Ekosistem Industri Pertembakuan Minta Aturan Tembakau Dipisah dari RPP Kesehatan

Jakarta – Beberapa pemangku kepentingan industri tembakau antara lain Gabungan Produsen Rokok Indonesia (Gappri), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), dan Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) . ).

Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan, Industri Hasil Tembakau (IHT) saat ini masih mengalami penurunan karena banyaknya insentif regulasi yang berlebihan, sehingga pihaknya meminta agar regulasi tembakau dipisahkan dari kebijakan kesehatan RPP.

Tantangan tersebut juga terlihat dari realisasi pendapatan hasil tembakau (CHT) pada tahun 2023 yang tidak memenuhi target, yakni hanya mencapai Rp 213,48 triliun atau 91,78% dari target APBN. Lanjut Henry, pihaknya berharap target Chittagong Hills pada tahun 2024 bisa tercapai yakni Rp 230,4 triliun atau meningkat 5,08% dibandingkan target tahun sebelumnya. Hingga April 2024, pendapatan Chittagong Hills tercatat masih lebih rendah 7,3% dibandingkan periode yang sama secara tahunan.

“Jika RPP tetap memutuskan daftar yang ada saat ini, maka akan berdampak buruk pada iklim usaha IHT. Banyaknya pembatasan terhadap IHT, seperti bahan tambahan atau pembatasan TAR dan nikotin, akan membuat anggota GAPPRI gulung tikar,” kata Henry, Senin (20/5/2024).

Ia menambahkan, saat ini terdapat banyak peraturan yang berbeda mengenai pembatasan dan pelarangan IHT, karena setidaknya terdapat 446 peraturan yang mengatur tentang IHT dengan rincian 400 peraturan berupa pengawasan atau pembatasan (89,68%), dan 41 peraturan yang mengatur CHT (9,19%). ). Hanya 5 peraturan yang mengatur masalah ekonomi atau kesejahteraan sosial (1,12%).

“Dengan adanya tambahan RPP (kesehatan) ini pasti akan membuat IHT gulung tikar. IHT akan semakin sulit jika harus mengambil ketentuan RPP (kesehatan) seperti perubahan kemasan, bahan baku, dan biaya yang harus ditanggung. besar, dan peraturannya juga akan ketat,” tambahnya.

Selain itu, Jabri juga berharap bab strategi pemasaran rokok tradisional dan rokok elektrik bisa lebih detail lagi. Pasalnya, kedua jenis rokok tersebut memiliki sistem lingkungan yang berbeda, dan sebagian besar rokok tradisional menggunakan bahan baku (TKDN).

“Aturan kesehatan RPP tidak boleh cepat disahkan. Kami berharap pemerintah mengajak semua pihak yang terlibat dalam penyusunan RPP (kesehatan), sehingga bisa menghasilkan RPP yang matang dan bisa diterima semua pihak 109” Henry menjelaskan: “Pada tahun 2012, dibutuhkan waktu tiga tahun untuk mendapatkan dokumen seperti sekarang.”

Senada, Presiden Jenderal Aprendo, Rui Nicolas Mande, mengatakan kelompoknya mengapresiasi adanya undang-undang yang mengatur penggunaan tembakau dari sudut pandang kesehatan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah harus ada perdebatan sengit mengenai pelarangan dan pembatasan penjualan produk tembakau karena berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan karyawan yang berdampak pada IHT.

Salah satu pasal yang bisa memuat pelanggaran dalam pelaksanaannya adalah larangan penjualan dalam radius 200 meter di fasilitas pendidikan. Ia menilai proses tersebut hanya sekedar karet gelang yang bisa menimbulkan salah tafsir.

“Sangat mudah menerapkan undang-undang ini di lapangan. Ujung-ujungnya praktek di lapangan akan menghasilkan pengetahuan atau kesepakatan. Ini yang tidak kita inginkan. Nanti biaya keekonomian kita besar dengan kehadiran karet yang dilakukan oleh orang-orang bodoh.”

Roy menambahkan, pemerintah harus lebih memberikan perhatian dalam memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang penggunaan tembakau, dan tidak memperketat pembatasan dan larangan yang dapat menghambat laju perekonomian daerah.

Ia menjelaskan: “Jangan berharap energi dalam negeri sebagai penyumbang PDB mencapai 6%-7%.”

“Pekerja di sektor IHT yang termasuk dalam kategori angkatan kerja banyak adalah perempuan dengan pendidikan terbatas dan berusia di bawah 40 tahun. Kenyataan saat ini, bekerja saja tidak bisa dibandingkan dengan pekerja ,” katanya.

Selain itu, PP FSP RTMM-SPSI juga meminta agar pemerintah melibatkan pemangku kepentingan IHT dalam setiap pembahasan langkah yang akan dilaksanakan. Hal ini menjadikan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak hanya memperoleh manfaat bagi pemerintah, namun juga dapat memenuhi kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sekadar informasi, pemerintah saat ini sedang berupaya menerbitkan peraturan eksekutif Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2018 tentang undang-undang tersebut, dan rencana penerbitan peraturan tersebut menuai penolakan dari banyak kalangan.

Ketentuan mengenai tembakau dalam Rencana Perlindungan Resiko Kesehatan yang kita diskusikan telah menyimpang. Langkah-langkah tersebut tidak hanya dilakukan dari sisi kesehatan saja, namun juga mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial. Hal ini menimbulkan dampak positif dan negatif di masyarakat.

Terdapat beberapa unsur tembakau dalam RPP Kesehatan yang menjadi perhatian pelaku IHT antara lain unsur terkait batasan TAR dan batasan bahan nikotin, potensi pembatasan bahan tambahan, unsur terkait jumlah batang dalam kemasan, larangan penjualan eceran. rokok, peraturan terkait larangan iklan televisi, serta Mendorong pelarangan media sosial. Selain itu, juga terdapat dokumen mengenai larangan penjualan dalam jarak 200 meter dari sekolah, dan larangan memajang produk tembakau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *