Menghindari Pamer Kekayaan, Orang Kaya China Pakai Mode Hemat

JAKARTA – Orang-orang kaya di China tidak pamer kekayaannya sehingga berdampak pada penjualan barang-barang mewah. Hal itu terungkap dalam laporan terbaru Wine Management Consultants yang dipublikasikan pada Selasa (18 Juni 2024).

Orang-orang terkaya di Tiongkok dikatakan lebih berhati-hati, dengan Bain memperkirakan pasar barang mewah akan memasuki level terlemahnya sejak pandemi.

Penjualan global barang mewah atau pribadi, termasuk pakaian, aksesoris, dan produk kecantikan, diperkirakan akan datar tahun ini dan meningkat 4% year-on-year (YoY). Artinya, pertumbuhan penjualan berada pada level terlemah sejak tahun 2020, ketika penjualan anjlok akibat insiden COVID-19.

Perlambatan ini terutama terjadi di Tiongkok, karena ketidakpastian ekonomi membebani pembeli kelas menengah dan mereka yang masih mampu membeli barang-barang mewah cenderung berhati-hati dan tidak ingin dicap sebagai orang yang sombong.

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita mengalami apa yang disebut sebagai kemewahan yang memalukan di Tiongkok,” kata Federica Levetto, mitra Bain.

Orang-orang Tiongkok yang kaya, yang mulai kembali melakukan perjalanan ketika angka pengangguran meningkat dan krisis sosio-ekonomi mulai terjadi, telah mengalihkan pengeluaran mereka ke luar benua tersebut.

“Setelah dua setengah tahun pertumbuhan, ada kelelahan terhadap produk-produk mewah pribadi,” tambah Levato.

Beiersdorf dari Jerman (BEIG.DE) mengatakan krim La Prairie buatannya, yang harganya ratusan dolar per botol, harus bersaing dengan pasar perawatan kulit mewah di Tiongkok, yang “sangat menurun” tahun ini, meski mendapatkan pangsa pasar.

Laporan Bain akan semakin memperkuat kekhawatiran investor bahwa permintaan barang mewah di Tiongkok belum pulih, kekhawatiran yang telah menurunkan saham LVMH (LVMH.PA) dan pemilik Gucci Kring (PRTP.PA) selama setahun terakhir.

Saham Hermes adalah satu-satunya barang mewah utama yang naik selama setahun terakhir.

Para pembeli kini memilih untuk membuat janji pribadi dibandingkan berbondong-bondong ke mal dan memilih pakaian yang lebih sederhana dan tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan “barang-barang mewah yang sangat pantas,” kata Lebeto.

Ia memperkirakan tren ini tidak akan bertahan lama dan terkait erat dengan kondisi perekonomian tertentu. Terdapat tanda-tanda pemulihan di A.S., dengan pelanggan yang lebih kaya mendorong pertumbuhan sementara pembeli yang lebih muda terus menunda pembelian. Di Eropa dan Jepang, penjualan barang mewah meningkat seiring kembalinya wisatawan asing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *