krumlovwedding.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia sedang melakukan penyelidikan terhadap buah anggur muscat yang diduga terkontaminasi pestisida berbahaya. Langkah ini diambil menyusul laporan laboratorium Thai Pesticide Alert Network (Thai-PAN) yang mengungkapkan adanya residu 14 bahan kimia pada anggur muscat dengan konsentrasi melebihi batas aman yaitu 0,01 mg per kg.
Pestisida merupakan zat beracun yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati, sehingga menimbulkan resistensi, munculnya kembali, munculnya hama baru dan gangguan kesehatan bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga harus ditangani dengan sangat hati-hati. WHO mencatat lebih dari 1.000 jenis pestisida digunakan di dunia. Di bidang pertanian, termasuk penanaman anggur, pestisida biasanya digunakan untuk membasmi hama yang merusak tanaman.
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh PMC, residu pestisida yang umum ditemukan pada tanaman anggur antara lain fungisida seperti boscalid dan insektisida seperti methoxyfenozide. Seperti jenis pestisida kimia lainnya, fungisida dapat mencemari sumber air minum yang sangat penting bagi kesehatan manusia.
Toksisitas akut fungisida terhadap manusia umumnya dianggap rendah, namun dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata. Menghirup kabut atau debu dari pestisida ini dapat menyebabkan iritasi tenggorokan, bersin dan batuk, menurut sebuah penelitian di Pennsylvania State University. Paparan fungisida dengan konsentrasi rendah secara kronis dapat menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan.
Pestisida insektisida juga berbahaya bagi manusia. Banyak insektisida yang dapat menyebabkan keracunan jika tertelan, terhirup, atau terserap melalui kulit. Gejalanya bisa berupa mata berair, batuk, gangguan jantung, dan kesulitan bernapas.
Apakah ada pestisida yang aman?
WHO menyatakan bahwa pestisida pada dasarnya berpotensi menjadi racun bagi organisme lain, termasuk manusia. Tidak ada pestisida yang benar-benar aman bagi manusia. Menurut WHO, cara aman menggunakan pestisida hanya jika pestisida tersebut mematuhi batasan dan jika dibuang dengan benar untuk mencegah pencemaran lingkungan.
“Pestisida adalah salah satu penyebab utama kematian akibat keracunan diri, dan beban ini dirasakan secara tidak proporsional di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,” kata WHO dalam situs resminya, Rabu (30 Oktober 2024).
Selain itu, banyak pestisida yang lebih tua dan lebih murah (yang sudah tidak dipatenkan), seperti dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) dan lindane, dapat bertahan di tanah dan air selama bertahun-tahun. Hal ini berdampak buruk pada sebagian besar ekosistem dan dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Bahan kimia ini dilarang oleh negara-negara yang menandatangani Konvensi Stockholm tahun 2001.
WHO merekomendasikan pengurangan penggunaan pestisida bila memungkinkan. Pertama, tentukan sejauh mana penggunaan pestisida benar-benar diperlukan. Carilah cara untuk memecahkan masalah dengan pengelolaan hama non-kimia bila memungkinkan. Jika pestisida diperlukan, carilah produk dengan risiko paling kecil terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.