Kisah Pratu Suparlan, Legenda Kopassus Berjuluk Rambo Pembantai Pasukan Komunis Fretilin

Keberanian pasukan TNI menjadi bukti sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia. Salah satunya adalah aksi heroik Panglima Suberlan yang dengan gagah berani mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan anggota Copasus dan Kostrad saat terjadi pembantaian Fretilin di Timor-Leste.

Tindakan heroik anggota Copasus Pradu Suberlan yang dengan gagah berani mengorbankan nyawanya untuk melindungi rekan-rekan prajuritnya di Timor Timur, yang kini dikenal sebagai Timor Leste, dikenang sebagai pahlawan.

Suatu tindakan kepahlawanan yang terkenal terjadi di kalangan prajurit Kopasus selama pertempuran merebut Timor Timur dari pemberontak komunis Fretil. Untuk mengenang Rambo Indonesia, namanya diabadikan sebagai landasan udara di Pustigpasas.

Lokasinya di Kecamatan Badujar, Bandung, Jawa Barat. Landasan pacu sepanjang 1.652 meter dengan permukaan aspal dan ketinggian 762 meter di atas permukaan laut. Yayasan ini dibuka pada tahun 1995 oleh Tangen Cobas.

Dalam artikel yang dimuat di majalah Baret Merah edisi April 2014, Pratu Suparlan mengaku telah menghadapi lebih dari 100 tentara Fretilin. Saat itu, pada tahun 1975, terjadi Revolusi Bunga di Portugal yang menduduki Timor Timur.

Revolusi membuat Portugal tidak mampu mempertahankan wilayahnya, sehingga dimanfaatkan oleh partai politik Komunis Fretil untuk menyerang Timor Timur. Pada saat itu, lebih dari 60.000 warga sipil yang ingin berintegrasi dengan Indonesia dibantai oleh pasukan Fretilin.

Untuk mencegah skenario terburuk, Indonesia membentuk kelompok Kopasanda Nangala-LII (sekarang Kopasus) beranggotakan sembilan orang yang dikirim ke Timor Timur.

Rombongan dipimpin Lettu Boniman Tasuki dan terdiri dari empat anggota Kopusus dan lima personel Kostrad. Rombongan berpatroli di Zona Z, Kompleks Liassiti KV 34-34 di dalam Hutan Bhumi Laros.

Daerah ini dikenal sangat rentan karena merupakan rumah bagi para pejabat penting yang memiliki senjata terbaik pada masanya dan melatih pasukan dengan pengalaman tempur yang luas.

Misi dimulai dengan rencana pasukan Gopsanda untuk menyergap pos pengamatan Fretil untuk mempermudah. Namun, setelah berhasil menyelesaikan proyek tersebut, pasukan Fretil yang berjumlah sekitar 300 orang tiba-tiba muncul dari berbagai arah dengan membawa senjata canggih.

Mereka menggunakan senapan serbu, mortir dan GLM. Posisi pasukan Gopasantha juga kurang baik. Perbedaan jumlah pasukan dan senjata, serta posisinya yang menempel di tepi tebing, membuat pasukan tumbang satu per satu.

Seorang anggota Kostrad yang menunggu di barisan depan langsung terjatuh, disusul tiga orang lagi dari belakang. Kondisi kemudian semakin menindas dan pasukan TNI harus mundur untuk menata ulang strategi.

Kalah jumlah dan tanpa melepaskan tembakan, pasukan ini mundur ke tepi tebing. Sebuah celah di bukit adalah satu-satunya jalan keluar, dan ini merupakan waktu yang tepat bagi mereka untuk melarikan diri sebelum pasukan Fretil menutup celah tersebut.

Di momen genting itu, Tantim memerintahkan anggota yang tersisa mengungsi. Pradu Subarlan kemudian maju untuk mencegat musuh, mengulur waktu bagi pasukan kecil untuk melarikan diri ke tempat yang aman.

Prajurit Suberlan kemudian menghampiri pasukan Fretil dengan membawa senapan mesin otomatis FN milik rekannya yang terjatuh. Beberapa tembakan mengenai tubuhnya. Mereka kemudian memperingatkan dia untuk mundur.

Para saksi mata melaporkan bahwa Pratu Suberlan, meski terluka pada saat itu, bagaikan seekor banteng yang tak henti-hentinya mengejar pasukan Fretil. Bahkan setelah kehabisan amunisi, ia terus berjuang tanpa gentar.

Pradu Suberlan bersenjatakan pisau mengejar anggota Fretil ke semak-semak untuk bertempur dalam jarak dekat. Meski melemah, Pradu Suberlan mampu mengalahkan enam anggota Fretilin.

Akhirnya Pradhu Subarlan mencapai batas dan terjatuh. Dia tidak punya tenaga untuk bergerak dan kemudian dengan berani dia mengeluarkan dua granat dari sakunya dan melemparkannya ke arah anggota Fretille di sekitarnya sambil meneriakkan “Allahu Akbar”.

Jeritannya meledak dengan suara berisik dan puluhan anggota Frettle terjatuh bersamanya. Dalam operasi ini, Kepala Suku Suberlan tewas bersama enam tentara lainnya. Sementara di Fretilin, 83 orang tewas. Banyak anggota yang tersisa ditangkap.

Jenazah Prathu Subarlan ditemukan setengah terbakar. Atas jasanya, Keputusan Presiden No. 20/TK/TH.1987 Pemerintah memberikan Penghargaan Bintang Shakti kepada Gupta Suberlan.

Nama Pratu Subarlan juga diabadikan sebagai nama bandara tersebut, yakni Bandara Subarlan Bustikladpas Batujar, Bandung, Jawa Barat, yang dibuka pada 26 Mei 1991 oleh Panglima Angkatan Darat Jenderal Eddie Sudrajat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *