Profit Jumbo BUMN, Siapa Paling Besar?

krumlovwedding.com, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus menunjukkan rekor yang baik. Catatan dan catatan sejarah telah dibuat dalam beberapa tahun terakhir.

Bukan hanya perusahaan-perusahaan milik negara yang besar yang memimpin tren ini, namun perusahaan-perusahaan milik negara skala menengahlah yang mendorong tren ini.

Operasi Shinklong tersebar merata di berbagai lini, seperti pertambangan, minyak dan gas (migas), perbankan, telekomunikasi, infrastruktur, pelabuhan dan pariwisata.

Pencapaian tersebut tidak lepas dari berbagai faktor internal dan eksternal. Secara eksternal, pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19 berdampak pada perbaikan kinerja.

Sementara itu, di dalam negeri, perubahan BUMN dapat mendorong BUMN menjadi lebih efisien, efektif, dan efisien.

Strategi restrukturisasi yang dilakukan BUMN terbukti mendukung kinerja perseroan. Kegiatan restrukturisasi meliputi merger, akuisisi, pemisahan unit bisnis, pengurangan biaya, dan peningkatan produktivitas dan kualitas layanan.

Untuk integrasi misalnya, BUMN telah menciptakan berbagai holding seperti migas, pupuk, perkebunan, kehutanan, semen, pertambangan, medis, ultra mikro, pangan, rumah sakit, pertahanan, pembangkit listrik, hotel, bandara, dan pelabuhan. Strategi ini terbukti memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan motivasi perusahaan.

Pada tahun 2023, terdapat 14 BUMN dengan produktivitas tertinggi. Di antaranya PT Pertamina (Persero) Rp 72 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Rp 60,4 triliun, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rp 55,1 triliun, PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID Rp 27,5 triliun, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk Rp24,6 triliun, PT PLN (Persero) Rp22,07 triliun, dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rp20,9 triliun.

Selain itu, PT Pupuk Indonesia (Persero) Rp6,2 triliun, PT Bukit Asam Tbk Rp6,1 triliun, PT Bank Syariah Indonesia Tbk Rp5,7 triliun, PT Perusahaan Gas Negara Tbk Rp4,3 triliun, Pelabuhan Indonesia (Persero) Rp4,01 triliun. , PT Garuda Indonesia (Persero) Rp4 triliun, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Rp3,5 triliun. Sementara PT Semen Indonesia (Persero) juga berhasil mencatatkan laba hingga Rp 2,17 triliun.

Besarnya jumlah tersebut seiring dengan peningkatan jumlah yang diterima Kementerian BUMN. Pendapatan Kementerian BUMN meningkat dari 1,930 triliun pada tahun 2020 menjadi 2,933 triliun pada tahun 2023. Pendapatan diperkirakan meningkat dari 13 triliun pada tahun 2020 menjadi 327 triliun pada tahun 2023 atau sekitar 2415 persen.

Kementerian BUMN menyampaikan peningkatan tata kelola perusahaan atau good Corporate Governance (GCG) menjadi aspek penting setelah BUMN meningkatkan kinerja dan kontribusinya dalam beberapa tahun terakhir. Positifnya kegiatan dan departemen BUMN tidak lepas dari pantauan berbagai kalangan.

Direktur Jenderal Segara Research Institute Peter Abdullah Redjalam mengatakan keberhasilan transformasi BUMN berdampak pada peningkatan kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara baik berupa Pajak, Retribusi, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Saya kira porsi BUMN untuk itu sangat besar dibandingkan perekonomian kita secara luas,” kata Peter.

Ia yakin BUMN bisa berbuat lebih banyak dengan mengurangi jumlah perusahaan pelat merah, membentuk holding, dan menggabungkan beberapa badan usaha yang fokus bisnisnya sama.

Ekonom Indef Drajad Vibovo menilai keberhasilan BUMN meningkatkan kinerja merupakan hasil kerja sama. Namun juga didukung oleh kepemimpinan menteri yang berhasil menyatukan BUMN, termasuk perubahan dari penciptaan ekosistem bisnis hingga restrukturisasi perusahaan pelat merah.

 

Minyak dan gas berjalan dengan baik

Industri migas merupakan BUMN yang paling menguntungkan. Pertamina, perusahaan induk minyak dan gas, terus berkembang. Pada tahun 2023, PT Pertamina akan mencatatkan total keuntungan sebesar 4,77 miliar dolar atau sekitar Rp 72,7 triliun (dengan asumsi nilai tukar 15,255 dolar terhadap dolar). Indikator ini merupakan yang tertinggi diantara indikator lainnya.

Hasil ini meningkat 17 persen dibandingkan hasil tahun 2022, yang merupakan hasil tertinggi yang pernah dicatat perusahaan. Pada tahun 2022, perseroan membukukan laba sebesar USD 3,81 miliar atau Rp 56,6 triliun, meningkat 86 persen dibandingkan tahun 2021.

Direktur Utama Pertamina (Persero) Nikke Vidyawati tak memungkiri, kinerja keuangan konsolidasi Pertamina cukup baik dan tumbuh dari tahun ke tahun sejak entitas tersebut didirikan. Di sisi lain, praktik manajemen akan semakin kuat dan dapat diandalkan di semua lini yang tetap terjaga dan terpelihara.

“Pertamina telah berhasil mengelola operasionalnya untuk melanjutkan pengembangan produk. “Kinerja keuangan akan meningkat pada tahun 2023 hingga 2022 karena pengelolaan yang lebih baik, optimalisasi biaya, liabilitas, dan kompensasi,” kata Nikke dalam keterangannya.

Menurut Nikke, restrukturisasi negara-negara kecil akan fokus pada kerja sama dengan menyelenggarakan beberapa proyek strategis di sektor keuangan.

Seiring dengan optimalisasi harga, penghematan pembayaran bunga, strategi lindung nilai mata uang, suku bunga dan komoditas, upaya penurunan biaya valuta asing dan permasalahan utang telah berhasil menghindari permasalahan yang dapat menyumbang sekitar 1,1 miliar. Dolar AS.

Nick juga mengapresiasi dukungan Pemerintah yang tercermin dari pembayaran gaji pada tahun 2023 yang mencapai Rp 119,31 triliun (belum termasuk pajak). “Kami berterima kasih kepada Pemerintah yang terus mendukung Pertamina melalui perubahan hukum yang mempercepat pembayaran ke Pertamina, perubahan harga produk, dan peningkatan anggaran,” ujarnya.

Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), subholding gas PT Pertamina (Persero), membukukan laba sebesar USD 187 juta pada semester I-2024. Angka tersebut meningkat 28 persen dan mencapai USD 145 juta pada semester I-2023

“Secara keseluruhan, perseroan menunjukkan pertumbuhan yang stabil dan peningkatan produktivitas,” kata Direktur Utama PGN Arif Setiyawan Khandoko.

Ia juga meyakini dengan terus menerapkan strategi bisnis yang telah ditetapkan, menjalankan operasional bisnis dengan sangat efisien dan efektif, pengelolaan keuangan dan manajemen risiko, maka perusahaan akan mampu menghadapi berbagai tantangan dan peluang di masa depan.

Tantangan sektor energi di masa depan tidak akan mudah seiring dengan semakin berkurangnya sumber daya minyak dan gas dalam negeri. Pemerintah ingin mengumpulkan minyak hingga 600 ribu barel per hari pada tahun 2025. Hal ini akan mendorong Pertamina dan anak perusahaannya mencari sumber baru.

Di sisi lain, semua negara sedang bergerak menuju pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Dibutuhkan inovasi dan investasi yang signifikan untuk mengembangkan industri ini. Inilah kalkulasi dan kemampuan Pertamina bersaing di kancah internasional.

“Saat ini roadmap Pertamina menggunakan strategi menghilangkan bisnis padat karbon, mengembangkan bisnis netral karbon, dan membayar biaya bisnis karbon negatif,” kata Nick.

 

Pendapatan Dana

Di sektor perbankan, beberapa bank pelat merah seperti PT BRI, PT Mandiri, dan PT BNI membukukan keuntungan yang tinggi. PT BRI Tbk (BRI) membukukan laba sebesar Rp29,7 triliun pada kuartal I 2024, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp29,42 triliun.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *