Majelis Masyayikh Rumuskan Dokumen Standar Mutu Pendidikan Nonformal Pesantren

JAKARTA – Majelis Masyaikh menggelar lokakarya peninjauan rancangan Standar Mutu Pendidikan Non Formal di Pondok Pesantren ke-2. Workshop resmi dimulai pada Selasa, 2 Juli 2024 di Hotel Mercure Ancol Jakarta dan akan berlangsung selama tiga hari.

Peresmian tersebut dihadiri oleh 54 orang tamu undangan, antara lain anggota Majelis Masayyikh, perwakilan Pondok Pesantren Masayyikh hampir seluruh Indonesia, Kementerian Agama dan akademisi yang berwenang memberikan masukan dan meninjau dokumen yang telah disiapkan.

Ketua Paroki Masayiyykh K.H. Abdul Ghaffar Rozin atau biasa disapa Gus Rozi menyampaikan beberapa pesan penting saat peresmian lokakarya tersebut.

Menurutnya, penetapan aturan bagi pondok pesantren bukanlah hal yang mudah karena bukan hanya sekedar perintah peraturan untuk melegalkan dokumen, namun juga menentukan kemajuan pondok pesantren. Gus Rozin mengatakan, “Pendidikan pesantren informal ini merupakan ruh (landasan) pendidikan pesantren ke depan dan menjadi tanggung jawab kita semua untuk mewujudkannya.”

Tujuan dari dokumen standar mutu pendidikan nonformal pesantren ini adalah untuk menjamin lulusan pesantren yang sedang menuntut ilmu (yang disebut Kajian Kitab Kuning) dapat diakui oleh negara dan mendapat kewarganegaraan seperti sekolah lainnya mendapatkan hak. Mereka yang pergi. Selain itu, ijazah pendidikan nonformal atau syahadat pesantren juga dapat diakui negara.

Gus Rozin menegaskan, upaya pembuatan dokumen ini bukan bertujuan untuk membakukan pendidikan pesantren, melainkan untuk menjaga independensi dan kekhasan pesantren serta menyikapi keberagaman pesantren non-pesantren yang ada . Di seluruh Indonesia.

“(Lulusan pesantren informal) ada yang hanya mengikuti tasawuf, ada yang hanya Lughoh, ada yang hanya Hadits. “Semua model pesantren harus dilestarikan agar lulusannya diakui negara dan kemudian mendapat hak kewarganegaraan,” jelasnya.

Lebih lanjut Gus Rozin dalam sambutannya menyampaikan bahwa dokumen-dokumen yang muncul dari pembahasan Dewan Pijat didasarkan pada aspek keterbacaan dan kegunaan.

“Dokumen yang lebih mudah dibaca dan dipahami (lebih baik) dibandingkan dokumen yang memerlukan interpretasi sangat mendalam. Keterbacaan penting agar semua jenis pesantren mudah dibaca dan dipahami. Namun itu belum cukup, tentu saja dokumen ini boleh digunakan atau tidak (bisa saja). Mungkin saja dokumen yang kami buat akan dibaca tetapi tidak digunakan. “Ini menjadi prinsip penting saat mengkaji,” jelas Gus Rozin.

Pada kesempatan ini K.H. Abdul Gofoor Maimoen atau Gus Gofoor, anggota Majelis Masyayyih yang membidangi kurikulum dan pengajaran mengatakan, penyusunan dokumen pesantren pendidikan nonformal ini merupakan dokumen yang paling lama persiapannya karena tidak ada preseden sebelumnya. , jadi itu adalah dokumen penting untuk diratifikasi.

Gus Gofur mengatakan, dokumen ini akan memuat kriteria mutu lembaga dan lulusan pesantren, garis besar dan struktur dasar kurikulum pesantren, serta kompetensi dan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan sebagaimana disyaratkan dalam UU No. . 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

“Karena belum ada contohnya, Mahd Ali sudah punya Sangha, maka kita tinggal memberi pelajaran kepada Sangha, begitu juga dengan Mujadi Salafiyyah dan Mu’allimin. “Tapi pendidikan nonformal tidak diakui dan tidak ada proyek, sehingga pembahasannya lama sekali,” kata Gus Gofur.

Menurut Gus Gofur, dokumen ini dijadwalkan selesai pada September 2024. “Saya berharap sesuai jadwal, program ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dilanjutkan dengan uji publik dan finalisasi. “Kemudian sudah siap diluncurkan dan bisa diimplementasikan dengan baik pada bulan September,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *