Perpustakaan Sebagai Pusat Pelestarian Budaya di Era Digital

Republika.co.id, Jakarta – Perpustakaan tidak lagi menjadi tempat untuk menyimpan buku, tetapi juga merupakan tempat penting untuk pelestarian warisan budaya, terutama di antara era digital yang meningkat. Di Indonesia, perpustakaan seperti Perpustakaan Nasional (Perpus) berupaya mendokumentasikan, mengarsipkan dan melestarikan berbagai jenis budaya lokal, termasuk manuskrip kuno, arsip sejarah dan seni tradisional.

Menurut Sophia Nurani, Universitas Nusa Mandiri (UNM) menyatakan bahwa proses digitalisasi perpustakaan memungkinkan masyarakat umum untuk memiliki koleksi berharga ini tidak hanya untuk para ilmuwan dan peneliti, tetapi juga untuk generasi muda yang ingin belajar lebih banyak tentang warisan budaya dari tersebut bangsa.

“Misalnya, Perpustakaan Nasional Indonesia berhasil mendigitalkan ribuan naskah kuno dari berbagai wilayah Indonesia. Koleksi tersebut dapat diakses, termasuk warisan budaya dari berbagai daerah, seperti manuskrip Jawa kuno, pemilihan Baltik dan manuskrip Sumatra melalui platform digital, “katanya dalam rilis pada hari Jumat (11/22).

Tahap ini adalah upaya penting yang menekankan dokumen -dokumen ini tidak hanya dari bahaya fisik, tetapi juga masyarakat umum juga dapat mengaksesnya tanpa batasan geografis.

“Selain digitalisasi, perpustakaan juga memainkan peran aktif dalam melestarikan tradisi dan budaya lokal dengan program khusus. Perpustakaan regional bekerja di Jokyachtail, seperti proyek budaya lokal seperti ploetri dan produksi gamelalan,” katanya.

Dia menyebutkan dokumentasi dan arsip tentang seni tradisional, yang disimpan tidak hanya tetapi juga untuk dipromosikan sehingga generasi muda dapat belajar dan belajar lebih banyak tentang kekayaan seni tradisional Indonesia.

Sekali lagi, Sofia menekankan di mana perpustakaan diganti antara masa lalu dan masa depan. Berkat koleksi digital yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja, publik sekarang memiliki kesempatan untuk berkenalan dengan sejarah dan budaya Indonesia.

“Upaya ini menjadi lebih relevan di antara globalisasi, di mana budaya lokal sering terancam oleh budaya di luar. Peran perpustakaan sebagai penjaga dan penyebaran informasi budaya menjadi semakin penting dalam mempertahankan identitas bangsa, “katanya.

Selain itu, Sofia menyatakan bahwa operasi bersama antara perpustakaan, pemerintah, ilmuwan dan komunitas lokal juga merupakan kunci perlindungan budaya. Ada banyak perpustakaan regional yang bekerja dengan komunitas seni dan budaya untuk mendokumentasikan tradisi lokal dari cerita rakyat hingga adat istiadat.

“Operasi bersama ini tidak hanya memfasilitasi koleksi perpustakaan, tetapi membantu masyarakat mendukung dan mempertahankan warisan budayanya,” katanya.

Dia menjelaskan bahwa Perpustakaan Universitas Nusa Mandiri menggunakan teknologi untuk mencapai khalayak luas di era digital. Berbagai inisiatif, seperti meluncurkan perpustakaan dan perpustakaan digital, memungkinkan siswa untuk menerima akses ke koleksi buku yang ada sebagai komunitas kampus.

“Dengan demikian, perpustakaan tidak hanya melestarikan budaya surat itu, tetapi juga menjamin bahwa generasi muda yang hidup di era digital masih terkait dengan warisan budaya bangsa,” katanya.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa perpustakaan juga memainkan peran dalam mengajar masyarakat tentang pentingnya melestarikan budaya lokal. Karena melek huruf, seminar budaya dan digitalisasi, perpustakaan menjadi pusat pendidikan dan advokasi sehingga publik lebih peduli tentang ketahanan budaya.

“Dengan peran penting perpustakaan di bidang perlindungan budaya, masa depan warisan budaya Indonesia sekarang memiliki dasar yang kuat untuk kehidupan di antara masalah globalisasi. Upaya untuk mendigitalkan, berpartisipasi masyarakat dan pekerjaan bersama antara lembaga perpustakaan. Katanya .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *