Masih Adakah Hukum di Negeri Ini?

Romli Atmasasmita

Topik artikel ini sama dengan pertanyaan, apakah masih ada keadilan di negeri ini? Keadilan dalam pokok bahasan pasal ini adalah keadilan yang diakui oleh hukum sebagai suatu standar perilaku dan proses hukum yang digunakan dalam kenyataan sehari-hari dan dilaksanakan oleh lembaga (penegak).

Ketiga kata tersebut hendaknya muncul secara serasi dan serasi, dalam arti penciptaan norma hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan sebagai tujuan terjauh, ketertiban sebagai tujuan terdekat, kepastian sebagai tujuan tengah, dan kecepatan sebagai tujuan positif. sasaran. Efek sampingnya terhadap individu, masyarakat dan negara.

Himpunan kata dan ketiga maknanya merupakan asas atau norma yang harus dijunjung dan ditegakkan secara adil, terbuka, penuh hormat dan jujur ​​oleh semua pihak di lembaga peradilan, termasuk penyidik, penuntut umum, dan hakim.

Untuk mempertahankan dan melaksanakan tujuan yang ada, seragam dan sesuai dengan kamus 3 negara, harus ada organisasi inspeksi yang sistematis dan ketat serta tanpa penundaan, yang dilakukan oleh komandan yang jujur, tegas dan bijaksana. . Keberadaan lembaga inspeksi eksternal pasca reformasi tahun 1998 menunjukkan perhatian pemerintah untuk mencapai tujuan terciptanya hukum dan ketertiban agar kehidupan masyarakat tertib, aman, nyaman, damai dan adil. Bukankah itu tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia pada masa kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan sejak proklamasi tahun 1945?

Jangan sampai pepatah “dari mulut singa masuk ke mulut buaya” terjadi. Pepatah ini dapat terjadi apabila hukum telah merelakan manfaatnya sebagai sarana untuk mengembangkan kepatuhan terhadap hukum dan pengakuan, namun digunakan untuk menindas pihak-pihak yang lemah secara ekonomi dan sosial, terhadap pihak-pihak yang lebih lemah dan tidak mempunyai hubungan dengan kekuasaannya. pemegang. dan lemah dalam menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik serta tidak mempunyai kekuatan untuk mencegah dan menghilangkan ketidakadilan terhadap diri sendiri dan keluarga/kelompoknya di tangan penguasa yang korup, serakah, dan ambisius.

Praktik penegakan hukum sehari-hari di sekitar kita tampak seolah-olah tidak nyata dan tidak berguna. Meski terkesan bermanfaat, namun memiliki banyak kelemahan, namun juga sangat mengkhawatirkan karena setiap langkah menuju kebenaran dan keadilan selalu melibatkan pengorbanan fisik, mental, bahkan finansial.

Hukum seolah-olah ada, namun nyatanya kehilangan nilainya sebagai sesuatu yang mulia demi kehormatan orang-orang disekitarnya. Memang seperti peramal di siang hari, sangat menakutkan, bukan sesuatu yang bisa menjadi jembatan harapan untuk kehidupan yang lebih baik.

Dimana restu hukum yang lahir dan dibesarkan bersama antara pemerintah kita dan DPR/DPRD? Bagaimana kita masyarakat awam bisa memahami hal ini dan tetap menaruh harapan hidup kita pada hukum produk tradisional bangsa yang merdeka ini?

Apakah perubahan peraturan perundang-undangan yang selalu menjadi agenda program legislasi nasional sudah cukup untuk memunculkan harapan baru bagi kelompok rentan? Atau kita membutuhkan kaum sosialis yang sadar akan keimanan kita, khususnya aparat penegak hukum, tentang melanggar hukum, apalagi menyalahgunakan hukum untuk penyiksaan adalah dosa besar, bukan hanya sebagai hukuman di dunia ini, tapi masih banyak lagi. Hukuman di akhirat. Inginkah pemerintah dan DPR menjunjung tinggi hukum dan tempat masyarakat menaruh harapan dan keinginannya untuk hidup tertib, aman dan damai karena hukum?

Anggapan masyarakat dan pembentuk undang-undang bahwa hukum dapat mengatasi segala permasalahan kehidupan masyarakat terbukti salah bahkan menyesatkan karena dalam praktik hukum sering kita melihat penyalahgunaan kekuasaan berdasarkan undang-undang yang berlaku, terjadi dan terus berlanjut tanpa penyelesaian atau penyelesaian. keseriusan. perhatian dari otoritas hukum tertinggi di negeri ini. Meskipun terdapat lembaga-lembaga yang memantau pelaksanaan undang-undang tersebut, namun lembaga-lembaga tersebut tidak mempunyai kekuatan dan tidak ada efektivitas dalam menangani atau mencegah hal ini.

Antusiasme dan kerja-kerja di awal reformasi tahun 1998 tertahan oleh kesewenang-wenangan yang diciptakan oleh kolusi dan nepotisme. Masa depan produksi (hukum) bangsa penuh dengan resiko dan kelemahan dengan akibat sosial, ekonomi, politik dan hukum yang paling buruk yang telah terbukti selama 78 tahun kemerdekaan. Bagaimana cara memperkirakannya?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *