Dua Siswa Tewas Dihukum Guru, Kemendikbudristek Ungkap Tujuh Solusi

krumlovwedding.com, JAKARTA — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kmendikbudristek) buka suara soal hukuman bagi siswa yang nakal di lingkungan sekolah hingga menyebabkan kematian siswa. Kasus ini merupakan yang kedua kalinya terjadi di Indonesia. 

Ruspritha Putri Uthama, Kepala Akshara Balvardane Kendra (Puspeka) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengungkapkan keprihatinannya atas kekerasan yang masih terjadi di lingkungan sekolah. Sejauh ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat penerapan pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Pertama, memperkuat implementasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) yang diluncurkan pada 8 Agustus 2023.

“Salah satu mandat pengendalian PPKSP Mendikbud adalah kami membentuk Tim Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan (TPPK) dari sekolah dan Satgas PPKSP dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memastikan adanya respon yang cepat. lembaga pendidikan,” kata Preeta kepada Repubblica, Kamis (3/10/2024).

Hingga 1 Oktober, tercatat 404.570 (93,63%) satuan pendidikan pembentuk TPPK, pemerintah daerah telah membentuk 27 (71,05%) gugus tugas provinsi dan 441 (85,79%) gugus tugas kabupaten/kota.

Kedua, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendorong kerja sama dengan berbagai pihak dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas kekerasan dengan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara 5 kementerian dan 3 lembaga pencegahan dan pelaksanaan. Kekerasan di lembaga pendidikan. 

“Ini merupakan upaya berkomitmen dan kolaboratif untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, beragam, dan aman untuk mendukung pembelajaran unggul dan mewujudkan generasi emas Indonesia yang cerdas dan unik,” kata Pritha. 

Preeta mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkolaborasi dengan civitas akademika dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mengembangkan berbagai program, modul, dan pelatihan. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman guru, tenaga pengajar dan siswa tentang hak-hak anak, pendekatan toleransi dan disiplin positif. 

“Pelatihan ini telah dilakukan di berbagai daerah dengan harapan dapat menurunkan kasus kekerasan secara signifikan,” kata Preeta. 

Ketiga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan UNICEF melanjutkan program anti-bullying ROOTS yang dilaksanakan mulai tahun 2021. Program “ACAR” menyasar satuan pendidikan sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan kejuruan dan dirancang untuk melatih para pendidik dan siswa tentang cara mengidentifikasi, mencegah dan mengelola kekerasan di lingkungan pendidikan. 

Program tersebut telah menjangkau 33.777 satuan pendidikan yang tersebar di 509 kabupaten/kota di 38 provinsi dan melahirkan 173.240 agen perubahan.

Survei tentang bullying pada tahun 2022 yang dilakukan oleh media U-Report UNICEF menunjukkan bahwa 42% siswa mengatakan bahwa program ROOTS telah memberikan perubahan positif bagi lingkungan sekolah. 

“Selain itu, 32% siswa merasa bahwa perundungan berkurang setelah intervensi program Roots,” kata Pritha. 

Keempat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggalakkan program penguatan karakter melalui Profil Mahasiswa Panchsila yang menekankan enam dimensi utama yaitu keimanan, ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak yang baik, keberagaman global, kerjasama, kemandirian, nalar kritis, dan kreativitas. Program tersebut bertujuan untuk membangun karakter siswa yang kuat, berempati dan menghargai keberagaman, yang sangat berguna dalam mencegah perilaku kekerasan di sekolah. 

“Dengan memperkuat dimensi-dimensi tersebut, kami berharap siswa tidak hanya berkembang secara akademis tetapi juga emosional dan sosial,” kata Preeta. 

Kelima, pada acara Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2024/2025 pada bulan Juli lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis panduan MPLS yang lucu-lucu. Hal ini berdasarkan surat edaran Sekretaris Utama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memperkuat budaya anti kekerasan di sekolah.

Keenam, Kemendikbud memperkuat kapasitas Satgas PPKSP dan TPPK. Platform Merdeka Mengajar (PMM) menyediakan berbagai modul PPKSP antara lain Pencegahan Bullying, Pencegahan Kekerasan Seksual, Pencegahan Intoleransi dan Disiplin Positif yang hingga saat ini telah diakses oleh hampir 1 juta guru untuk belajar mandiri. 

Preeta menjelaskan, peningkatan kapasitas akan dilakukan secara langsung mulai tahun 2023 melalui agen dan fasilitator daerah berdasarkan modul pencegahan kekerasan pada satuan pendidikan yang meliputi Dinas Pendidikan, MKKS, UPT Kemendikbudristek, MKKS, KKKS dan JMS di 3 wilayah Indonesia. Pada tahun 2024, pada bulan September – November, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan meningkatkan kapasitas modul manajemen kekerasan di satuan pendidikan dengan mencakup UPT Kemendikbud, UPTD PPA, JMS dan mobilisasi guru.

Ketujuh, menyediakan jalur pengaduan kekerasan di sekolah yang mudah diakses melalui portal PPKSP dan menyiapkan layanan bantuan untuk menangani kasus korban kekerasan di sekolah, kata Preeta. 

Sekadar informasi, dua siswa dari sekolah berbeda tewas akibat tindakan disipliner yang dilakukan guru sembarangan. Korban pertama adalah SMP Negeri 1 STM Hilir Deli Serdang, siswa Sumut Rinu Sayaputra Sinaga (14 tahun) yang meninggal seminggu setelah disuruh jongkok sebanyak 100 kali oleh gurunya. Sedangkan korban kedua berinisial KAF (13 tahun) asal MTs Blitar tewas setelah kepala gurunya dilempari tongkat karena terlambat salat Dhuha. Rizki Surya Randika. 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *