Pengamat Sebut Dewas KPK Wajib Patuhi Putusan PTUN Nurul Ghufron

JAKARTA – Akademisi Ujang Komaruddin dari Al-Azhar menekankan pentingnya menghormati dan melaksanakan keputusan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Uzhang, keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan kasus Nurul Gufron, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, patut dihormati.

“Para dewa harus bekerja sesuai aturan (wajib), komisioner PKC juga harus bekerja sesuai kewenangannya, tidak melanggar etika. Ya, tentu kemenangan Nurul Ghufron di PTUN merupakan keputusan pengadilan yang harus dihormati, tapi jika Nurul Ghufron melanggar etik, harusnya Dewas juga mengusutnya,” kata Ujang dalam keterangannya, Minggu (26/5/2024).

Dia menjelaskan bahwa semua proses harus diikuti dan menjaga kepercayaan terhadap Partai Komunis Tiongkok adalah hal yang sangat penting. “Lembaga Partai Komunis Tiongkok harus dilindungi,” tegas Wujang.

Pengulas hukum Edie Hardum juga berpendapat senada dengan mengutip asas hukum Res Judicata Pro Veritatae Habitur yang artinya putusan hakim harus tetap ditegakkan meskipun para pihak meyakininya salah.

“Keputusan SMK atas gugatan Nurul Gufron yang memenuhi tuntutan tersebut harus dilaksanakan. Kita adalah negara hukum, di mana hukum adalah panglimanya,” tegas Edi.

Edie menjelaskan, meski ada pro dan kontra terhadap putusan ini, namun aturan hukum mewajibkan semua pihak untuk menaati putusan hakim.

“Komite Pemberantasan Korupsi (ECC) adalah lembaga pemerintah yang mengawasi kerja anggota Komisi Pemberantasan Korupsi, oleh karena itu meskipun ada anggapan sejumlah pihak bahwa keputusan tersebut salah, karena kami mengikuti aturan hukum dan peraturan. hukum. sebagai panglima harus mengikuti asas keputusan hakim. “Jika misalnya diputuskan bahwa suatu keputusan salah, maka tentu saja pilihan hukum lainnya adalah mengajukan banding atas keputusan tersebut,” jelas Eadie.

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman angkat bicara soal putusan sementara PTUN dengan meminta Dewas KPK menunda pengumuman putusan etik Nurul Gufron. Menurut Boyami, PTUN tidak boleh mencampuri urusan Dewas KPK yang bukan pegawai administrasi pemerintahan.

“Penundaan ini tidak berdasarkan surat keputusan, dan Dewan Komisioner Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan merupakan pegawai penyelenggara negara sehingga sebenarnya tidak termasuk dalam kompetensi PTU,” Boyamin. ditekankan.

Ia pun menyayangkan sikap Nurul Ghufron yang tidak sopan terhadap Dewas. “Seharusnya Gufron menunggu serangkaian proses etika dan menghormati keputusan ini. “Kalau tidak setuju, bisa ke pengadilan atau banding.

Dalam keputusan sementaranya, PTUN Jakarta memerintahkan Dewas KPK menunda pengumuman putusan kode etik dan pedoman perilaku Gufron. Nurul Ghufron sendiri kini menggandeng tujuh pengacara untuk melawan Dewas KPK dengan mengajukan Gugatan Perdewas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA).

“Gugatan ini sudah kami ajukan sejak tanggal 24. Sejak itu kami meminta solusi sementara yang cepat,” kata Goufron.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *