Program Sastra Masuk Kurikulum Dikritik, Kemendikbud Tarik dan Revisi Buku Panduan

Jakarta – Program sastra dalam kurikulum mendapat kritik dari PP Muhammadiyah. Dalam Pedoman Penggunaan Rekomendasi Khusus Buku Sastra ia meminta agar ditarik dari peredaran.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kurikulum dan Standar Penilaian Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Anindito Adetomo memberikan tanggapan.

“Kami menghapus sementara buku panduan versi awal dan merevisinya berdasarkan masukan yang kami terima,” ujarnya kepada Kios Berita, Kamis (30/5/2024).

Baca juga: Muhammadiyah Minta Kemendikbud Hapus Panduan Rekomendasi Literatur dari Peredaran, Kenapa?

Nino, sapaan akrabnya, mengabarkan hingga saat ini belum ada penyerahan buku panduan maupun karya sastra ke sekolah. Lebih lanjut, kata dia, daftar buku sastra yang direkomendasikan dalam program penyertaan sastra dalam kurikulum dapat berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu berdasarkan evaluasi dan masukan yang kami terima.

“Tujuannya agar semakin banyak karya sastra yang bisa menjadi pengganti bahan ajar di sekolah,” kata Nino.

Lebih lanjut dikatakannya, terhadap banyaknya karya yang direkomendasikan tim kuratorial yang isinya meragukan, perlu dibaca dalam konteks karya secara keseluruhan.

Baca juga: Kemendikbud perkuat pengajaran sastra di kurikulum mandiri

“Tim kuratorial tentu sangat berhati-hati saat mengusulkan judul-judul tersebut,” ujarnya.

Ia mengatakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membentuk tim kuratorial yang terdiri dari penulis, akademisi, dan guru. Mereka diminta mengusulkan atau memberikan rekomendasi karya sastra yang dapat dijadikan bahan ajar hasil pembelajaran dan unsur karakter profil siswa Pancasila pada tingkat sekolah dasar, menengah, dan atas.

“Proses konservasi sudah berlangsung lama dan daftar usulan karya sastra sudah disiapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ujarnya.

Berdasarkan daftar tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan buku panduan untuk membantu guru memilih dan mengklasifikasikan siswa berdasarkan usia dan persiapannya, kata Nino.

Terlebih lagi, kata dia, tujuan program Sastra dalam Kurikulum sebenarnya untuk memperkenalkan sastra Indonesia sebagai bahan ajar kepada siswa dan guru untuk mengembangkan pendidikan literasi dan karakter.

Dikatakannya, “Jika dimanfaatkan dengan baik dalam pembelajaran, karya sastra tidak hanya dapat membangkitkan minat membaca, tetapi juga berpotensi meningkatkan penalaran, empati, dan nilai-nilai kemanusiaan.”

Ditegaskannya, tidak ada kewajiban bagi guru untuk menggunakan karya pada daftar yang ditentukan.

Semua alat yang ada dalam program ini, mulai dari daftar buku, panduan hingga contoh modul pengajaran, merupakan alat bantu guru yang opsional dan dinamis karena akan terus diperbarui.

Ia menyimpulkan, “Saya kira kita semua bisa sepakat bahwa karya sastra dapat menjadi bahan ajar yang penting dan perlu dipelajari oleh lebih banyak siswa.”

Sebelumnya, Dewan Pendidikan Dasar, Menengah, dan Non-Formal (Dikdasmen PNF) PP Muhammadiyah meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih selektif dalam memilih buku-buku yang cocok untuk pendidikan dan mendorong agar “Pedoman Pemanfaatan Buku Sastra” adalah buku direkomendasikan. Harus dikeluarkan dari peredaran.

Buku bertajuk Panduan Penggunaan Buku Sastra Anjuran itu dihapus karena dianggap memuat kekerasan fisik dan seksual serta perilaku menyimpang dalam pergaulan yang tidak sejalan dengan norma agama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *