Kisah Kerajaan Panai, Wilayah Kekuasaan Majapahit di Sumatera Utara yang Kaya akan Emas

Kerajaan Panai yang merupakan sub wilayah Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk terkenal sangat kaya raya. Kerajaan ini konon mempunyai pendapatan alam berupa emas dan hasil hutan, yang pada awalnya mungkin merupakan kerajaan yang berdiri sendiri hingga akhirnya berada di bawah kekuasaan Majapahit.

Kerajaan ini terletak di sebelah utara Pulau Sumatera, yang konon merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara saat ini. Kerajaan Panai, Pannai atau Pane merupakan sebuah kerajaan Budha yang didirikan pada abad ke-11 hingga ke-14 di pesisir timur Sumatera Utara.

Kerajaan ini terletak tepat di lembah sungai Panai dan Barumun yang mengalir saat ini di Kabupaten Labuhanbat dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Meski banyak kerajaan lain yang mencatatkan kehidupannya, namun nampaknya kerajaan ini belum begitu dikenal masyarakat umum. Hal ini bisa jadi disebabkan karena kurangnya sumber sejarah yang masih ada, sangat sedikit prasasti yang menyebutkan kerajaan ini.

“Sebagai kerajaan kecil, tidak menutup kemungkinan Kerajaan Panai menjadi kerajaan bawahan Kerajaan Sriwijaya dan kemudian jatuh ke tangan Dharmasraya,” sebagaimana disebutkan dalam “Sejarah Kerajaan Bawahan Majapahit di Luar Jawa dan Luar Negeri”.

Kerajaan ini pertama kali terungkap melalui Prasasti Tanjore yang berbahasa Tamil bertanggal 1025 dan 1030 Saka, dibuat oleh Raja Rajendracola I, di India Selatan. Candi tersebut menyebutkan penyerangan terhadap Sriwijaya. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa kerajaan Panai dan pelabuhannya merupakan salah satu penaklukan yang dilakukan oleh Rajendrakola I dari Colamandal India.

Selain Panai, penggerebekan Cola juga merebut Malaiyur, Ilangasogam, Madamalingam, Ilakiriesam dan Kadaram. Karena disebutkannya Kerajaan Panai sebagai salah satu negara taklukan dalam serbuan Sriwijaya timbul dugaan bahwa Kerajaan Panai merupakan salah satu negara anggota Mandala Sriwijaya.

Tiga abad kemudian, nama kerajaan ini disebutkan kembali dalam kitab Nagarakretagama, sebuah naskah kuno kerajaan Majapahit yang ditulis oleh Mpu Prapanca bertanggal 1365 Saka. Pada pupuh ke-13, Pane disebutkan sebagai bagian dari negeri di Sumatera yang berada di bawah pengaruh mandala Majapahit.

Kemudian, ketika Dharmasraya berada di bawah kekuasaan Majapahit, otomatis Panai menjadi bagian kekuasaan Majapahit. Meski sedikit yang diketahui, kerajaan Budha Tantrayana ini meninggalkan beberapa candi Budha yang tersebar di seluruh kawasan Pura Padanglawas. Jumlah candi yang tersisa pada Kerajaan Panai sekitar 16 bangunan, salah satunya adalah Candi Bahal.

Beberapa arkeolog mengatakan, diduga kekayaan alam Kerajaan Panai memungkinkan dibangunnya 16 bangunan candi tersebut. Kemungkinan ini terkait dengan pendanaan candi dan topografi kerajaan yang memungkinkan wilayah tersebut lebih subur dibandingkan saat ini.

Kerajaan Pana konon sangat kaya akan hasil hutan terutama kapur barus dan hewan ternak. Belum lagi hasil perut dunia yaitu emas. Bahkan konon terdapat beberapa bukti sejarah adanya pelabuhan di pantai timur dan barat yang mengindikasikan adanya aliran kekayaan alam dari dan ke Kerajaan Pana.

Dua port dikatakan saling berhubungan. Letaknya pada garis yang memisahkan sumbu Sumatera secara vertikal. Kawasan kapur barus terkaya di antaranya terdapat di Bukit Barisan, sebuah rangkaian pegunungan memanjang yang membentang di Pulau Sumatera.

Panai juga konon berasosiasi dengan kawasan yang terletak di hulu Sungai Barumun, di Padanglaw. Sungai ini mengalir ke utara hingga pantai timur Sumatera dan bermuara di Selat Malaka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *