Industri Khawatirkan Masalah Pasokan dan Harga Gas Bumi

Jakarta – Pasokan gas untuk sektor industri sedang bermasalah. Hal ini berdampak pada efisiensi bisnis yang saat ini sedang tumbuh dengan baik. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada triwulan I tahun 2024 data penggunaan tenaga listrik industri sebesar 73,61%, meningkat dari penggunaan tenaga listrik pada triwulan I tahun 2024 sebesar 72,33%.

Kemajuan sektor ini juga dipengaruhi oleh tidak meratanya penerapan sebagian harga gas bumi (HGBT). Pemain di tujuh sektor – pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca dan sarung tangan – seringkali diharuskan membeli gas di atas standar HGBT, yaitu US$6 juta BTU. Pasokan dan harga gas ini mengancam daya saing industri Indonesia dalam persaingan global.

Ketua Umum Asosiasi Industri Indonesia (ASAKI) Edy Suyanto mengatakan permasalahan pasokan gas bumi menjadi ancaman bagi kemajuan industri manufaktur pada umumnya dan industri keramik pada khususnya, mulai tahun 2018, Februari 2024 Perusahaan Gas Negara (PGN) akan menerapkan kuota konsumsi gas yang disebut dengan alokasi gas teknis (AGIT) pada kisaran 60%-70% yang mengindikasikan permasalahan pasokan di atas.

Namun para anggota kelompok tersebut harus menangani produksi dan penjualan industri keramik kepada para pembeli dan penjual dan terpaksa membayar harga minyak yang tinggi. Bahkan menurut catatan kami, ada yang mencapai US$15 per MMBtu, sedangkan HGBT untuk sektor keramik US$6 per MMBtu dan dunia,” jelas Edy dalam sambutannya, Sabtu (5/11/2024).

Edy menambahkan, bisnisnya sedang terpuruk. Kebijakan ini menyulitkan perusahaan dalam menyusun rencana kerjanya. Mereka juga terpaksa mulai memotong jalur produksi. Langkah yang dianggap tidak mendukung industri oleh PGN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri, diperkirakan akan menghambat pertumbuhan industri.

Operasi bersih industri keramik tanah air yang sempat terhenti akibat terputusnya pasokan gas dari Perusahaan Gas Negara (PGN), khususnya di wilayah Jawa Barat sejak awal tahun 2024 hingga saat ini ketika kehidupan industri keramik terancam,” kata Edy.

Bangkit Wirayawan, Analis Kebijakan Publik Universitas Diponegoro (Undip), mengatakan kondisi pasokan gas berdampak pada sektor yang sedang booming dalam beberapa tahun terakhir.

“Tentu saja hal ini berdampak signifikan terhadap penurunan daya saing produk industri Indonesia seiring dengan meningkatnya biaya produksi untuk memenuhi kebutuhan gas yang kecil. Tanpa dukungan lembaga pendidikan dan manajemen yang baik, dengan kehandalan tenaga gas yang dimiliki PGN,” Indonesia industri tidak dapat bersaing di kawasan ini. Belum lagi berkelas dunia,” kata Pak Bangit.

Menurut Bangkit, pasokan dan ketidakpastian harga gas berkaitan langsung dengan kelancaran proses operasional. Faktanya Untuk dapat sukses dalam bisnis yang sangat kompetitif dan inovatif. Alasannya harus sama dengan bahan baku produksi.

Selain terganggunya proses yang berarti ketidakpastian produksi, jika hal ini terus berlanjut dalam jangka menengah, situasi ini dapat mengurangi kepercayaan pasar terhadap kemampuan Indonesia dalam mendukung pertumbuhan bisnis. Dalam jangka panjang, masalah pasokan gas ini akan menurunkan upaya bisnis untuk “Persaingan di pasar dunia dilakukan oleh pelaku ekonomi. Dan pada akhirnya dapat mengakibatkan terpuruknya usaha tersebut,” jelas Pak Bangit.

Bangkit, dokter dari Universitas Nagoya Jepang, mengatakan hambatan proses memaksa pemain profesional untuk memenuhi kebutuhannya melalui cara lain. Dan tentu saja, hal ini juga menyebabkan peningkatan biaya tenaga kerja. Meski begitu, mereka memutuskan untuk menunggu gasnya datang. Namun penantian panjang ini meningkatkan biaya tenaga kerja. Karena mereka tidak bisa menghentikan prosesnya.

“Kenaikan harga akan meningkatkan harga jual dan jika produk masuk ke pasar internasional maka akan sulit bersaing dengan produk sejenis dari negara lain yang tidak memiliki permasalahan sulit tersebut di tingkat regional dengan Vietnam atau Thailand,” kata Bangkit.

Jika tidak segera diperbaiki Berkurangnya persaingan ini akan berdampak pada menurunnya pangsa pasar produk Indonesia di luar negeri. Selain itu, akan mendorong pengusaha untuk mengurangi jumlah pekerjaan yang berarti jumlah pekerja akan berkurang dan jumlah pekerja akan berkurang.

“Risiko penurunan jumlah tenaga kerja memang ada. Tapi ini masalah jangka panjang. Masih ada waktu untuk menghindari situasi yang mengancam kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia,” kata Bangkit.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *