Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim Nilai Jaksa KPK Belum Dapat Pendelegasian dari Jaksa Agung

JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menerima surat eksepsi atau keberatan Hakim Agung Mahkamah Agung nonaktif Gazalba Saleh. Hakim menjelaskan alasan menerima permintaan Gazalba Saleh.

Hakim Presiden Fahzal Hendri mengatakan tudingan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa diterima karena dalam kasus korupsi Gazalba Saleh tidak menerima surat penunjukan untuk melimpahkan wewenang Jaksa Agung. .

Namun Jaksa yang ditugaskan di Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam hal ini Direktur Penuntutan KPK, tidak pernah menerima pelimpahan kuasa penuntutan dari Jaksa Agung Indonesia yang merupakan jaksa penuntut umum tertinggi karena ia memegang kekuasaan. asas Penuntutan Tunggal,” kata Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (27/5). /2024).

Di sisi lain, Anggota Komisi Yudisial Rianto Adam Pontoh menjelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan peradilan umum. Namun, penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberi tugas merujuk terdakwa Gazalba Saleh belum mendapat pelimpahan dari Kejaksaan Agung.

Pontoh mengatakan, delegasi Kejaksaan Agung telah dikirim ke Sekjen Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, perintah tersebut belum final.

Mengingat perintah yang dikeluarkan Jaksa Agung RI terkait pengalihan tugas jaksa di lingkungan KPK dari jabatan Direktur Penindakan ke Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bersifat definitif, kata Ponto.

Artinya, tidak ada pendelegasian tanggung jawab penuntut umum, dan tidak ada keterangan (penjelasan) tentang pelaksanaan administrasi dan petunjuk (instruksi) penggunaan administrasi tersebut, imbuhnya.

Oleh karena itu, hakim menjelaskan ketentuan dalam surat keputusan tersebut tidak dilaksanakan. Oleh karena itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus korupsi Gazalba Saleh tidak mempunyai kewenangan.

Oleh karena itu, jika syarat pelimpahan tersebut di atas tidak dipenuhi, maka menurut majelis hakim, Direktur Penindakan KPK tidak mempunyai kewenangan sebagai jaksa, dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara pidana. praktik korupsi dan TPPU,” tegas Pontoh.

Namun, lanjut Ketua Hakim Fahzal, JPU KPK masih bisa mengajukan banding. Sebab, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tinggal menyelesaikan administrasi yang perlu diselesaikan.

“Persoalan ini syaratnya kalau ada surat, kalau ada surat bisa diajukan lagi, jadi biasa saja, jadi begitu terdakwa sudah menyerahkan, kami akan pertimbangkan,” ujarnya.

“Silakan diisi dokumennya, kewenangannya, delegasinya, kalau ada bisa diajukan lagi, ini sah saja,” ujarnya.

Sebagai informasi, Jaksa Agung (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh menerima bonus Rp650 juta terkait dengan jalannya perkara Kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS – LH/2022 dengan terdakwa Jawahirul Fu’ad. Uang itu diambilnya bersama pengacara bernama Ahmad Riyadh.

“Perbuatan terdakwa dan Ahmad Riad saat menerima bonus uang sebesar Rp. 650 juta harus dianggap suap, karena berkaitan dengan jabatan, dan bertentangan dengan tugas dan kewajiban Terdakwa sebagai Hakim Ketua. Negara Republik Indonesia,” kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dari ruang sidang tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).

Jaksa KPK dalam gugatannya menyebut Jawahirul Fu’ad menghadapi permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Atas permasalahan hukum tersebut, Jawahirul Fu’ad ditetapkan sebagai terdakwa dan kemudian mengajukan perkara ke Pengadilan Negeri Jombang.

Berdasarkan putusan nomor 548/Pid.B/LH/2020/PN Jbg tanggal 7 April 2021, Jawahirul Fu’ad dinyatakan bersalah dan divonis satu tahun penjara menunggu banding atas putusan tersebut 485/PID.SUS-LH/2021/PT SBY tanggal 10 Juni 2021.

Jawahirul Fu’ad kemudian menghubungi Kepala Desa Kedunglosari, Mohammad Hani, untuk mencari cara memproses kasus tersebut di tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA). Belakangan keduanya bertemu dengan Agoes Ali Masyhuri tentang tujuan Jawahirul Fu’ad. Dalam pertemuan tersebut, Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad lalu meminta Jawahirul Fu’ad dan Mohammad Hani datang ke kantornya.

Ahmad Riyad berdasarkan penyampaian tersebut telah melakukan verifikasi terhadap sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) terkait perkara Jawahirul Fu’ad dalam berkas perkara Kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS -LH/2022 yang terdiri atas majelis hakim. Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh (terdakwa),” kata jaksa.

“Setelah mengetahui salah satu hakim yang mengadili perkara tersebut adalah terdakwa, Ahmad Riyad sepakat untuk menangkap Jawahirul Fuad dan terdakwa dengan membayar Rp 500 juta kepada terdakwa, setelah Ahmad Riyad menghubungi terdakwa,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *