Pendidikan Antiintoleransi, Kekerasan, dan Bullying Lahirkan Manusia Unggul Beradab

JAKARTA – Kasus kekerasan di dunia pendidikan seharusnya menjadi perhatian bersama semua negara. Karena pendidikan merupakan faktor penting dalam membangun kebudayaan Indonesia.

Profesor Dr Hamka (Umka) Muhammad Abdullah Daraz, dosen Universitas Muhammad, mengatakan maju atau tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Apakah proses pendidikan akan melahirkan manusia yang berbudaya atau sebaliknya?

“Seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan, termasuk pengambil kebijakan (pemerintah pusat dan daerah), praktisi pendidikan, dan masyarakat luas harus memberikan perhatian terhadap kasus intoleransi, kekerasan, dan pelecehan di bidang pendidikan,” kata Mohammad Abdullah Daraz di Jakarta. , Senin (6/5/2024).

Daraz mengungkap kekerasan dan kejadian lainnya tidak hanya di sekolah negeri, tetapi juga di lembaga pendidikan agama seperti pesantren.

“Hal ini patut menjadi perhatian bersama, karena peristiwa kekerasan di pesantren telah mencoreng nama baik pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam di Indonesia,” kata pemuda Mohammad Kadri.

Selain kasus kekerasan, banyak kasus intoleransi di lembaga pendidikan yang bermula dari tindakan individu yang terlibat, kata Daraz. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan nilai-nilai toleransi yang kurang diperkuat, apalagi di sekolah yang memiliki sosial budaya yang sama.

Hal tersebut menjadi perhatian utama pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Kurikulum dan Pengajaran (Puskurjar). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan program awal untuk mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian ke dalam Kurikulum Operasional Departemen Pendidikan (KOSP) di beberapa sekolah di wilayah tersebut.

Selain itu, Daraz menjelaskan, sekolah negeri dan swasta secara umum tidak berbeda dalam menekankan prinsip toleransi dan moderasi beragama. Namun dalam beberapa kasus, pemerintah ketinggalan karena sekolah-sekolah tersebut menjadi sasaran radikalisasi kelompok radikal.

“Selama beberapa tahun terakhir, sekolah negeri dijadikan tempat berkembang biaknya ide-ide radikal karena dianggap sebagai ‘tanah tak bertuan’ bagi kelompok radikal,” kata mantan direktur eksekutif Maarif Institute ini.

Untuk itu, Darraz mengharapkan orang tua siswa terlibat aktif dalam memantau kehidupan dan interaksi warga sekolah (khususnya siswa). Jangan biarkan orang tua menyekolahkan anaknya tanpa memperhatikan kualitas dan kemajuan studinya.

“Pemantauan penggunaan peralatan/peralatan juga harus dilakukan oleh wali siswa untuk mengurangi faktor-faktor negatif yang sering terpapar pada siswa,” jelasnya.

Ia berharap proses pendidikan semakin meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia yang maju, beradab, dan berkemanusiaan. Mahasiswa dapat menghadapi tantangan zaman yang tidak rumit dan tidak mudah.

“Oleh karena itu, proses pendidikan kita tidak hanya harus membekali peserta didik dengan kekuatan intelektual, tetapi juga kekuatan mental dan spiritual, agar peserta didik kita menjadi manusia tangguh, berakhlak mulia, berjiwa kuat, dan mampu menghadapi segala macam hal. Masalah dalam hidup. Kehidupan Berbangsa di Indonesia”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *