Bukan Hanya Rupiah, Ini Isi Bahasan Sri Mulyani Cs dan Jokowi di Istana

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan hal yang dibicarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (FSSC) di Istana siang tadi. Topik yang dibahas meliputi dinamika pasar dan pertumbuhan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan DPRK.

SCSC beranggotakan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Wardjio, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Uddhi Sadeva, Ketua Dewan Komisioner Badan Jasa Keuangan Mahendra Siregar. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Perekonomian Eirlangga Hartarto.

“Bersama Gubernur BI, Ketua DK OJK, dan Ketua LPS DK, di Forum KSSK, saya menyampaikan kepada Presiden mengenai perkembangan terkini, dinamika pasar, dan perkembangan pembahasan APBN kita dengan DPRK. mempersiapkan RAPBN 2025,” kata Sri Mulyani, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta dalam jumpa pers, Kamis (20/6/2024).

Dikatakannya, terkait politik global saat ini, berbagai perubahan ekonomi di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Tiongkok berpotensi mempengaruhi perekonomian Indonesia.

“Dan kami akan memantau bagaimana meminimalkan dampak negatif jika keputusan mengenai tingkat pendanaan FED diambil, yang akan menurunkan suku bunga dan pertumbuhan di Eropa beberapa kali lipat,” jelasnya.

Shri Mulyani menjelaskan, pihaknya juga mencermati pergerakan nilai tukar rupiah yang dipengaruhi oleh faktor fundamental yang kini berada pada posisi sangat kuat.

“Kalau kita lihat fundamentalnya seperti indeks penjualan riil yang mencerminkan konsumsi masyarakat, sudah pulih terutama pada Mei-Juni,” kata Shri Mulyani.

“Kemudian indeks belanja mandiri, kepercayaan masyarakat, konsumsi semen, konsumsi listrik, PMI semuanya relatif baik dan itu cukup menjadi dasar proyeksi pertumbuhan ekonomi kita akan dipertahankan seperti di Q1”. Dia menambahkan.

SCSC, kata Shri Mulyani, juga memantau stabilitas sistem keuangan, lembaga perbankan dan non-perbankan, serta pergerakan nilai tukar, surat berharga, dan saham.

“Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat kebijakan di Amerika yang suku bunganya tetap tinggi dan penurunan suku bunga diperkirakan hanya terjadi satu kali saja, sehingga kita juga melihat capital outflow yang terjadi akibat kebijakan tersebut dan dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri. ,” dia berkata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *