krumlovwedding.com, JAKARTA — Psoriasis merupakan penyakit peradangan kronis yang menyerang kulit dan dapat menyerang organ tubuh lainnya. Prevalensi penderita psoriasis di Indonesia mencapai 2,5 persen dari jumlah penduduk, dan jumlah tersebut masih banyak yang belum mendapatkan pengobatan.
Dokter spesialis kulit dan kelamin, Dr. Inneke Halim menjelaskan, psoriasis disebabkan oleh peradangan yang mempercepat siklus pertumbuhan sel kulit dari 28-30 hari menjadi 3-5 hari sehingga menyebabkan penumpukan sel-sel kulit yang belum membengkak kemudian membentuk bintik-bintik merah dan bersisik. “Psoriasis tidak menular dan meski belum ada obatnya, gejalanya bisa dikendalikan dengan pengobatan yang tepat. Faktor genetik dan lingkungan seperti stres, cedera kulit.
Gejala psoriasis, kata Inneke, berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa gejala yang paling umum termasuk bercak merah pada kulit yang ditutupi sisik putih keperakan, dengan area yang sering terkena termasuk lutut, siku, kepala, dan pantat.
Kadang juga timbul flek dan gatal atau perih. Gejala lainnya adalah penebalan atau perubahan bentuk kuku (psoriasis kuku).
Tingkat keparahan psoriasis bervariasi, dari area kulit yang terkena ringan dan kecil, hingga parah, yang mempengaruhi area yang luas dan berdampak signifikan pada kualitas hidup pasien. Menurut Inneke, psoriasis tidak hanya memengaruhi penampilan tubuh, tapi juga meningkatkan risiko kondisi kesehatan lain seperti diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.
Oleh karena itu, penting bagi penderita psoriasis untuk rutin memeriksakan kesehatan dan menjalani pola hidup sehat untuk mengurangi risiko terjadinya masalah ini, ujarnya.
Inneke mengatakan pengobatan psoriasis disesuaikan dengan tingkat keparahan dan jenisnya. Untuk psoriasis ringan, Anda bisa menggunakan krim atau salep seperti kortikosteroid, analog vitamin D, retinoid, dan tar batubara. Selain itu, untuk mengurangi peradangan dan memperlambat produksi sel kulit, Anda bisa menggunakan terapi sinar ultraviolet (UV).
“Untuk kasus yang lebih parah, dokter mungkin meresepkan obat oral atau suntik seperti metotreksat, siklosporin, dan retinoid,” kata dr Inneke.