Cerita Wayan, Anak Penjual Telur Keliling dari Bali Diterima di UGM Tanpa Tes

Jakarta – Wayan Sudiatmaja berhasil masuk UGM tanpa ujian. Ia juga terdaftar sebagai calon mahasiswa di KIP Kuliah.

Wayan adalah anak pertama dari dua bersaudara. Orang tuanya adalah Nengah Raul Adyana dan Ni Luh Sulastini. Wayan diterima di Program Penelitian Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada melalui metode Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).

Baca Juga: Kisah Cinta, Bocah Parcel Parfum Dapat SNBP 2024 di UGM dengan Beasiswa Gratis

Menurut Wayan, sedari bangku sekolah, orang tuanya selalu mendidiknya dengan baik dan selalu menjalani hidup sederhana. Dia selalu makan siang dan sekolah ketika dia pergi ke sekolah.

Latihlah tulisan tangan

Selain unggul secara akademis, Wayan juga tertarik dengan pencak silat sejak duduk di bangku SMP.

Ia juga suka berkompetisi dalam kompetisi pen silat antar pelajar di Bali. Dia selalu memenangkan kejuaraan.

“Akhirnya kami berhasil meraih Juara I lomba open story tingkat nasional kategori seni berkelompok,” kata Wayan dikutip dari laman UGM, Kamis (27/6/2024).

Baca Juga: Eksklusif, Si Kembar Siam Ini Lulus UGM Dengan Predikat Cum Laude

Selain disibukkan dengan kegiatan non-akademik, Wayan memiliki kurikulum yang baik, terutama saat ekstrakurikuler.

Terdaftar di program Ilmu Komunikasi, Wayan mengaku ingin aktif dalam kegiatan organisasi dan kemahasiswaan.

“Saat saya kuliah, saya mencoba bergabung dengan serikat pekerja. “Saya berharap mendapat pengalaman baru, ilmu baru, dan kesempatan menjajal organisasi dan kompetisi,” ujarnya.

Keengganan untuk belajar karena biaya

Wayan sendiri mengaku tidak mudah untuk mendapatkan persetujuan orang tuanya untuk masuk ke UGM. Ia pun berjanji akan mendaftar di KIP College dengan beasiswa agar orangtuanya tidak menanggung beban tersebut.

Baca Juga: Alfredo Lulus UGM, Raih Gelar Sarjana Sains Komunikasi dalam Waktu 3 Tahun 2 Bulan

Wayan pun menyadari, penghasilan orang tuanya dari berjualan telur keliling dan menganyam akan menyulitkan biaya pendidikannya di masa depan. Beruntung Wayan menjadi salah satu pemenang Beasiswa KIP Kuliah Maba 2024.

Wayan masih ingat menyembunyikan kabar baik tersebut kepada orang tuanya di hari pengumuman SNBP.

Keesokan harinya, sambil menunggu ibunya selesai memasak dan ayah barunya beristirahat dalam pelukannya setelah membersihkan telur yang dijualnya, dia berani mengatakan hal tersebut. Wayan mempersilahkan orang tuanya untuk duduk di sofa ruang tamu.

Sang ayah mengungkapkan rasa syukurnya bahkan setelah mengetahui anaknya diterima di UGM. Namun Ni Luh tetap diam cukup lama. Wayan curiga ibunya sedang mempertimbangkan biayanya. “Mungkin hatinya bahagia. “Kalau mendaftar saya pakai KIP-Kuliah,” kata Wayan.

Keluarga Wayan Sudiatmaja menyewa rumah berukuran 5×7 meter persegi yang temboknya berdekatan dengan penyewa lainnya. Rumah terletak di jalan sempit, kurang dari 10 meter dari Jalan Raya Karandasem Candidasa, Bali.

Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai penjual telur keliling di Karangasem di pasar, warung makan, dan restoran pinggir jalan. Telur komersial diperoleh dari pemilik kandang ayam yang berjarak 3 km dari rumahnya.

Anda bisa mengeluarkan telur dari kandang dalam waktu seminggu. 25 permadani. Setelah itu telur dibawa pulang, dibersihkan dan disiapkan, lalu dimasukkan ke dalam kantong karpet.

Jika laku, mendapat untung Rp 3000 per karpet telur. “Kalau dihitung nettonya rata-rata Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta,” ujarnya.

Sebagai seorang penjual telur keliling, Nenga diawali dengan perkenalan putranya yang masih kecil yang bercita-cita menjadi seorang pengusaha, dan berkali-kali ia mencoba berganti pekerjaan dari pemetik bambu, satpam hingga kuli bangunan.

Saat mulai berjualan telur, Nenga mengaku bersama istrinya membeli beberapa karton telur dan ingin menjual telur ayam sampingan.

“Saat itu ada orang asing lewat, beli lima, tapi bayar Rp 50.000. “Saya menjadi tertarik pada pemasaran,” kenangnya.

Ibu

Selain penghasilan dari berjualan telur, keluarga juga bergantung pada hasil tenun sang ibu. Untuk satu kain, prosesnya memakan waktu 1 hingga 1,5 bulan tergantung besar kecilnya kain yang dipesan. “Untuk satu kain saya mendapat 600.000 rupiah,” kata Ni Lu.

Bagi Ni Lu, penghasilan dari menjual telur dan menenun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan membayar sewa.

Oleh karena itu, tidak pernah terpikir olehnya untuk menyekolahkan Wayne ke perguruan tinggi. Apa yang terjadi padanya adalah biaya yang sangat besar seperti yang dia ketahui kemudian.

Meski berat untuk menghalangi anaknya masuk perguruan tinggi di Pulau Jawa, Ni LUh mengaku lega melihat kegigihan putra sulungnya itu. Yang bisa dia lakukan hanyalah berdoa di setiap waktu sholat.

Niluh bahkan bersumpah jika Wayan menang, ia akan membawa sesaji Pejati ke pura dalam tradisi Hindu tersebut.

“Karena aku berjanji. Saya juga melakukannya pada Hari Odalan, sekitar sebulan setelah mendapat pemberitahuan di Wayan UGM saat waktu salat. Saya pergi ke sana (Pura), Anda tidak tahu. Saya membawa ayam, pisang, makanan ringan, dan buah-buahan. – Aku akan membawamu ke kuil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *