Kisah Sultan Agung Selaraskan Penanggalan Kalender Jawa dan Islam di Mataram

Sultan Agun memimpin negara Islam Mataram menuju puncak kejayaan. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Matarama berdiri sebagai sebuah kerajaan besar di Pulau Jawa. Bahkan, wilayah Mataram meluas hingga Pulau Jawa bagian timur.

Sultan Agung seharusnya menggantikan Pangeran Hanyakravati. Beliau merupakan raja ketiga Kesultanan Mataram dan bernama lengkap Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrokusumo.

Citra Sultan Agung mengantarkan kerajaan Mataram menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa. Sultan Agun memerintah sebagai raja ketiga setelah Panembahan Senopati dan Pangeran Hanyakrowati.

Ia memerintah sebagai raja ketiga di Mataram.

Kalender Jawa Islam diyakini diperkenalkan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Kalender Jawa dibuat dengan menggabungkan kalender Hijriyah Islam yang digunakan masyarakat pesisir utara dengan kalender Saka yang digunakan masyarakat pedalaman.

Hasilnya adalah terciptanya penanggalan Islam Jawa yang mempersatukan masyarakat Mataram. Memang wilayah Mataram saat itu berada di pesisir pantai dan pedalaman, dimana budaya Hindu-Buddha masih kuat.

Di tangan Sultan Agung, kerajaan Mataram menjadi negara kuat yang anti kolonial. Hal itu disebutkan dalam buku “Tuah Bumi Mataram: Dari Panembahan Senopati Hingga Amangkurat II” karya Peri Mardiyono.

Saking kuatnya tekad Sultan Agung dalam melawan kolonialisme, ia pernah melawan GOS di Batavia, dan raja muda yang naik takhta pada usia 20 tahun ini dikenal cukup berani dalam melawan kolonialisme.

VOC bermarkas di Ambon pada tahun 1614 dan VOC mengajak Sultan Agung untuk bekerjasama dengan mengirimkan delegasi, namun Sultan Agung menolak mentah-mentah permintaan koordinasi tersebut.

Sayangnya, Empat tahun kemudian pada tahun 1618 M, Mataram dilanda gagal panen akibat perang berkepanjangan dengan Surabaya. Meski mengalami kesulitan dan krisis pangan, Sultan Agun tetap menolak bekerja sama dengan GOS.

Namun lambat laun, melihat rakyatnya menghadapi krisis pangan, Sultan Agun mulai mempertimbangkan untuk menggunakan VOC untuk bersaing dengan Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621, Mataram mulai mempelajari hubungan dengan VOC. Namun syarat yang diminta Sultan Agung untuk menyerang Surabaya ditolak.

Sultan Agun tak menyerah dan berusaha menghadapi penjajah yang dikenal kuat. Sultan Agung mencoba bermain dengan menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC Belanda.

Karena semangat dan semangat Sultan Agung, ia berusaha memperluas kekuasaan Mataram hingga ke Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di Kalimantan, Sultan Agung berhasil menaklukkan Sukadan di wilayah Kalimantan pada tahun 1622.

Kemudian, pada tahun 1636, Mataram menguasai Palambang di Sumatera dan sebagian besar sekitarnya. Sultan Agun juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negara terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agun suka berperang; Ia berhasil mengangkat kemasyhuran Mataram, tidak hanya dalam perluasan dan peningkatan peredaran darah, tetapi juga dalam pengenalan budaya dan sistem pertanian para bangsawan.

Inilah visi dan misi khas Kerajaan Mataram sebagai negara yang terkurung daratan.

Kebijakan ini pada akhirnya mempersempit lahan pertanian yang tersedia bagi masyarakat Mataram. Sebab, pelabuhan dan negara perdagangan seperti Surabaya dan Tuban efektif ditutup. Oleh karena itu, kehidupan masyarakat bergantung pada pertanian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *