Mencicipi Wedang Tape Ketan Hitam, Kuliner Legendaris Bojonegoro yang Eksis sejak 1950

BOJONEGORO – Bojonegoro Jawa Timur punya kuliner legendaris, ketan hitam bernama wedang bando. Menu ini tersedia di salah satu warung makan yang sudah berdiri sejak tahun 1950an.

Warung yang dimaksud adalah Warung Ireng yang berlokasi di Jalan KH. Mas Mansyur No. 100 Desa Ledok Wetan Kecamatan Bojonegoro Kota. Bahkan, dari segi bangunan, booth ini memiliki tampilan yang sederhana dibandingkan booth lain di kawasan tersebut. Namun jika ditelisik, destinasi gastronomi ini memang melegenda dan sudah dijalankan secara turun temurun sejak tahun 1950. Menu favoritnya tentu saja ketan hitam yang sesekali menjadi favorit.

Menurut pemilik Natalia, nama Warung Ireng berasal dari awal berdirinya warung ini, dimana pengelolanya masih menggunakan oven kayu untuk menyiapkan makanan dan minuman.

“Dari situlah asap menempel di dinding toko dan menghitam. Makanya disebut Warung Ireng atau hitam, kata perempuan bernama Lia itu.

Dijelaskan Lia, jabatan tersebut ia warisi dari nenek suaminya, Munti’ah, kemudian pada generasi kedua diwariskan kepada mertuanya yang bernama Sukarti. Sepeninggal ibu mertuanya, ia melanjutkan bisnis keluarga tersebut bersama suaminya sejak tahun 2005.

“Sebenarnya bentuk bangunannya sama, hanya dindingnya saja yang diperbaiki. “Dalam proses pembuatan wedang tape ketan hitam kami juga menggunakan alat-alat alami,” ujarnya.

Untuk membuat ketan pita hitam, Lia membutuhkan bahan-bahan seperti pita ketan hitam, santan, gula pasir, air panas.

“Jadi di salah satu bagian gelasnya kita taruh nasi pita hitam dulu, lalu kita tambahkan gula pasir dan santan, dan terakhir kita tuangkan air panas,” jelasnya.

Dalam sehari, Lia sedikitnya menggunakan 3 kilogram beras ketan hitam dan 12-13 butir kelapa untuk santannya.

MPI/Avirista Midaada

“Itu biasa saja. Kalau ramai, tambah lagi bahannya,” kata perempuan berusia 54 tahun itu.

Menurut Lia, sejak ia berjualan dari neneknya hingga saat ini, takaran wedang tidak mengalami perubahan. Namun, ia mengaku kurang memahami langkah-langkah tersebut, mengingat yang lebih mengetahui komposisi tersebut adalah suaminya, Totok Suyanto.

“Suami saya yang meracik dan mengukur. Saya meraciknya ke dalam cangkir,” jelasnya.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 cangkir ketan pita hitam banyak diminati pembeli. Jumlah ini bertambah ketika hari raya tiba, terutama pada libur lebaran, dimana banyak pemudik asal Bojonegoro yang mudik ke kampung halaman.

“Kalau liburan sekitar 80 gelas. Biasanya lebih,” jelasnya.

Bagi yang ingin menikmati secangkir ketan hitam pita, cukup merogoh kocek sebesar Rp 6.000 untuk cangkir berukuran sedang dan Rp 12.000 untuk cangkir berukuran besar.

Selain menjual wedang band ketan hitam, menu andalan lainnya adalah rujak cingur. Masakan khas oriental ini harganya Rp 17.000, kalau ditambah nasi Rp 20.000.

MPI/Avirista Midaada

“Iya, porsi normalnya menghabiskan 4-5 kilogram ampela. Tapi kalau sibuk saat liburan, akhirnya konsumsi ampelanya 8 kilogram,” ujarnya.

Seorang pelanggan, Mochammad Syafi’i mengatakan, wedang tape ketan hitam yang dijual di toko ini memiliki cita rasa yang tidak berubah dari dulu.

Salah satu kuliner legendaris Bojonegoro. Kalau pulang, luangkan waktu untuk mencobanya, nanti kangen rasanya, kata Syafi’i.

Syafi’i mengaku sering membeli wedang pita atau rujak cingur di Warung Ire. Apalagi menu ini sudah ada sejak saya masih kecil.

“Ini sudah terjadi sejak saya SMA, sudah lama saya berjualan, termasuk kuliner Bojonegoro yang sudah melegenda,” ujar pria berusia 48 tahun itu.

Penasaran ingin mencoba wedang pita ketan hitam yang sudah ada sejak tahun 1950an? Datang langsung ke tokonya. Gerai ini buka mulai pukul 18:00 hingga 23:00 WIB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *