Efektivitas Pembentukan Satgas Judi Online

Dr. I Wayan Sudirta, SH, MH

Anggota Komisi Fraksi III PDI-P DPR RI

Pada 14 Juni 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi membentuk Satgas Penghapusan Perjudian Internet sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024. Game online atau game online belakangan ini menjadi perbincangan di masyarakat. Permasalahan ini muncul karena telah memakan banyak korban jiwa, tidak hanya warga sipil biasa namun juga aparat keamanan.

Beberapa waktu yang lalu kita mengetahui permasalahan seorang polwan yang memutuskan untuk membakar suaminya karena suaminya yang juga seorang polisi kecanduan judi online. Kecuali dua anggota TNI yang bunuh diri karena utang judi online.

Oleh karena itulah dibentuk Satgas Judi Online. Dalam Perpres tersebut, beberapa tugas gugus tugas tersebut antara lain menetapkan prioritas pencegahan perjudian internet, memantau dan mengevaluasi pencegahan perjudian internet, serta mengoordinasikan sosialisasi, pendidikan, dan upaya menghilangkan hambatan dalam pencegahan.

Pasal 5 Perpres tersebut merinci susunan anggota Satgas yang meliputi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Ketua Satgas), Menteri Koordinator Pembangunan dan Kebudayaan (Wakil Ketua). , Ketua Harian Bidang Pencegahan yang merupakan Menteri Komunikasi dan Informatika, serta para anggota Bidang Pencegahan yang meliputi Kementerian Agama, Menteri Kehakiman, TNI, Polri, BIN dan OJK. Sementara itu, urusan penegakan hukum sehari-hari ditangani oleh Kapolri, dan anggota bidang penegakan hukum adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Informasi, Kementerian Koordinator Kejaksaan, BIN, BSSN dan OJK.

Jika dicermati isi Perpres Satgas Pemberantasan Judi Online, tanggung jawab yang tertuang dalam Perpres tersebut sebenarnya merupakan tugas dan wewenang sehari-hari masing-masing lembaga. Perintah presiden ini menunjukkan bahwa masalah ini akan terus berlanjut sampai presiden turun tangan. Kementerian Komunikasi dan Informatika serta aparat penegak hukum yang sudah bertugas memberantas perjudian online ternyata masih membutuhkan bantuan kementerian dan lembaga lain.

Pada tahun 2023-2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika menghapus 1.904.246 konten perjudian online di dunia maya dari berbagai data yang diterima, bahkan mendeteksi 14.823 konten perjudian online dari website lembaga pendidikan dan 17.001 menyusup ke website pemerintah. Pemerintah juga mendeteksi dan menindak berbagai kampanye perjudian online di media sosial, situs web, dan pesan pribadi, yang sering kali melibatkan artis atau selebriti lainnya.

Berdasarkan data PPATK, jumlah pemain judi online di Indonesia mencapai 3,2 juta orang dengan omzet Rp 327 triliun. Selain itu, OJK melaporkan ada sekitar 5.000 akun yang terhubung dengan perjudian online. Pada saat yang sama, Polri menemukan ratusan hingga ribuan kasus perjudian online.

Misalnya, satu kasus yang ditangani Polda Metro Jaya memiliki omzet mendekati Rp 1 miliar dalam sebulan, padahal hanya dijalankan oleh empat operator. Namun aparat penegak hukum tidak mampu mengungkap “bukucha” tersebut atau diduga hanya sekedar operator. Parahnya lagi, perjudian online ini diduga terkait dengan industri perjudian online di Kamboja atau Myanmar yang kemungkinan besar dijalankan oleh kartel.

Mengukur masalah perjudian online

Permasalahan perjudian online sebenarnya adalah perjudian yang dilarang dan merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia (KUHP). Namun seiring berkembangnya teknologi, perjudian juga memanfaatkan dunia maya. Masalah muncul ketika tidak semua negara mengkriminalisasi atau ilegal perjudian.

Masalah perjudian sendiri sulit dihilangkan ketika memanfaatkan celah lintas batas dalam berbagai undang-undang. Perlu dipahami bahwa banyak pakar dan institusi global yang mengklasifikasikan perjudian sebagai aktivitas yang dapat menyebabkan kecanduan, seperti merokok atau mengonsumsi obat-obatan terlarang.

Oleh karena itu, ketika perjudian menjadi suatu permasalahan hukum maka diperlukan berbagai strategi untuk mencegah dan menghilangkannya, apalagi jika dilakukan di dunia maya. Kita tentu ingat dengan kasus Irjen FS yang menyita perhatian publik karena selain pembunuhan terhadap asistennya, kasus ini juga terkait dengan kartel “303 Judi” (Pasal 303 KUHP Perjudian) yang juga diduga pejabat tinggi, termasuk lembaga penegak hukum itu sendiri.

Masyarakat mengetahui mafia judi ini memiliki daya penetrasi yang besar karena selalu melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Masalah yang sama terjadi pada pengedar narkoba.

Masalah perjudian tentu bukan kasus pertama di negeri ini. Pengolahan data secara masif telah terjadi beberapa kali dalam sejarah penegakan hukum, misalnya pada masa Kapolri Jenderal Sutanto hingga saat ini. Perang yang sedang berlangsung terhadap game mungkin tidak menghentikan hal ini terjadi. “Penyakit” ini belum hilang sepenuhnya dan masih hidup di masyarakat.

Oleh karena itu tidak heran jika di era digitalisasi saat ini, para mafia perjudian juga mulai memanfaatkan teknologi dan jaringan informasi dan komunikasi global. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah dan penegak hukum, baik dari sisi regulasi maupun implementasinya.

Melawan perjudian online

Perpres Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satgas Pemberantasan Perjudian Online mengatur tugas dan tanggung jawab masing-masing fungsi yang dikelola, yang dipimpin oleh kementerian/lembaga terkait dan beranggotakan anggota kementerian/lembaga terkait dan berlaku sampai dengan saat ini. 31 Desember 2024 Lalu yang menjadi pertanyaan publik adalah apa tujuan atau target kinerjanya dan bagaimana Perpres ini berjalan.

Tidak dapat dipungkiri, keberadaan kelompok kerja ini secara tidak langsung menimbulkan kesan bahwa pemerintah belum begitu efektif dan efisien dalam mencegah dan memberantas perjudian online. Kementerian Komunikasi dan Informatika dinilai masih menghambat atau menghambat upaya pencegahan penyebaran perjudian online secara keseluruhan, sementara pihak kepolisian terkesan belum mampu mendeteksi dan menangani kasus perjudian online secara optimal dan komprehensif.

Berdasarkan pengalaman, pemerintah telah membentuk berbagai kelompok kerja untuk menangani berbagai permasalahan sosial. Mulai dari Pokja Pencemaran Lingkungan, Pokja Anti Korupsi, Pokja Pangan (sembako), Pokja Pinjaman Online (pinjol), Pokja Pemberantasan Pornografi Anak, Pokja TPPO hingga Pokja Kelompok mafia tanah. setiap orang mempunyai tujuan dan pengaturan masing-masing.

Satgas ini menyikapi permasalahan yang ada dengan mengedepankan kerja sama atau kolaborasi antar lembaga, termasuk dengan penegakan hukum sebagai senjata penegakan atau pencegah.

Sebagai contoh dibentuknya Satgas Mafia Tanah yang baru dibentuk di bawah Kementerian ATR/BPN, dibentuk untuk memerangi mafia tanah yang menimbulkan berbagai permasalahan seperti perselisihan atau konflik yang merugikan masyarakat. Tujuan operasional gugus tugas ini berfokus pada pencegahan dan tindakan, termasuk pengaturan personel dan kelembagaan.

Namun, untuk saat ini permasalahan pertanahan masih ada. Misalnya, DPR terus menerima pengaduan warga terkait sengketa dan konflik pertanahan yang berkepanjangan serta bertemu dengan aparat penegak hukum. Uniknya, dalam setiap isu yang muncul, masyarakat seolah terpolarisasi menjadi penguasa dan perusahaan, lalu melawan penguasa.

Permasalahan yang nyatanya mudah untuk dicegah dan diselesaikan, apalagi jika penyelenggaraan dan penyelenggaraan kebijakan pemerintah serta mekanisme penyelesaian sengketa kepemilikan atau hak atas tanah dilakukan secara adil, transparan, responsif, dan aman secara hukum.

Beberapa contoh kelompok kerja yang ada menunjukkan bahwa mereka dibentuk untuk mengatasi berbagai perubahan atau dinamika masyarakat, terutama yang berkaitan dengan permasalahan hukum. Penulis melihatnya sebagai reaksi presiden atau pemerintah untuk menunjukkan keseriusan dengan cara tertentu guna menyelesaikan suatu masalah.

Pembentukan kelompok kerja tersebut merupakan respon pemerintah agar tidak terlihat diam ketika permasalahan tersebut meluas di masyarakat. Namun penulis juga berpendapat bahwa pembentukan kelompok kerja tidak boleh sebatas sekedar isyarat politik saja, melainkan harus ada tujuan atau standar untuk mencapainya. Masyarakat tentu akan menantikan gebrakan atau gebrakan apa saja yang akan dilakukan oleh gugus tugas ini.

Penulis mencontohkan kebijakan anti narkoba yang terus digalakkan melalui pembentukan gugus tugas, peraturan perundang-undangan, serta kegiatan informasi dan edukasi yang luas. Namun permasalahan narkoba belum teratasi, malah semakin parah.

Hal serupa juga berlaku pada persoalan pertanahan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan kepedulian terhadap lingkungan. Seperti menghilang lalu muncul kembali. Artinya, ada yang salah dengan kebijakan dan/atau implementasinya yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan membentuk gugus tugas.

Berbagai permasalahan tersebut menyoroti sejumlah permasalahan berulang yang perlu ditangani oleh presiden dan kabinetnya, termasuk permasalahan sumber daya manusia (SDM) dan profesionalisme kelembagaan, akuntabilitas, dan tata kelola.

Banyak permasalahan yang melibatkan “orang dalam” atau individu yang memanfaatkan celah yang mereka sadari atau ciptakan. Selain itu, banyak kebijakan yang kurang pro-rakyat sehingga dianggap mengedepankan kepentingan kelompok atau perusahaan tertentu, yang pada akhirnya tidak mempedulikan rakyat.

Hal ini kita lihat pada implementasi gugus tugas seperti mafia tanah atau permasalahan pinjaman online yang sepertinya sudah ada namun belum membuahkan hasil yang nyata. Masih banyak perselisihan mengenai hak kepemilikan tanah. Masih terdapat kecerobohan dalam peminjaman dan warisan kekerasan dalam peminjaman online.

Anehnya, permasalahan ini justru menjadi akar permasalahan yang sering dikeluhkan banyak orang. Satuan Tugas Perjudian Online dibentuk dan menguraikan misi dan tujuannya.

Oleh karena itu, gugus tugas harus fokus pada inti atau inti permasalahan yang ada dan tidak hanya menyentuh permasalahan dangkal atau sisa-sisa saja. Dalam kasus perjudian online, gugus tugas tampaknya menerapkan strategi untuk melawan penawaran dan permintaan, atau memblokir dan mengambil tindakan untuk mencegah semua akses masuk dan keluar.

Strategi yang sama dalam memberantas jalur peredaran obat-obatan terlarang. Selain itu, upaya penegakan hukum, preventif, dan informasi juga dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Pendekatan ini tentu tidak salah. Namun penulis mengingatkan bahwa keterbukaan informasi dan penilaian risiko secara komprehensif sangat penting dalam memerangi kejahatan terorganisir. Pihak berwenang juga perlu menyisir hingga ke akar-akarnya, yakni pengedar, jaringannya, dan teman-temannya. Jaringan judi online ini tentunya mempunyai jaringan offline dengan banyak pihak yang terlibat termasuk situs dari Indonesia sendiri.

Penguatan infrastruktur teknis dan filter jaringan melalui pengawasan ketat terhadap dunia maya (patroli) merupakan indikator strategis. Perlu adanya penyaringan dan identifikasi teknologi secara ekstensif, bukan sekadar mengidentifikasi pengguna yang cenderung ‘gila’ atau sembarangan mengunjungi situs atau tempat perjudian online.

Tujuan dari patroli ini tidak hanya perjudian online, tetapi juga segala sesuatu yang “mencurigakan” atau mengarah pada kejahatan dan kejahatan terorganisir. Penelitian mengenai berbagai topik, baik identitas, akun, atau saluran keuangan lainnya, mungkin dibatasi oleh perlindungan privasi, namun pemerintah harus lebih cerdas dalam mengidentifikasi dan bahkan menutup situs-situs yang tidak dapat dipercaya atau tidak memiliki legitimasi pemerintah, tanpa pandang bulu.

Artinya tata kelola yang terkelola dan kepatuhan terhadap peraturan merupakan kunci penting untuk menciptakan dunia maya yang aman dan nyaman bagi semua orang. Jangan meninggalkan atau membiarkan celah, bahkan untuk situs yang biasanya terpercaya.

Faktanya, konsistensi dan ketegasan tersebut masih belum terlihat pada kelompok kerja individu atau kelompok khusus yang dibentuk oleh presiden atau pemerintah. Gestur dapat dimengerti, namun selalu tidak lengkap.

Selalu ada demonstrasi publik mengenai penegakan hukum dan pemaparan metode oleh media, namun permasalahannya tidak pernah terselesaikan atau bahkan terpecahkan. Masyarakat mudah terbuai dan mudah terdistraksi oleh hal-hal lain sehingga tidak tercipta solusi yang komprehensif.

Hal ini kemudian dilakukan oleh berbagai pihak yang memanfaatkan celah dan kelemahan berbagai kebijakan dan mekanisme. Masyarakat tentunya akan menilai dan menunggu hasil dari satgas judi online ini. Masyarakat kemudian bisa menilai bagaimana gugus tugas ini menyikapi permasalahan tersebut.

Berbagai faktor bisa dijadikan tolok ukur, mulai dari pengungkapan dan pemblokiran seluruh situs yang tidak aman, risiko kerentanan situs, hingga pengungkapan jaringan atau kartelnya dan seluruh pihak yang terlibat. Bukan tidak mungkin berbagai pihak bisnis, pejabat atau perangkat yang terkait dengannya bisa dibeberkan.

Lebih lanjut, rekomendasi kebijakan dan ketentuan yang digunakan untuk mencegah dan menghilangkan perjudian online dan offline menjadi tolok ukur keberlangsungan dan keberlanjutan fokus pemerintah terhadap masalah ini.

Mari kita berharap bahwa gugus tugas ini bukan sekedar khayalan, basa-basi atau isyarat politik; namun juga sangat membantu menghilangkan permasalahan perjudian secara holistik dan memberikan manfaat terbaik bagi masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *