Puisi Esai, Lahirnya Angkatan Baru Sastra di Indonesia

Jakarta – Sejak tahun 2012, lebih dari 100 buku puisi telah diterbitkan. Puluhan kajian puisi esai telah ditulis oleh kritikus dalam dan luar negeri. Bahkan, kehebohan lahirnya puisi esai lebih tinggi dibandingkan peristiwa sastra di Indonesia yang digabungkan dalam satu peristiwa. Lahirlah generasi sastra baru di Indonesia yang mempunyai kekuatan puisi esai.

Demikian argumen yang disampaikan pada Festival Puisi ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia. Sejak awal berdirinya, festival ASEAN ini didanai sepenuhnya oleh Pemerintah Sabah, Malaysia.

Perdebatan mengenai lahirnya kekuatan puisi esai diawali oleh Agus R. Sarjono. Ia dikenal sebagai penyair berpengalaman, dosen, kritikus sastra, dan penerbit majalah Sajak.

“Kelas sastra menjadi topik perbincangan yang hangat dan luas setiap kali kelas sastra dimulai dan/atau diumumkan,” kata Agus dalam keterangannya, Sabtu (6/8/2024).

Hal itu terjadi ketika Angkatan 45 diumumkan oleh HB Jassin, “Batch 45” diumumkan oleh Ajib Rusidi, “Batch 66” oleh HB Jassin, “Batch 70” oleh Abdul Hadi WM, dan Angkatan 2000 oleh Corey Lyon. .

Pada tahun 2012, muncul buku Nama Cinta karya Denny J.A. Ada puisi di buku “Orang Asing”, tapi itu bukan puisi, atau cerita pendek, atau esai, tapi menghilang, dan itu bukan makalah, tapi ada catatan kaki.

Penulis menyebut buku aneh ini sebagai “esai puitis”. Setelah terbitnya kumpulan puisi esai “Atas Nama Cinta”, kumpulan puisi esai bermunculan satu demi satu.

Semuanya punya judul puisi esai, punya premis estetis yang sama, dan mengangkat tema yang sama tentang orang-orang yang didiskriminasi atau dipinggirkan oleh sejarah atau kebijakan sosial. Agus juga mengatakan, majalah Sajak edisi ketiga membuka judul baru, kolom puisi esai, oleh redaksi Ahmed Jaws.

Majalah Sajak juga pernah mengadakan lomba esai puisi pada tahun 2013 dan 2014, dan hasilnya sungguh luar biasa. Beberapa buku juga diterbitkan sebagai hasil Kompetisi Majalah Puisi.

Sementara itu, dari tahun 2012, 2013, 2014, hingga 2019, banyak hal yang terjadi dalam puisi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sastra Indonesia pada 12 dan 24 tahun setelah angkatan 2000 sebagian besar dipenuhi oleh fenomena baru, yaitu “puisi esai”.

Dapat dikatakan bahwa gerakan pan-puisi di Sabah, Malaysia, dan seterusnya, berkembang secara alami atas minat dan keberanian – jika bukan tidak bertanggung jawab – dari Datuk Jasni Matlani.

Puisi esai rupanya berkembang secara diam-diam namun pasti dengan cepat di Sabah dan menyebar ke beberapa wilayah di Malaysia, kecuali Brunei Darussalam, Thailand, dan Singapura, hingga pun menjadi sebuah pergerakan besar.

Kota Sabah juga menjadi kota pertama yang menjadi tuan rumah Festival Puisi Esai, yang kini telah memasuki Festival Puisi Esai yang ketiga.

Menurut Agus, Lahirnya Kekuatan Esai Puisi disusun dalam empat buku antologi yang masing-masing setebal tak kurang dari 500 halaman.

Keempat kitab ontologis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Esai Kekuatan Puisi: Kelahiran dan Masa-masa Awal (2012-2015);

2. Esai Kekuatan Puisi: Menuju Indonesia (2016-2019);

3. Esai Kekuatan Puitis: Menuju Luar Negeri (2020-2024); Dan

4. Kekuatan Puisi Esai: Menuju Disrupsi Sastra Lokal (2012-2024).

Berbeda dengan angkatan sastra sebelumnya, angkatan esai puisi untuk pertama kalinya dilengkapi dengan kumpulan kritik/pembahasan/analisis.

Kritik, perdebatan atau kajian terkait puisi esai sangat banyak dan ditulis oleh para ahli dari berbagai latar belakang, mulai dari penulis seperti Sabardi Djoko Damono, Sutarji Kalzum Bashir, Leon Agosta, Asip Zamzam Nur, Eka Budianta, Joko Pinorbu.

Juga studi dari Jamal Dr. Rahman, Ninden Lillis Aisha, Hanna Francisca, S.M. Zakir, dan lainnya, serta intelektual seperti Ignace Kleiden, Berthold Damshauser, dan Jacob Sommarjo, serta pendidik seperti Dr. Ramza Danbol, profesor universitas. Ayo Sutarto, Dr. Sono Wasuno, Prof. Madia Dr. Haji Ambuan Haji Tengah, dan lain-lain.

Dari beberapa puisi esai pilihan pada tiap zamannya, terlihat jelas bahwa kekuatan puisi esai pasti tercipta karena beberapa hal, antara lain:

1. Ketik dan format. Dari sudut pandang ini, semua puisi esai mempunyai bentuk dan unsur esensial yang sama (perbandingan panjang, narasi, catatan kaki, sajak, dan lain-lain) yang bersama-sama dengan persamaan bentuknya, menghasilkan ragam pencapaian estetis dan estetis yang tak terhingga. Kemandirian individu masing-masing penulis.

2. Tema. Secara tematis, puisi esai umumnya mengangkat isu anti diskriminasi, memberikan suara bagi mereka yang tidak bersuara, serta mereka yang terpinggirkan dalam sejarah resmi.

Bahkan saat ini, keragaman dan kekayaan tematik puisi esai begitu melimpah sehingga banyak topik yang diangkat belum pernah ditulis dalam sastra Indonesia;

3. Bercerita (naratologi). Puisi esai adalah gaya naratif dengan tokoh, konflik, struktur dramatis, dan jenis akhir, baik berdasarkan struktur drama Aristotelian maupun struktur naratif Todorov, Joseph Campbell, dan lain-lain;

4. Terdapat catatan kaki. Catatan kaki merupakan bagian penting sekaligus ciri puisi esai. Catatan kaki bertindak sebagai jangkar faktual terhadap fiksi puisi esai, serta bertindak sebagai suara lain dan melawan struktur puisi esai;

5. Lahir dari masa yang hebat dan kenangan bersama, itulah reformasi bangsa India, dengan segala harapan dan diskriminasi yang berlebihan;

6. Puisi esai lahir sebagai alternatif dan/atau tantangan terhadap narasi dan sejarah resmi;

7. Membuka ruang partisipasi seluas-luasnya bagi non-penyair. Akademisi, profesional, aktivis, dan politisi yang sebelumnya tidak pernah terpikir untuk menulis puisi, kini dengan nyaman menciptakan puisi esai.

Kami berharap alasan di atas lebih dari cukup untuk mengukuhkan lahirnya kekuatan puisi esai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *