Komunitas GSM Gelar Ngkaji Pendidikan di Surabaya

Surabaya – Komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan Jawa Timur (GSM) menyelenggarakan pendidikan ngkaji bersama pendiri GSM, Muhammad Nur Rijal. Acara tersebut digelar di Gedung Kak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya, pada Sabtu (25/05/2024).

Edisi khusus Bulan Pendidikan ini mengangkat tema “Revolusi Guru Indonesia”. Pendidikan Ngkaji diikuti sekitar 400 peserta yang datang tidak hanya dari Surabaya namun juga dari kota dan kabupaten lain di Jawa Timur. Diantaranya Bali, Pekalongan, Rembang, Semarang, Tangsel, Cirebon dan berbagai daerah lainnya.

Bukan tanpa alasan dipilihnya kata revolusi dibandingkan transformasi sebagai metode transformasi. Muhammad Noor Rijal mengartikan revolusi sebagai perubahan mendasar di akar rumput, sedangkan transformasi adalah perubahan mendasar dari atas dengan menggunakan kekuatan politik.

Rizal menyerukan perubahan mendasar dalam dirinya yang berkembang menjadi kelompok, kemudian komunitas dan kekuatan inti seperti HOS Tjokroaminoto, Cak Durasim dan lain-lain dalam perjuangan Surabaya.

“Dari akar kata guru dalam bahasa Sansekerta artinya Gu dan Rs. Gu itu gelap dan Ru bersifat merusak. “Jadi artha adalah penghancur kegelapan yang tidak hanya mengantarkan cahaya tetapi juga menghancurkan kegelapan yang diwujudkan dalam bentuk ketidaktahuan dan ketidakberdayaan,” ujarnya.

Menurutnya, pada dimensi materi, guru mengajarkan masyarakat cara hidup yang baik. Dalam dimensi spiritualnya, guru mendidik manusia tentang siapa dirinya, kelemahan dan kelebihannya, asal usulnya, serta cara menemukan ke mana arah kehidupan manusia. “Definisi guru tidak dipersempit pada guru di kelas, tetapi juga guru di alam sebagai orang tua, tokoh budaya, penulis, dan seniman,” imbuhnya.

Rizal kemudian membahas bagaimana makna dan harkat dan martabat guru di Indonesia tergerus seiring berjalannya waktu. Dimulai dari para guru pada masa kolonial yang berhasil menciptakan kepribadian yang idealis, kuat dan tegas.

Orde lama fokus pada karakter, moral dan nilai-nilai. Orde baru dipenuhi unsur feodalisme. Sementara pada masa reformasi, terdapat persepsi bahwa insentif bagi guru tidak sejalan dengan kualitas. “Dilihat dari era yang kita jalani, era teknologi dan internet yang semakin menghilangkan harkat dan martabat guru, nampaknya guru hanya menjadi budak teknologi,” ujarnya.

Rijal juga menegaskan, sulitnya melepaskan diri dari tirani pemikiran lama merupakan permasalahan terbesar yang dihadapi guru saat ini. Sulit bagi guru untuk menjadi diri sendiri dan menemukan versi terbaik dari dirinya, yang tanpa disadari membuat mereka menjadi manusia robot di tengah keramaian.

“Pesan saya, jangan jadi orang yang suka menyenangkan orang banyak. “Kita mempunyai nilai-nilai hidup masing-masing yang berpedoman pada moralitas alam, sehingga kita bisa mencatat sejarah dalam halaman kehidupan kita,” ujarnya.

Kepala SD Negeri 2 Api-api dan petugas GSM Pekalongan C Nuredi mengucapkan terima kasih atas Program Edukasi Ngkaji di Surabaya. “Inilah revolusi yang mengakar di hati dan jiwa para guru: Revolusi Guru Indonesia yang dipimpin oleh Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM),” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *