Gagal Tangkap Harun Masiku, KPK Dinilai Jadikan Hasto Tumbal Politik Balas Dendam

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan viktimisasi politik dendam terhadap Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto. Petrus Celestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pembela Nusantara mengkritik pemeriksaan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi di Hasto pada Senin, 10 Juni 2024.

Dalam keterangan tertulisnya, Petrus menyebut tindakan akrobatik politik yang dilakukan KPK adalah pemanggilan Sekjen PDIP Hasto Cristianto sebagai saksi tersangka Harun Masiku oleh penyidik ​​KPK pada 10 Juni 2024. SINDOnews. , Selasa (6/11/2024).

Petrus mengatakan Hasto selalu hadir tepat waktu di KPK sebagai saksi. Oleh karena itu, menurutnya, Hasto patut dihormati dan diperlakukan sebagai saksi dengan segala haknya dilindungi ketentuan Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP Komisi Pemberantasan Korupsi dan UU KPK.

Namun yang ditemui Hasto, saat bertemu dengan penyidik ​​KPK, KPK menunjukkan sikap dan perilaku arogan serta pemaksaan bahkan menjadikan Hasto sebagai tersangka, karena KPK langsung melakukan tindakan paksaan dengan menyita ponsel dan dompet Hasto di luar persidangan. ” dia berkata.

Saksi sedang mencari kaki tangan

Petrus menjelaskan, penggunaan ponsel dan dompet Hasto yang dilakukan KPK merupakan salah satu alat bukti utama yang cukup bagi penyidik ​​untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka. Padahal, Hasto berstatus saksi, bukan tersangka.

“Oleh karena itu, menurut asas hukum acara mengenai penyitaan suatu barang dari seseorang, barang itu harus merupakan hasil tindak pidana atau alat tindak pidana, yang dilakukan sesuai dengan KUHAP dan ketentuan. 46 dan 47 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata Petrus.

Menurut Petrasin, komisi antirasuah melakukan pelanggaran berat terhadap asas KUHAP dan asas Pasal 46 dan 47 UU 19 Tahun 2019. Sebab, penyidik ​​korupsi itu ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi Hasto. Sebagai tersangka mengabaikan ketentuan dan penjelasan Pasal 5 dan Pasal 7 KUHAP yaitu perbuatan lain yang menjadi tanggung jawab hukum.

Karena keterangan saksi sangat diperlukan KPK, ia menilai Hasto harus dijadikan rekan penyidik ​​KPK, terlepas apakah KPK ingin menjadikan Hasto sebagai tersangka. Berdasarkan prinsip hukum, hak Hasto sebagai saksi harus dihormati karena KPK diharapkan dapat mencari keterangan dan bukti dari Hasto untuk lebih memperjelas kasus tersebut, tambahnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penyitaan

Di luar sistem Kuhap, KPK yang dimiliki oleh terdakwa hanya dapat menyita barang-barang bekas tindak pidana korupsi atau barang milik terdakwa, kata Petrus. Artinya, pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Dewas KPK atau izin dapat segera diminta setelah pengambilalihan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4). 19 tahun 2019.

“Dalam kasus penyitaan telepon seluler Hasto dan tas saksi, KPK sebenarnya menyita bukan dari Hasto, melainkan dari salah satu staf Hasto yang terjebak dalam perangkapnya. Ini adalah tindakan politik korupsi. Komisi Pembasmi, seperti halnya Hasto yang memalukan dan semua kiprah Hasto selama ini, memiliki nada politik yang kuat, dan ia curiga kuat bahwa Hasto telah dijadikan korban balas dendam politik demi kekuasaan. ,” dia berkata.

Lanjutnya, jika Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan bukti prima facie yang cukup dan dinyatakan DPO bersama Harun Masiku, maka sah jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita ponsel dan dompet Hasto di luar. Menggunakan mekanisme mekanisme KUHAP, UU No. 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4). 19 Tahun 2019 tentang KPK.

“Di sini KPK melakukan tindakan sepihak, mencampuradukkan kekuasaan, dan melampaui kewenangannya, apa pun alasannya, Hasto berstatus saksi dan bukan tersangka. Namun, tindakan KPK menyita ponsel dan dompet Hasto serupa dengan Hasto. Salah satu tersangka menyebut tindakan penyitaan yang dilakukan KPK tidak sah dan seharusnya KPK segera mengembalikan ponsel dan tas Hasto tanpa syarat.

Implikasi hukum lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa diadili dan dituntut atas perbuatan melawan hukum (PMH) berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, ujarnya. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, Dewan Pengawas KPK (DEWAS) melaporkan adanya pelanggaran etik. Sebab, KPK belum membaca secara cermat ketentuan Pasal 46 dan 47 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK, tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *