Hadiri Rakernas BKKBN, Wapres Ingatkan Kawal Peningkatan Kualitas SDM

JAKARTA – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin membuka Rakernas Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Mengurangi Keterbelakangan, bertemakan “Optimalisasi bonus demografi dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia menuju Indonesia emas 2045” di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Jakarta Timur, Kamis (25 April 2024),

Dalam sambutannya, Wapres mengingatkan kita akan tanggung jawab bersama dalam mengawal kebijakan pengembangan sumber daya manusia di Indonesia.

“Dengan jumlah penduduk usia kerja yang diprediksi mendekati 70% dari total penduduk, maka bisa dikatakan kita sudah efektif mengamankan modal yang besar untuk Indonesia Emas pada tahun 2045. Namun, pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana memastikan potensi bonus demografi tersebut dapat terwujud. terkelola dengan baik Tentunya kita ingin agar sumber daya manusia yang ada dapat menjadi kekayaan dan kekuatan bangsa. Apalagi dalam menghadapi dinamika dan berbagai tantangan global yang harus kita antisipasi, maka perlu disusun strategi dan kebijakan pembangunan manusia yang memadai dan komprehensif. yang lebih penting lagi,” kata Maruf.

Diperkirakan dalam dua dekade mendatang populasi dunia akan mencapai lebih dari 9 miliar orang. Situasi ini tidak hanya dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia, namun juga urbanisasi dan arus migrasi.

Di sisi lain, sumber daya alam semakin terbatas, berbanding terbalik dengan kebutuhan penduduk yang semakin meningkat. Tantangan lainnya termasuk pemanasan global, tren perkembangan teknologi dan perubahan geopolitik.

Oleh karena itu, saya menaruh harapan besar terhadap program Bangga Kencana dan percepatan pengurangan keterbelakangan, agar tercipta sumber daya manusia Indonesia yang mampu menjawab berbagai tantangan tersebut. Untuk menghadirkan generasi penerus bangsa yang sehat, unggul, berdaya saing dan terdepan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka program ini harus adaptif dan adaptif terhadap kebutuhan sumber daya manusia. “Kami berharap program ini benar-benar dapat berkontribusi dalam membangun keluarga dan masyarakat Indonesia yang sehat, terpelajar, bermoral, sejahtera dan sukses,” ujarnya.

Daya saing suatu bangsa tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Menyadari hal tersebut, Pemerintah memutuskan bahwa percepatan penurunan pertumbuhan merupakan prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional.

Untuk itu, pemerintah pusat dan daerah harus terus bersinergi untuk menjamin ketersediaan layanan kesehatan bagi keluarga di Indonesia dengan semakin berkualitas.

Pada tahun ini, seluruh tujuan dalam RPJMN periode 2020-2024 akan dievaluasi, termasuk tujuan prevalensi stunting sebesar 14% pada tahun 2024. Wapres berharap ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program yang telah dilaksanakan, baik dari segi capaian maupun pembelajaran serta rekomendasinya. Evaluasi ini penting agar program-program yang kami laksanakan dapat terus berlanjut dan menjadi prioritas pemerintahan selanjutnya.

Kedua, Wapres meminta agar faktor-faktor yang menyebabkan melambatnya penurunan angka stunting selama dua tahun terakhir dapat diidentifikasi dan dikelola. Fokuskan strategi dan pendekatan pada pencegahan stunting baru, tanpa mengurangi intervensi terhadap anak stunting.

Selain itu, fokuskan intervensi kebijakan yang berbeda pada hal-hal yang mempunyai kekuatan paling besar untuk mempercepat pengurangan keterbelakangan.

Lebih lanjut, saya meminta agar komitmen dan visi pimpinan terhadap program pengurangan kesenjangan pertumbuhan, baik di pusat maupun daerah, terutama dengan masa transisi dan pergantian kepemimpinan pada tahun ini, tetap dipertahankan, kata Wapres.

Kepala BKKBN Dr Hasto dalam laporannya menyatakan, topik Rakernas Tahun 2024 sesuai dengan pedoman Presiden dan Wakil Presiden untuk penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas.

“Kita tahu bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun 2030 merupakan akhir dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan merupakan batu loncatan menuju Indonesia Emas pada tahun 2045. Untuk itu, kita harus mengentaskan kemiskinan dan kelaparan ekstrem yang juga merupakan bagian dari upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan kelaparan ekstrem. pertumbuhannya lambat,” ujarnya.

Hasto mengatakan, tugas BKKBN sangat sederhana. Pertama, menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk (PTS). Kedua, bagaimana menciptakan keluarga yang berkualitas.

Untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan penduduk, BKKBN menggunakan indikator Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata angka kelahiran total. TFR Indonesia pada tahun 1971 adalah 5. Bahkan ada yang mempunyai anak 6 sampai 10 orang.

“Dulu anak banyak. Tapi dengan program luar biasa Pemerintah dengan slogan “Dua anak cukup”, targetnya rata-rata perempuan lahir tahun 2024 mencapai 2,1. Ternyata tahun 2022 TFR akan meningkat. mencapai 2,18”, ujarnya.

Atas pencapaian tersebut, Hasto mengapresiasi seluruh petugas lapangan sebagai pemimpin di lapangan, meski masih terdapat perbedaan. Ada daerah yang TFRnya sudah 2,1 seperti Jawa, Bali, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur.

Namun di banyak daerah, angka kehamilan secara keseluruhan masih cukup mengkhawatirkan, seperti NTT dan Papua. Kesenjangan ini harus dikurangi, kata Hasto.

Mendukung target Angka Kematian Ibu (MMR) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang dicanangkan Menteri Kesehatan. MMR dan AKB merupakan indikator status kesehatan suatu bangsa.

“Suatu bangsa dikatakan baik tingkat kesehatannya jika AKI dan AKBnya juga baik. Dan dengan adanya program dan keluarga berencana yang baik maka akan menurunkan AKI dan AKB,” ujarnya.

Salah satu hal yang perlu diperhatikan, menurut dr. Hastou, adalah pergerakan angka kesuburan (ASFR) antara usia 15 dan 19 tahun. Ternyata dari tahun ke tahun angka tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan.

“Kalau ditanya setiap 1.000 perempuan yang pernah hamil atau melahirkan, jawabannya saat ini 20,” kata Hasto.

Penurunan TFR semakin mengurangi rasio ketergantungan antara pekerja, pengangguran, dan konsumen. Ternyata, pada tahun 2020, rasio ketergantungan mencapai 44,33. Artinya, 100 pegawai hanya menghidupi 44 warga tidak produktif.

Puncak bonus demografi ini sebenarnya terjadi pada tahun 2020. “Kita sering bilang negara ini sedang memasuki bonus demografi. Tapi di tingkat nasional, kita justru perlahan-lahan meninggalkan ‘jendela peluang’ bonus demografi. Hanya satu provinsi dan provinsi lain yang tidak sama,” kata Hasto.

Dengan demikian, puncak bonus demografi terkoreksi yang tercapai lebih awal dari proyeksi tahun 2015, yang diperkirakan puncaknya terjadi pada tahun 2030.

Mengapa Bonus Demografi Maju? Menurut Hast, karena TFR yang turun. Selain itu, tren pernikahan mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sepuluh tahun yang lalu ada 2 juta pernikahan per tahun. Saat ini jumlahnya berkurang menjadi 1,5 juta per tahun.

Tahapan bonus demografi belum merata antar provinsi. Ada provinsi yang sudah memasuki fase bonus demografi, ada yang sedang berlangsung, ada pula yang agak mengkhawatirkan seperti NTT. Faktanya, provinsi tersebut belum bisa memperkirakan kapan bonus demografi akan terealisasi.

“Lebih spesifiknya, NTT harus mempunyai rencana yang benar-benar memperhatikan Desain Pembangunan Kependudukan Besar,” jelas Hasto seraya menambahkan bahwa secara teoritis puncak bonus demografi bisa digeser dengan mengerem TFR.

Selain itu, pekerjaan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, suka atau tidak suka. Ketika kualitasnya membaik maka bonus demografi akan terwujud

Adapun peningkatan penuaan penduduk akan terjadi secara otomatis seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup penduduk Indonesia. Yang pasti, tidak ada program pemerintah untuk menurunkan populasi lansia, selain pengendalian kelahiran (bayi) melalui penggunaan alat kontrasepsi.

“Kita harus hati-hati dalam menghadapi penuaan penduduk, dimana ‘generasi sandwich’ lah yang paling menanggung bebannya. Kalau generasi sandwich tidak berkualitas maka akan cukup sulit (bangsa ini untuk maju),” ujarnya. dikatakan. .

Dihadapan sejumlah menteri yang turut hadir dalam Rakernas tersebut, ia menyinggung soal keluarga berkualitas.

“BKKBN harus menciptakan keluarga yang berkualitas. Karena keluarga adalah fondasi utama dan kita fokus pada keluarga,” ujarnya.

Ukuran kualitas keluarga adalah iProud. Indeks pembangunan keluarga tersebut diperoleh dari indeks kedamaian (59,44), kemandirian (53,58), dan kebahagiaan (71,26). Berdasarkan provinsi, ketiga indeks ini bervariasi dari satu provinsi ke provinsi lainnya.

“Di beberapa daerah, meski belum mandiri secara ekonomi, tapi banyak yang bahagia, seperti Aceh dan Kalimantan Utara. “Di daerah itu, meski sebagian warganya miskin, namun banyak kebahagiaannya,” kata Hasto.

Hasto juga menyinggung ketertinggalan dalam pertumbuhan. Angka kejadian stunting dikatakan menurun secara signifikan dari tahun ke tahun. Meski penurunan tersebut tidak sesuai ekspektasi, namun jumlah keluarga berisiko stunting (SFT) mengalami penurunan signifikan.

“Jadi keluarga yang tidak punya air bersih, toiletnya di bawah standar, rumahnya kotor, mengalami penurunan yang signifikan,” jelasnya.

Data yang ada di BKKBN menunjukkan pada tahun 2023 jumlah KRS sebanyak 11.896.367 KK, menurun dibandingkan tahun 2022 sebanyak 13.123.418 KK.

Menurutnya, 1,7 juta pernikahan terjadi di Indonesia setiap tahunnya. Dari pernikahan tersebut, para pengantin baru (catin) seringkali tidak mempersiapkan kehamilan. Perhatian mereka terhadap prakonsepsi sangat rendah.

“Dari 1,5 juta orang yang akan menikah pada tahun 2023, hanya 613.113 calon pengantin yang siap diukur lingkar lengan dan berat badannya. Dari jumlah itu, masih banyak yang terlalu kurus sehingga mencapai 140.163 catina,” dia berkata.

Sedangkan 20 persen kucing menderita anemia (anemia ringan, sedang, dan berat).

Padahal, jika dilakukan skrining dengan baik, banyak yang bisa ketahuan (diobati) di tingkat hulu. Kalau mau hamil, harus sehat dulu agar bisa melahirkan anak yang sehat, tanpa keterlambatan tumbuh kembang. “ucap Mora.

Kewajiban di tahun 2024, BKKBN harus bertindak lebih cepat. Untuk itu, di sela-sela Rakernas, diluncurkan program Percepatan Penurunan Stunting (SIDAK Stunting).

“Program ini akan kami percepat, pantau dan tindak lanjuti. Tim Dukungan Keluarga (FPK) di lapangan akan siap membantu keluarga yang terancam stunting,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *