Mengenal Teknologi Bioprinting: Penggunaan Organ Buatan untuk Uji Coba Obat

JAKARTA – Perkembangan teknologi di era digital saat ini juga berdampak pada sektor kesehatan di seluruh dunia. Berbagai perangkat teknologi kesehatan sudah mulai banyak digunakan dalam banyak aplikasi kesehatan.

Bahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah membuat peraturan untuk tidak lagi mewajibkan pengujian produk hewani.

Selain mendukung keberlanjutan, hal ini juga didukung dengan munculnya teknologi baru.

Dekan School of Life Sciences di International Institute for Life Sciences Indonesia, apt. Pietradewi Hartrianti mengatakan uji coba produk atau obat kini bisa menggunakan organ buatan.

“Tujuan dari organ buatan ini adalah untuk memudahkan proses penemuan obat. Kini di Amerika Serikat, FDA tidak mewajibkan pengujian pada hewan jika kondisi tertentu terpenuhi. Salah satunya tentang penggunaan organ buatan ini,” kata Pietra pada acara Living Beauty: Women in Science, di kawasan Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Oleh karena itu, ada inovasi teknologi bernama Bioprinting. Sangat sedikit peneliti yang mempelajari hal ini, namun Pietra memutuskan untuk menjadi salah satu peneliti wanita Indonesia yang mempelajari bioprinting.

Pemenang program L’Oréal-UNESCO For Women in Science 2023 ini menjelaskan, bioprinting bertujuan untuk membuat organ buatan. Kedepannya, organ buatan tersebut akan berguna dalam proses penemuan obat.

“Bioprinting di Indonesia masih sangat jarang. Karena penelitian ini disebut organoid. Itu masih sangat, sangat kecil. “Saya adalah salah satu dari sedikit orang yang melakukannya, tapi ada banyak orang di luar sana,” katanya.

Pietra mengatakan, teknologi bioprint dapat membuat penemuan obat penyakit menjadi lebih cepat dan efisien.

Sebab, sebelum proses bioprinting tersedia, peneliti harus melakukan uji klinis pada hewan dan manusia, hingga akhirnya layak untuk diedarkan.

Padahal, waktu yang dibutuhkan untuk proses penemuan obat minimal 5 tahun.

“Kita menemukan obat tanpa harus menggunakan hewan terlebih dahulu, kemudian kita mencoba uji klinis pada manusia terlebih dahulu, hingga obat tersebut sampai ke kita.” Pietra menjelaskan.

“Karena sudah ada proses uji klinisnya selama bertahun-tahun. Nah, ini yang bersedia kami keluarkan untuk membuat organ buatan ini,” lanjutnya.

Proses bioprinting ini dapat menghasilkan organ buatan mulai dari kulit, usus halus, pankreas, usus besar, bahkan sel kanker. Nantinya, organ-organ tersebut akan menjadi media uji klinis obat penyakit yang lebih akurat.

Menurut Pietra, prinsip kerja bioprinting ketika diproyeksikan ke kulit adalah alat tersebut akan mencetak terlebih dahulu struktur kulit yang berisi sel-sel kulit hidup.

“Jadi, sel-sel kulitnya ditambahkan ke dalam tinta. Makanya agak berbeda dengan pencetakan 3D pada umumnya. Karena saya harus memilih bahan yang sel kulitnya tidak mati, bisa bergerak, dan bisa menjadi kulit,” Pietra menyimpulkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *