Legenda Surawisesa, Istana Megah Kerajaan Sunda di Astanagede Kawali

Pada pertengahan kerajaan Sunda ia berpindah dari Pakuan Pajajaran ke Kawali. Konon peralihan tersebut disebabkan oleh serangan terus-menerus dan pemberontakan internal yang terjadi di kerajaan di sebelah barat Pulau Jawa tersebut.

Karena itulah rumah pemerintahan dipindahkan ke Desa Astanagede Kawali. Konon dari sumber sejarah, kerajaan tersebut berpindah pada masa Prabu Wastu.

Hal ini juga terlihat pada Prasasti Kawali yang dikeluarkan oleh Raja Sunda pada masa itu, yang menunjukkan bahwa raja pada masa itu adalah Wastu dan Wastu Kencana rajanya bernama Surawisesa.

Sebagaimana disebutkan dalam buku “Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Purba”, raja membangun parit di sekeliling istana. Selain itu, ia juga membangun beberapa desa dan membentenginya;

Panjang umur dan nikmati dunia. Harapan yang sama dapat ditemukan di tempat lain, dalam sebuah teks berjudul Sanghyang Siksakanda ng Karěsian dari tahun 1518 M.

Prabu Raja Wastu di Kawali sama dengan Rahyang Niskala Wastu Kañcana dalam naskah Batutulis dan Kebantenan, artinya kakek Sri Baduga Maharaja.

Hal ini memungkinkan Prabu Wastu menjadi penguasa Kawali, dan setelah kematiannya, ia digantikan oleh putranya, Rahyang Ningrat Kancana. Dalam teks Kebantenan adalah Rahyang Dewa Niskala dalam penulisan Batutulis.

Nama Rahyang Ningrat Kancana dalam prasasti Kebantenan konon tampaknya digantikan oleh Susuhunan di Pakwan Pajajaran (… ita nguni ka susuhunan ayona di Pakwan Pajajaran…).

Hingga disimpulkan Susuhunan adalah Maharaja Sri Baduga yang disebutkan dalam catatan Batutulis.

Menurut Batutulis, Rahyang Niskala Wastu Kañcana dimakamkan di Nusalarang dan Rahyang Dewa Niskala dimakamkan di Gunatiga.

Pernyataan tersebut tidak bertentangan dengan Carita Parahyangan yang mengatakan bahwa Prěbu Niskala Wastu Kañcanasorup di Nusalarang Ring Giri Wanakusumah, penggantinya Nu Surup di Gunungtilu, ditempatkan di Gunungtilu.

Dalam Carita Parahyangan rupanya Dewa Niskala atau Ningrat Kañcana tidak disebutkan namanya, melainkan Tohaan di Galuh (= Yang Dipertuan di Galuh).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sampai masa pemerintahannya, pusat kerajaan Sunda masih berada di Galuh, sekitar kota Kawali sekarang.

Di Carita Parahyangan sendiri, raja dikisahkan memiliki seorang anak bernama Niskala Wastu Kencana. Bentuk ini juga dikenal dalam kepustakaan Kawali, Kebantenan dan Batutulis, walaupun dengan nama yang sedikit berbeda.

Ketika krisis Bubat terjadi, Wastu Kañcana masih muda sehingga ia menyerahkan pemerintahan sementara kepada walinya yang bernama Hyang Bunisora ​​​​​​dan menyatakan dirinya sebagai raja Sunda yang sah.

Dari sensus kerajaan di Carita Parahyangan disebutkan pada tahun 1579 M yang merupakan tahun jatuhnya kerajaan Sunda.

Hasilnya, dapat disimpulkan bahwa Hyang Bunisora ​​​​​​​​​​​berkuasa selama 14 tahun, bukan enam tahun berkuasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *