Sarat Kejanggalan, Pengadilan Niaga Harus Batalkan Proses PKPU PT Inet Global Indo

JAKARTA – Pengadilan Niaga Pusat Jakarta diminta membatalkan gugatan penangguhan utang (PKPU) perusahaan jasa internet PT Inet Global Indo (Inet) yang diajukan PT Global Data Lintas Asia (GDLA). Sidang yang telah berlangsung sejak Januari 2024 itu terpaksa terhenti karena permohonan PKPU sarat dengan ilegalitas.

Kuat dugaan adanya persekongkolan jahat yang dilakukan para pemilik Inet untuk memanipulasi PKPU terhadap perusahaannya untuk menghindari seluruh kewajiban debitur atau melakukan pembayaran kepada kreditur asal sesuai keinginannya.

Irfan Aghasar, kuasa hukum salah satu perusahaan kreditur asli Inet, mengatakan, pihaknya menyerahkan laporan dan berbagai bukti temuan dugaan praktik penipuan tersebut kepada semua pihak yang terlibat, mulai dari hakim pengawas, hakim anggota, kreditor terpercaya, Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Yudisial (KY). Mahkamah Agung (MA).

Termasuk bukti nama kreditur palsu dari perusahaan PT GDLA yang diduga terkait dengan pemilik Inet Santoso Halim dan Sukoco Halim. Debitur dan kreditur yang mengajukan PKPU adalah orang yang sama. Semuanya kami lampirkan dalam laporan. Kami berharap semua lembaga peradilan terhubung, khususnya Mahkamah Agung,” kata Irfan.

Sekadar informasi, Santoso Halim tercatat sebagai Direktur Inet sedangkan Sukoco Halim menjabat Komisaris Inet. Menurut Irfan, pihaknya juga melaporkan Sukoco Halim, Santoso Halim dan kawan-kawannya ke Bareskrim Polri pada awal April 2024 atas dugaan tindak pidana terkait postingan informasi palsu dan pencucian uang.

Dia mengatakan, sejauh ini Bareskrim Polri telah menangani laporan tersebut dengan baik. Penyidik ​​memanggil dan memeriksa saksi dan barang bukti. “Jika para terlapor terbukti bersalah di mata hukum, maka semua pihak yang terlibat dalam konspirasi pengajuan PKPU ini juga bisa dipidana,” ujarnya.

Siasat jahat dibalik pengajuan PKPU terhadap Inet antara lain terungkap dalam penunjukan resepsionis di sebuah pusat kebugaran yang diduga milik istri Sukoco Halim sebagai komisaris PT GDLA.

“Nama-nama pegawainya dijadikan seolah-olah komisaris. Ini jelas rancangan jahat yang dilakukan perusahaan PKPU sendiri. Apapun keputusannya, pailit, atau penyelesaian para pihak, itu kedok untuk menghindari utang. Jadi, Pengadilan Niaga yang mengawasi Seharusnya Hakim menghentikan proses PKPU yang sedang berjalan. “Itu penuh tipu daya,” kata Irfan.

Dalam perkara PKPU Inet di Pengadilan Ekonomi, hakim memutuskan pada 3 April 2024 untuk memperpanjang masa sidang menjadi 45 hari.

Pengacara kreditur asli Inet lainnya, Chris Taufik mengungkapkan, berdasarkan temuan timnya, ada dua pemegang saham GDLA, yakni Sulastri dan Sutinah. Keduanya diketahui tinggal di kawasan pemukiman padat penduduk di Jakarta Barat. Sulastri menjabat sebagai sutradara. Sedangkan komisaris bernama Sutina sebenarnya adalah resepsionis di sebuah pusat kebugaran yang diduga milik istri komisaris, Inette, jelas Chris.

Dalam pertemuan dengan timnya, lanjut Chris, Sutina membenarkan bahwa dirinya merupakan pengurus dan pemegang saham GDLA yang ditunjuk oleh atasannya, Sulastri. Namun, perempuan berusia 25 tahun itu tidak mengetahui operasional perusahaan, apalagi pengajuan PKPU. Sutina menulis surat pemberitahuan resmi yang ditandatangani dan disegel pada 28 Maret 2024 terkait hal tersebut.

Sementara itu, MNC Portal Indonesia mencoba menghubungi Sukoco Halim dan Santoso Halim melalui SMS dan telepon untuk menjawab dugaan penemuan aplikasi PKPU ini. Namun keduanya belum memberikan tanggapan hingga postingan ini diterbitkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *