Bye Bye Dolar AS, Transaksi Rusia dan China 90 Persen Pakai Yuan atau Rubel

JAKARTA – Transaksi antara Rusia dan China sebagian besar dilakukan dalam mata uang nasional, baik yuan maupun rubel. Hal itu diperkuat dengan kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Beijing pada Kamis pekan lalu.

Saat bertemu dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, pemimpin Rusia tersebut memuji penguatan kerja sama kedua negara, terutama dalam bidang perdagangan. Hubungan antara Moskow dan Beijing didasarkan pada “prinsip saling menghormati, kedekatan dan saling menguntungkan,” kata Putin.

Dia menambahkan bahwa meskipun ada pandemi virus corona dan “beberapa tindakan yang cenderung membatasi perkembangan kita” yang dilakukan oleh negara-negara ketiga, volume perdagangan terus meningkat karena kedua negara telah membangun portofolio yang kuat di berbagai bidang.

Menurut Putin, keputusan menukarkan rubel dan yuan untuk seluruh transaksi dilakukan pada saat yang tepat dan menurutnya memberikan dorongan yang kuat terhadap perdagangan antara Rusia dan Tiongkok.

“Dorongan kuat untuk memperluas arus perdagangan kita didasarkan pada strategi bersama dan tepat waktu untuk melakukan transaksi dalam mata uang nasional. Saat ini, 90% dari seluruh pembayaran dilakukan dalam rubel dan yuan,” katanya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. .

Menurut Putin, omset perdagangan antara Rusia dan Tiongkok akan meningkat hampir 25% pada tahun 2023, mencapai 227 miliar dolar.

Sebagai informasi, Putin menyampaikan pengumuman tersebut saat melakukan kunjungan kenegaraan selama dua hari ke China, perjalanan luar negeri pertamanya sejak menjabat untuk masa jabatan presiden kelima pada awal bulan ini

Para pemimpin Rusia dan Tiongkok, serta pejabat senior kedua negara, akan mengadakan pembicaraan mengenai hubungan bilateral, kerja sama ekonomi dan situasi internasional, termasuk konflik Ukraina.

Presiden Rusia mengatakan Moskow tidak boleh memilih “de-dolarisasi” ekonomi nasional atau internasional, yang menurutnya merupakan proses yang “tidak dapat dihindari”. Putin secara khusus mengecam Washington karena menggunakan mata uangnya sebagai “instrumen perang”, yang menurutnya dapat merusak kepercayaan global.

Setelah pecahnya perang di Ukraina pada Februari 2022, Amerika Serikat memblokir bank sentral Rusia dalam bertransaksi dolar dan kemudian melarang ekspor dolar bank ke negara tersebut. Putin menyebut pembatasan yang dilakukan Washington sebagai “keegoisan total” yang hanya mengurangi kekuatan AS dan perekonomiannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *