Kisah Paitun, Jemaah Haji Tertua Berusia 92 tahun dari Malang Berangkat Hasil Warisan dan Buruh Tani

Malang – Paitun merupakan jamaah haji tertua di Kabupaten Malang. Ia merupakan rombongan ke-26 asal Kabupaten Malang yang berangkat dari titik embarkasi Juanda Surabaya.

Paitun, 92 tahun, masih terlihat normal dan berjalan normal. Namun, Pai Tun merasa agak kesulitan berkomunikasi dengan para pendatang baru. Ia harus dibimbing dan disponsori oleh keponakannya yang setia menemaninya di rumah.

Keponakan Paitun, Yoyun Maslaha, mengatakan, berdasarkan catatan Administrasi Kependudukan, bibinya lahir 9 Agustus 1932 dan berusia 92 tahun. Namun, Nimbus mengakui bahwa dia tidak mengetahui usia pastinya dan mungkin dia lebih tua dari catatan populasi.

“KTP-nya bilang umurnya 92 tahun. Tapi umur pastinya saya belum tahu, bisa jadi lebih tua. Sebelumnya tidak tercatat keadaan lahirnya,” kata Yu Yun di alamatnya di Jalan Raden Saleh, Dusun. Kata Pabrian RT 15 RW 3 Sukonolo saat ditemui di rumahnya di Desa, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Yuyun menambahkan, bibinya juga ingin menunaikan ibadah haji setelah dibujuk oleh tetangganya. Berdasarkan pesan tetangga, Paitun akhirnya mendaftar haji pertamanya pada tahun 2018.

“Tetangganya bilang, daripada tidak punya anak laki-laki, lebih baik dia berangkat (haji), biar lebih sempurna (rukun Islam), ya, namanya diarahkan untuk pergi. ( untuk haji) Ya, keluarga tidak menghalangi. “Alhamdulillah, tetangga saya memberi nasihat yang baik,” katanya.

Alhasil, uang warisan keluarga terpakai untuk membiayai haji. Namun Yuyun mengaku pihak keluarga tidak mengetahui menahu saat mendaftar. Saat itu, ada tetangga yang menyarankan dan mengajaknya mendaftar haji di KBIH Al Rifa’i.

Ya Allah, rukun Islamnya sempurna. Kalau dia mau berangkat haji, kami tidak tahu. ” dia berkata.

Sejak awal membayar biaya pendaftaran haji, Paitun akhirnya mengukuhkan tekadnya untuk berangkat haji di akhir tahun 2023. Saat itu, keputusan keluar Paitun terbilang mendadak karena nyatanya Yu Yun menyebut belum ada informasi. yang menandakan Paitun akan hengkang pada tahun 2024.

“Iya informasinya kurang lengkap, jadi kaget jadwalnya bukan untuk tahun ini. Apalagi kelebihannya (biaya pendaftaran) disetor ke bank dan akhirnya semuanya digunakan untuk biaya haji. Lebih 35 (juta) , dengan subsidi pemerintah seharusnya 90 (sepuluh ribu yuan), yaitu 60 (sepuluh ribu yuan).

Uang yang digunakan untuk membiayai haji diakui sebagai uang warisan keluarga. Namun untuk mendapatkan uang tambahan dan kebutuhan lainnya, perempuan yang mencari kayu bakar untuk memasak dan bekerja di ladang harus kembali mencarinya setiap hari.

“Biaya hajinya naik, jadi ujung-ujungnya uang itu habis untuk berangkat, uang jajan, dan mengerjakan urusan di rumah (Syukur, dll) dan harus cari lagi. Tante mendapat warisan, tapi tidak banyak. . Cukuplah dia buruh (petani), sekarang sudah tidak bisa bekerja lagi, sudah tua,” jelasnya.

Menurut dia, untuk mencari sisa uangnya, pihak keluarga akan mencoba menjual beberapa properti di Paitun. Karena Paitun juga mempunyai sawah dan kebun.

“Bibi saya dulunya seorang buruh tani, menanam tebu di sawah, kebun, dan perkebunan. Suaminya sudah lama berpisah (menceraikannya) sehingga saya lupa tahun berapa saat itu. “Saya masih muda, dan mungkin sekarang” Suami saya sudah meninggal, saya tidak tahu, saya tidak akan mendengar kabarnya lagi,” jelasnya.

Saat Paitun bersiap berangkat ke Tanah Suci Mekkah, keluarganya menemaninya ke KBIH Al Rifa’i untuk menunaikan ibadah haji. Yuyun, suami dan anak-anaknya pun berkali-kali melahirkan Patun Manashik.

Entah lupa atau tidak, itu kadang muncul begitu saja. Suatu pagi saya mau ada upacara dan tante keluar mencari kayu bakar, jadi akhirnya saya kirimkan dulu. anak-anak ke sekolah dan kemudian saya pergi menemui bibi saya untuk upacaranya,’ jelasnya.

Yuyun mengaku menitipkan tantenya kepada ketua tim untuk membimbingnya. Pasalnya Patun memang membutuhkan perawatan khusus, meski dalam keadaan sehat dan tidak pernah memiliki penyakit bawaan seperti darah tinggi, diabetes, atau bahkan gula darah.

“Semua normal, tidak ada apa-apa (darah tinggi, kencing manis, gula), hanya tante ini yang sakit maag. Agak kurang enak, kalau tidak pas susah makannya.” (Mekkah nanti seperti apa) Keluarga kami percaya pada imamnya, ada ketua rombongannya, jadi mereka hanya membimbing kami,” jelasnya.

Paitun bahkan mengaku tidak tahu harus berdoa atau membaca apa. Yang terpenting bagi Paitun adalah dia duluan dan mendapat bimbingan dari ketua tim. “(Mau doakan apa) Entahlah, terus saja, mereka suruh baca, jadi bacalah,” jawab Paton sambil tersenyum.

Namun Patun berharap perjalanannya ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji lancar dan mudah. “Ya, semoga semuanya berjalan baik dan lancar dan saya bisa menjadi jamaah Maburu,” kata Patun singkat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *