krumlovwedding.com, JAKARTA – Misinformasi mengenai kanker payudara masih ada hingga saat ini, padahal kanker payudara merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak di Indonesia. Menurut studi Asosiasi Telekomunikasi pada tahun 2017, sekitar 41,2 persen berita palsu berkaitan dengan informasi kesehatan, termasuk kanker payudara.
Hal ini semakin menumbuhkan stigma berbahaya yang menghalangi deteksi dini dan pengobatan. Misinformasi yang memicu stigma seputar kanker payudara berkontribusi terhadap meningkatnya beban layanan kesehatan di Indonesia, sehingga hal ini dianggap sebagai risiko global.
“Sampai saat ini, banyak perempuan yang masih menunda deteksi dini dan pengobatan karena takut akan prosedur medis, perasaan kehilangan kendali atau stigma yang terkait dengan kanker payudara,” kata wakil direktur medis Parkway Cancer Center dan konsultan senior onkologi. (PCC) Dr Khoo Kei Siong, dalam keterangan tertulisnya dikutip Rabu (16/10/2024).
Stigma seputar kanker payudara seringkali didasarkan pada keyakinan yang salah bahwa pasien tidak akan berumur panjang, bahwa mereka dipandang sebagai orang yang malang dan tidak sempurna, yang berdampak negatif terhadap kepercayaan diri dan citra tubuh mereka. Kesalahpahaman lainnya adalah keyakinan bahwa mastektomi (pengangkatan seluruh payudara) adalah satu-satunya pilihan medis, sehingga meningkatkan ketakutan pasien. Faktanya, diagnosis dini membuka lebih banyak pilihan pengobatan, seperti lumpektomi (pengangkatan sebagian jaringan).
Menurut Dr. Khoo, mengatasi tantangan seputar kanker payudara di Indonesia tidak cukup hanya dengan menghilangkan stigma, namun juga memerlukan pendekatan yang komprehensif. Menurut Kementerian Kesehatan, sekitar 43 persen kematian akibat kanker payudara di Indonesia dapat dicegah melalui deteksi dini, didukung dengan dorongan dari lingkungan sekitar pasien.
“Pengobatan kanker yang efektif harus dilengkapi dengan pemahaman holistik, serta perawatan holistik yang dapat memberikan pasien pengalaman pengobatan yang lebih baik secara keseluruhan,” kata Dr. Khoo.
Pasalnya, pasien kanker seringkali merasa sedih, bingung, dan khawatir akan nasibnya, terlepas dari stadium penyakitnya terdiagnosis. Oleh karena itu, perawatan holistik sangat penting, yang mencakup pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan, konseling, konseling pola makan seimbang, dukungan emosional dari orang-orang tercinta, serta perawatan komprehensif.
“Selain itu, memiliki support system yang kuat seperti komunitas, dapat sangat meringankan beban emosional pasien selama menjalani pengobatan,” ujarnya.