty, psikolog kognitif di University of California, Santa Barbara, menunjukkan bahwa orang yang menyukai aktivitas luar ruangan, seperti berjalan kaki dan bersepeda, cenderung memiliki kepekaan yang lebih baik terhadap arah. Hal ini juga berlaku bagi orang-orang yang sering bermain video game yang melibatkan penjelajahan ruang virtual.

Dalam kasus Uttar, akumulasi bukti ini menunjukkan bahwa meskipun kecenderungan dan pengalaman awal menyebabkan beberapa orang terlibat dalam aktivitas kelautan, mereka yang secara alami memiliki kecenderungan untuk melakukan eksplorasi rendah cenderung tidak melakukan eksplorasi atau cenderung tidak melakukan eksplorasi. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang memiliki pengalaman buruk cenderung tidak berpindah.

MG/Muhammad Rauzan Ranupane Ramadhan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *