Negara Ini Nyatakan Transgender sebagai Orang Sakit Jiwa

LIMA – Pemerintah Peru secara resmi mengklasifikasikan kaum transgender dan non-biner sebagai “sakit jiwa”.

Langkah ini menimbulkan kekhawatiran bahwa komunitas gay, lesbian, biseksual, transgender dan queer (LGBTQ) di negara konservatif Amerika Selatan akan menghadapi stigmatisasi lebih lanjut dan hilangnya kebebasan.

Presiden Dina Bouluvart menyetujui reklasifikasi tersebut pekan lalu dalam sebuah keputusan yang mendefinisikan “transeksualitas” dan “gangguan identitas gender pada anak-anak” sebagai “penyakit mental”.

Kategori ini juga mencakup “transvestisme peran ganda”, “transvestisme fetishistik”, dan “gangguan identitas gender lainnya”.

Kementerian Kesehatan Peru kemudian menindaklanjuti keputusan tersebut, menjelaskan bahwa keputusan reklasifikasi dibuat hanya untuk menjamin cakupan penuh perawatan medis untuk kesehatan mental berdasarkan rencana asuransi kesehatan esensial.

Kementerian berupaya mengatasi kekhawatiran bahwa bahasa yang direvisi tersebut dapat mengarah pada pelanggaran hak-hak sipil, seperti memaksa kaum transgender menjalani terapi konversi.

Boulart, mantan anggota partai politik Peru Bebas Marxis-Leninis, mulai menjabat pada Desember 2022 sebagai presiden perempuan pertama di negara itu.

Dia menekankan konservatisme sosial, membandingkannya dengan mayoritas kongres konservatif di Peru.

Parlemen telah menghapus referensi teori gender dan kesetaraan gender dari buku pelajaran sekolah di Peru.

Sementara itu, aktivis LGBTQ telah menyatakan keprihatinannya atas keputusan yang menyebut kaum transgender sebagai orang yang sakit jiwa.

Ginser Pacaya, direktur OutFest Peru, berpendapat bahwa 100 tahun setelah dekriminalisasi homoseksualitas, pemerintah negara tersebut tidak punya pilihan selain mengklasifikasikan orang trans sebagai penyakit mental.

Seperti dikutip Russia Today, Kamis (16/5/2024), “Kami akan terus menyampaikan tuntutan dan tidak akan berhenti sampai aturan tersebut dicabut,” ujarnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghapus “gangguan identitas gender” dari pedoman diagnostik globalnya pada tahun 2019.

Namun, Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental dari American Psychiatric Association memasukkan diagnosis disforia gender.

Sistem Kesehatan Nasional (NHS) Inggris mendefinisikan disforia gender sebagai “perasaan tidak nyaman yang mungkin dialami seseorang karena ketidaksesuaian antara jenis kelamin biologis dan identitas gendernya”.

NHS menambahkan bahwa disforia gender “bukanlah penyakit mental, namun beberapa orang mungkin mengalami masalah kesehatan mental akibat disforia gender”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *