Guru Besar UI: Hukum Sudah Jadi Alat Rekayasa Politik untuk Kepentingan Kekuasaan

DEPOK – Guru Besar Antropologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Profesor Sulistyowati Irianto menilai ada fenomena degenerasi demokrasi di bawah pemerintahan saat ini. Salah satu penilaiannya adalah menyoroti permasalahan hukum di Indonesia.

Hal itu diungkapkan Sulis saat menyampaikan kuliah umum bertajuk “Dilema Intelektual di Era Kegelapan Demokrasi: Menyediakan Jalur Kebudayaan” pada “Kuliah Peringatan Koentjaraningrat XXI/2024” yang diselenggarakan Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI) di FISIP, DebordUI, Senin. (6 Maret 2024).

Sulis menilai hukum Indonesia kini menjadi alat rekayasa politik untuk kepentingan kekuasaan. Penilaian ini terlihat dari berbagai dokumen hukum yang disahkan dengan cepat selama masa pemerintahan yang panjang.

Diantaranya undang-undang terkait penyiaran, Polri, Tentara Nasional Indonesia, Mahkamah Konstitusi, dan kementerian negara. Banyak ketentuan dalam instrumen hukum yang menyentuh esensi demokrasi dan hak asasi manusia.

“Misalnya, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers hilang ketika UU Penyiaran berakhir. Kemudian, UU Polri memperluas kewenangan kepolisian padahal polisi adalah instrumen penjaga ketertiban negara.” Keamanan dan ketertiban yang amanahnya melindungi, membela, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum,” ujarnya. Sulis.

Tak hanya itu, ia juga mengkritisi berbagai kebijakan administratif di tingkat nasional

Setelah dibuat secara sembunyi-sembunyi, ramai diperbincangkan di depan umum dan memancing reaksi keras hingga dibatalkan. Misalnya saja kebijakan Uang Kuliah Kesatuan (UKT) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dikembangkan selama proses ini tampaknya tidak didasarkan pada analisis dampak regulasi yang memadai,” ujarnya.

Kuliah umum tersebut dihadiri sejumlah guru besar, aktivis, politisi, dan akademisi antara lain Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hasto Cristianto, pengamat politik Rocky Gerung, mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto (BW), dan pegawai KPK Kadambari Baswedan.

Hadir pula ahli hukum Todung Mulya Lubis, aktivis Usman Hameed dan Sumarsih, sejarawan Bonnie Triana, dan ekonom Faisal Basri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *