BPK Ingatkan Bebas Visa Kunjungan Bisa Bikin Negara Kehilangan PNBP Rp3 T per Tahun

JAKARTA – Badan Pengawas Keuangan (BPK) menegaskan Indonesia berpeluang kehilangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp3,02 triliun per tahun jika Kebijakan Bebas Visa (BVK) kembali diterapkan di 169 negara.

Anggota I BPK RI Nyoman Adhi Suryadnyana mengungkapkan, hal tersebut merupakan hasil penelusuran BPK RI terhadap penguatan dan perluasan PNBP tahun anggaran 2020 hingga masa jabatan I tahun 2022 di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Sehubungan dengan itu, BPK merekomendasikan agar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengkaji ulang rencana pemulihan kebijakan BVK dengan berkoordinasi dengan instansi terkait, ujarnya kepada wartawan, Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024.

Nyoman Adhi mengatakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menindaklanjuti usulan BPK dengan menerbitkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor M.HH-01.GR.01.07 Tahun 2023 tanggal 7 Juni 2023.

Keputusan Menkumham tersebut mengatur tentang penghentian sementara pemberian bebas visa kunjungan ke negara, pemerintah daerah administratif khusus negara tersebut, dan lembaga tertentu.

Menurut Nyoman Adhi, hasil audit BPK terhadap pemantauan pemberian kebijakan penghentian sementara BVK menunjukkan bahwa kebijakan tersebut berdampak pada peningkatan pemenuhan PNBP Kementerian Hukum dan HAM tahun anggaran. 2023.

“Dari target sebesar Rp4,21 triliun dapat tercapai sebesar Rp9,70 triliun atau 230 persen dari target. Kemudian iuran PNBP bidang keimigrasian akan meningkat signifikan pada tahun 2023. Dari target sebesar Rp2,33 triliun, sebesar Rp7,61 triliun atau 327,03 triliun. persentase targetnya bisa tercapai,” ujarnya.

Nyoman Adhi mengatakan, kenaikan PNBP pasti terkait dengan peningkatan jumlah warga negara asing (WNA) yang berkunjung ke Indonesia. Berdasarkan data yang ada, lanjut Nyoman Adhi, total kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2021 sebanyak 1.174.796 orang, turun akibat pandemi Covid-19, dan meningkat lagi menjadi 4.634.348 pengunjung pada tahun 2022.

Bahkan akan meningkat signifikan dengan jumlah pengunjung pada tahun 2023 sebanyak 10.632.034 pengunjung. Dan peningkatan ini terjadi selama kebijakan penghentian sementara BVK masih berlaku, ujarnya.

Itu telah berubah beberapa kali

Sekadar informasi, BVK telah dilaksanakan pemerintah sejak tahun 1983 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Terakhir, kebijakan BVK ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2016. Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa 169 negara tidak diperbolehkan memiliki visa kunjungan untuk masuk ke wilayah Indonesia.

“Dari 169 negara, hanya 35 negara yang juga menerbitkan BVK kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan melakukan perjalanan ke negaranya. Artinya ada prinsip kesetaraan,” kata Nyoman Adhi.

Sebelum Perpres tersebut terbit, negara-negara yang tidak mengeluarkan aturan timbal balik wajib memiliki Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) untuk masuk ke wilayah Indonesia.

Catatan terkait Perpres Nomor 21 Tahun 2016, menurut Nyoman Adhi, yakni struktur tersebut tidak diprakarsai oleh instansi yang berwenang dan tidak bersifat mendesak. Keputusan Presiden ini juga tidak menghormati prinsip kesetaraan.

Dampaknya, lanjut Nyoman Adhi, pada tahun 2017-2020 jumlah pengunjung prodi BVK yang tidak mematuhi prinsip kesetaraan terus meningkat. Total kunjungannya mencapai 22.272.040 pengunjung.

Hanya saja, meski jumlah kunjungan mancanegara meningkat, namun negara kehilangan PNBP akibat penerapan BVK, ujarnya.

Nyoman Adhi mengatakan, jika menggunakan tarif VKSK saat ini sebesar Rp500 ribu, negara akan kehilangan pendapatan dari layanan visa kunjungan saat kedatangan dengan tarif minimal Rp11,13 triliun atau Rp3,02 triliun per tahun.

Kebijakan penanganan Covid-19

Pada masa pandemi Covid-19, lanjut Nyoman Adhi, pemerintah menerapkan pembatasan masuknya orang asing ke wilayah Indonesia. Pada tanggal 20 Maret 2020, kebijakan BVK dicabut sementara melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2020.

Kemudian, pada 15 September 2021, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penerbitan Visa Keimigrasian dan Izin Tinggal Dalam Rangka Penanggulangan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 dan Revitalisasi Perekonomian Nasional.

Pada tahun 2022, Direktur Jenderal Imigrasi Nyoman Adhi akan menerbitkan dokumen kebijakan BVK Pariwisata dan VKSK Special Tourism untuk berbagai negara.

“Kebijakan tersebut dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kerja keimigrasian sebagai penggerak pembangunan kesejahteraan masyarakat serta mendukung kebijakan pemerintah membuka kembali sektor pariwisata secara produktif dan aman dari Covid-19,” ujarnya.

Kebijakan penghentian BVK dan penerapan VKSK hanya bersifat sementara. Sebab, menurut Nyoman Adhi, kebijakan tersebut hanya untuk merespons situasi pandemi Covid-19 dan hanya dikendalikan oleh Menteri Hukum dan Pengawasan Hak Asasi Manusia.

Perpres Nomor 21 Tahun 2016 belum pernah dicabut atau diubah dengan peraturan yang sama atau lebih tinggi, sehingga mempunyai kemampuan untuk digunakan kembali.

“Jika kebijakan BVK diterapkan kembali untuk 169 negara, maka negara tersebut akan kehilangan PNBP dari VKSK yang berasal dari program studi BVK,” kata Nyoman Adhi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *