China Terus Dorong Sinifikasi di Xinjiang, Budaya Uighur Perlahan Pudar

BEIJING – Partai Komunis Tiongkok (PKT) tampaknya telah kehilangan kendali atas wilayah Xinjiang setelah menimbulkan kekacauan melalui serangkaian kampanye brutal dan kontroversial.

Strategi kriminal Partai Komunis Tiongkok sangat berbeda dengan desakannya dalam memberantas pengaruh budaya masyarakat Uighur lokal di Xinjiang.

Melalui cara-cara kekerasan seperti tindakan ekonomi dan politik, PKT lebih efektif dalam melaksanakan “propaganda jahatnya”.

Namun, meskipun sebagian besar rencana ini telah mencapai tujuannya, tampaknya Partai Komunis Tiongkok mengubah cara mereka untuk mempromosikan semua tujuan jahatnya.

Berdasarkan situs VAA, pada Selasa (11/6/2024), PKC menerapkan tindakan tegas untuk menekan aktivitas keagamaan, termasuk menghancurkan masjid dan tempat ibadah sambil mengajarkan pengukuran agama kepada anak di bawah umur dilarang.

Selain itu, sistem pengawasan dipasang di tempat-tempat keagamaan, dan sejumlah nomor dipantau dan dicatat.

Selain itu, peningkatan energi dan sumber daya strategis di Xinjiang berdampak signifikan terhadap minoritas Uighur di Tiongkok.

Xinjiang merupakan wilayah yang sangat penting bagi Tiongkok, karena kaya akan sumber daya dan terletak di jalur ekonomi Jalur Sutra.

Oleh karena itu, diskriminasi terhadap etnis Uighur merupakan salah satu cara untuk menjamin kekuasaan politik dan menekan rasa kebebasan di kalangan pemuda Xinjiang yang ingin menghadapi Beijing di masa depan.

Oleh karena itu, seluruh rencana Partai Komunis Tiongkok dianggap sebagai upaya untuk mencapai tujuan utama yaitu mengintegrasikan perekonomian domestik dan internasional, tidak hanya untuk kepentingan Tiongkok Han, tetapi juga untuk kepentingan rakyat jelata. Juga untuk PKC

“Pengawasan Ibu” di Xinjiang

Selain menerapkan rencana untuk menekan tradisi keagamaan, pemerintah Tiongkok juga secara aktif mempromosikan bahasa Mandarin terhadap Uighur guna meningkatkan populasi Tionghoa di Xinjiang.

Kebijakan pendidikan diubah dengan menjadikan bahasa Mandarin sebagai media komunikasi dan pembelajaran untuk mengurangi penggunaan bahasa Uyghur.

Melalui tindakan-tindakan ini, Partai Komunis Tiongkok berusaha melemahkan transmisi pengetahuan budaya dan sejarah Uyghur kepada generasi mendatang, sehingga mengarah pada identitas Tiongkok yang berbeda.

Strategi kriminal ini juga menggunakan teknik rekayasa demografi, seperti mendorong migrasi etnis Han ke Xinjiang melalui insentif ekonomi dan proyek pembangunan.

Perubahan populasi yang diberlakukan oleh Partai Komunis Tiongkok bertujuan untuk mengubah komposisi etnis di negara tersebut, sehingga menjadikan Uighur sebagai minoritas di negaranya sendiri.

Penciptaan sistem “polisi lunak” di Xinjiang juga merupakan faktor penting dalam mencegah kejahatan umum di sana.

Provinsi ini adalah salah satu wilayah dengan pengawasan paling ketat di dunia, dengan penggunaan kamera, teknologi pengawasan, dan sistem pengumpulan data yang luas.

Pengawasan ini tidak hanya mengontrol kehidupan sehari-hari masyarakat Uighur, tetapi juga berupaya menekan lawan dan perbandingan budaya.

Apa yang disebut sebagai “kamp pendidikan baru” – tempat jutaan warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya ditahan – merupakan inti dari rencana kriminal untuk secara perlahan membubarkan budaya Uighur dan mempromosikan barang-barang Tiongkok.

Para tahanan di kamp-kamp ini diketahui mengalami penganiayaan politik, di mana mereka meninggalkan keyakinan agama dan budaya mereka untuk menganut ideologi PKT.

Kehidupan budaya Uyghur

Pendekatan Beijing terhadap Xinjiang telah lama menjadi kontroversi dan menimbulkan kemarahan internasional atas tindakan keras yang dilakukan oleh PKT.

Sejumlah laporan dan tuduhan kekejaman budaya telah mengkonfirmasi sifat kriminal dari kejahatan tersebut, dengan CPP dituduh berusaha menghancurkan budaya, identitas, dan agama Uyghur.

Tindakan kontroversial PKT, mulai dari membatasi praktik keagamaan hingga menindas bahasa Uyghur, benar-benar akan mengubah lanskap budaya negara tersebut.

Selain itu, “narasi kemajuan” yang didukung oleh pemerintah Tiongkok di Xinjiang sering kali mencirikan Uighur sebagai ras terbelakang, sehingga mendorong asimilasi budaya Han sebagai satu-satunya jalan menuju perubahan.

Hal ini tidak hanya merugikan warisan budaya unik masyarakat Xinjiang, tetapi juga menimbulkan kebencian dan rasa kehilangan di kalangan masyarakat setempat.

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama menghentikan tindakan penindasan yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok dalam upaya menghancurkan ikatan budaya masyarakat Uighur di Xinjiang.

Jika tidak dicegah, Beijing dapat menghancurkan sepenuhnya kehidupan budaya, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Uighur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *