Kisah Raja Wisnuwardhana Berhasil Satukan Singasari dan Kediri usai Terpecah

Kediri dan Tumapel yang kini menjadi bagian wilayah Malang sempat berperang cukup lama hingga Kerajaan Singasari terpecah belah. Runtuhnya kerajaan ini juga disebabkan oleh perselisihan internal di lingkungan Keraton Tumapel yang biasa disebut Singasari.

Meninggalnya Ken Arok yang mempunyai nama Sri Rajasa Sang Amurwabhumi pada tahun 1227 menandai dimulainya konflik antara Singasari dan Kediri. Daha, kota kedua yang dikuasai Singasari, berusaha mandiri dan berlindung.

Di bawah pemerintahan Bhatara Parameswara atau Mahisa Wong Teleng, Daha yang masih wilayah Kabupaten Singasari tak mau tunduk pada Tumapel yang dipimpin Anusapati. Kerabat Mahisa Wonga Teleng atau Bhatara Parameswara pun ikut mengungsi dan melindungi Mahisa Wonga Teleng.

Menurut Prof, dalam artikelnya yang berjudul “Pemulihan Prasasti Persada Nenek Moyang Macapahit” pada Prasasti Mula Malurung, Slamet Muljana mengatakan, terjadi perubahan pada penguasa daerah. Guning Bhaya dan Tohjaya kemudian digantikan oleh Mahisa Wonga Teleng.

Sepeninggal Tohjaya yang memerintah di Kediri, kedua kerajaan ini berhasil dipersatukan oleh Sri Jayawisnuwardhana Sang Mapanji Seminingrat sejak 19 September 1248. Konon Mahisa Cempaka dan Ranggawuni di Pararaton turut membantu menyatukan kedua kerajaan ini. Ternyata Pamegat di Ranu Kebayan lah yang mengusulkan upaya menyatukan Kediri dan Tumapel.

Wisnuwardhana dengan dukungan para pejabat daerah di Daha akhirnya berhasil menyatukan Kediri dengan Tumapel yang dikuasai setelah wafatnya Anusapati pada tahun 1248. Selain itu Sang Apanji Patipati mengabdi kepada Sri Kertanagara yang diangkat menjadi raja Kediri sejak tahun 1254 menurut ke Nagarakretagama. daerah.

Nama Ranggawuni sama sekali tidak disebutkan dalam Aksara Maribong dan Aksara Mula Malurung. Nama Seminingrat disebutkan dalam dua dokumen tersebut. Dalam Teks Maribong jelas nama Jayawisnuwardhana adalah nama Abhiseka. Sang Mapanji Seminingrat jelas merupakan nama garbhopati Jayawisnuwardhana.

Namun penulis Pararaton tetap anonim hingga ia mengambil nama Ranggawuni. Sebaliknya nama Seminingrat tidak pernah disebutkan dalam Pararaton. Namun Pararaton menjelaskan panjang lebar hubungan Ranggawuni dengan Mahisa Campaka, putra Mahisa Wonga Teleng.

Setelah berhasil mengalahkan Tohjaya yang kemudian melarikan diri ke Kateng Lumbang, Ranggawuni naik tahta di Kerajaan Tumapel dengan nama Abhiseka Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka menjadi ratu Angabaya dengan nama Narasinga.

Namun uraian Pararaton dalam buku Slamet Muljana dikatakan tidak tepat karena ternyata Nararya Tohjaya bukanlah raja di Tumapel melainkan sedang memperebutkan kekuasaan di Kediri. Pemberontakan Nararya Tohjaya tidak disebutkan dalam rekaman Mula Malurung.

Pararaton menyebutkan bahwa Tohjaya meninggal pada tahun Saka 1172 atau sekitar tahun 1250 M dan dimakamkan di Kateng Lumbang. Peristiwa ini terjadi setelah tahun 1250, seiring dengan bergabungnya Kediri dan Tumapel setelah wafatnya Nararya Tohjaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *