krumlovwedding.com, JAKARTA — Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah besar yang masih menjadi tantangan besar di banyak belahan dunia. Sayangnya, korban kekerasan sering kali disalahkan.
Selain dianggap menyakitkan, sikap tersebut menghambat proses kesembuhan korban. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menghimbau semua pihak untuk tidak menyalahkan perempuan korban kekerasan dan memberikan dukungan kepada korban dalam pemulihannya.
“Misalnya, jika terjadi kekerasan terhadap perempuan di daerah kita, tolong berhenti menyalahkan korban. Yang diperlukan adalah membantu korban untuk pulih dari situasi ini,” kata Veryanto Sitohang, anggota Komite Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Ia menyoroti perlindungan sebagai upaya untuk mengurangi tingkat kekerasan terhadap perempuan, salah satunya dengan mengubah cara pandang terhadap budaya patriarki di masyarakat dan mengubah sistem pendidikan yang berpihak pada perempuan. “Ada banyak cara untuk menghentikan hal ini, misalnya dengan mengubah sistem pendidikan kita yang berpihak pada perempuan, termasuk mengubah cara kita memandang budaya, namun tetap sejalan dengan keinginan masyarakat, dan mendorong semua orang untuk menghormati laki-laki dan perempuan. .” katanya
Upaya lainnya, kata dia, adalah agar aparat penegak hukum dan pemerintah daerah bersedia menggunakan undang-undang yang ditetapkan undang-undang. “Kami berharap semua arahan yang diberikan dalam undang-undang dapat dipatuhi, baik oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah, misalnya pemerintah daerah diperbolehkan mendirikan pusat perlindungan perempuan dan anak yang terpadu,” ujarnya.
Menurut laporan tahunan Komite Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Catahu) tahun 2023, kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah besar di Indonesia, dengan 289.111 kasus dilaporkan sepanjang tahun. Kelompok usia 18-24 tahun yang tergolong remaja menjadi korban terbesar dengan 1.342 kasus. Kekerasan di sektor publik, termasuk di lingkungan pendidikan, juga meningkat sebesar 44 persen, dan kasus kekerasan berbasis teknologi meningkat di kalangan remaja dan pelajar.