Hampir 97 Persen Anak Usia 5-19 Tahun tak Cukup Makan Sayur dan Buah

krumlovwedding.com, JAKARTA – Ahli gizi klinis Dr Tirta Prawita Sari mengatakan hampir 97 persen anak usia 5 hingga 19 tahun kurang mengonsumsi sayur dan buah. Hal ini berpotensi meningkatkan risiko obesitas dan masalah kesehatan lainnya.

Tirta mengatakan pola makan yang buruk dapat memicu peradangan pada tubuh yang dikaitkan dengan risiko kesehatan jangka panjang. Penting untuk mengontrol kualitas makanan yang dikonsumsi anak.

Banyak anak yang kurang mendapatkan asupan buah dan sayur, padahal asupan tersebut sangat penting bagi kesehatan. Data menunjukkan hampir 100 persen anak tidak mengonsumsi jumlah yang disarankan.

Ia mengatakan dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa (12/11/2024), “Keterlibatan keluarga dan lingkungan sangat penting dalam pembentukan pola makan sehat. Pendidikan tentang gizi yang baik sebaiknya dilakukan sejak dini.”

Selain itu, ia mengatakan konsumsi minuman manis berlebihan pada anak dianggap sebagai masalah serius yang berujung pada obesitas. Menurut dia, tingginya konsumsi minuman manis ini juga dibarengi dengan kurangnya aktivitas fisik pada anak.

Oleh karena itu, masyarakat harus selalu membaca fakta gizi produk makanan mulai dari sekarang agar terhindar dari konsumsi gula berlebih, kata Dr Tirta.

Menurut dr Tirton, minuman manis yang murah kerap menarik perhatian anak-anak. Strategi pemasaran yang agresif juga mempengaruhi konsumsi sehari-hari mereka.

Situasi ini diperparah dengan masih lemahnya kebijakan pemerintah terhadap obesitas. “Negara-negara lain ini telah menerapkan intervensi yang lebih efektif untuk mengurangi konsumsi gula di kalangan anak-anak,” kata Dr Tirta.

Dalam kehidupan sehari-hari, obesitas seringkali tidak dianggap sebagai penyakit, dan kurangnya dokter spesialis di bidang ini membuat pengobatan menjadi sulit. Pendidikan minimal dan pandangan masyarakat mempengaruhi cara penanganan obesitas.

Terbatasnya jumlah tenaga medis yang fokus pada obesitas membuat masalah kesehatan lain seperti diabetes tidak bisa ditangani dalam waktu bersamaan. Hal ini membuat kondisi pasien obesitas semakin parah, jelas dr Tirta.

Meskipun obesitas sendiri merupakan suatu diagnosis dan masalah kesehatan yang serius, namun seringkali hal ini tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan karena dianggap sebagai masalah kosmetik. Permasalahan yang dihadapi pasien obesitas adalah ketika mereka secara sadar memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan konseling atau terapi, pihak asuransi kesehatan, bahkan BPJS Kesehatan, tidak mau menanggung biayanya.

“Asuransi kesehatan hanya akan membayar jika obesitas telah mengakibatkan penyakit lain yang lebih serius, seperti penyakit bencana. Penyakit yang tidak dapat diobati tanpa obesitas akan ditangani terlebih dahulu.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *