Sejarah Kerajaan Sunda Galuh, Dua Pecahan Tarumanagara yang Disatukan Mataram Kuno

Kerajaan Sunda Galuh terdiri dari dua kerajaan Tarumanagara yang terfragmentasi. Lokasinya sama-sama berada di wilayah wilayah Sunda. Sebelum bersatunya kedua kerajaan ini sebenarnya merupakan kerajaan yang merdeka, hingga akhirnya Sanjaya bergabung.

Sosok Sanjaya sendiri konon merupakan raja sekaligus pendiri kerajaan Mataram kuno. Sebelum berkuasa di Mataram, Sanjaya konon berhasil mempersatukan suku Galuh dan Sunda. Momen itu terjadi ketika ia berkuasa pada tahun 723-732, yaitu 10 tahun masa pemerintahannya.

Suku Sunda yang digabungkan dengan Galuh berhasil ditangkap di tangan pemberontak Purbasora, entah cucu Retikandayun atau putra Batara Dangyang Guru Sebakwaya dari Galunggung. Akibat bergabungnya kedua negara tersebut, Kerajaan Sunda dapat disebut Kerajaan Sunda-Galukh.

“Kerajaan Sunda-Galukh merupakan penyatuan dua kerajaan yang dipisahkan oleh Tarumanaga di Tanah Sunda yang didirikan oleh Sanjaya pada tahun 723,” sebagaimana tertuang dalam buku “Perang Bubat 1279 Saka: Mengungkap Fakta Kerajaan Sunda” melawan Kerajaan Majapahit’.

Namun bagi para sejarawan, gabungan kedua kerajaan tersebut hanya dikenal dengan nama Kerajaan Sunda. Penyebutan Kerajaan Sunda-Galukh sebagai Kerajaan Sunda berasal dari catatan perjalanan awal Prabhu Jaya Pakwan atau Bhujanga Manik.

Ia berkeliling Pulau Jawa, kemudian menelusuri catatan perjalanan Tome Pires (1513), serta prasasti di Bogor dan Sukabumi.

Dari sumber tersebut disebutkan bahwa Kerajaan Sunda-Galuh mulai dari masa pemerintahan Sanjaya sampai Prabu Detya Maharaja Sri Jayabupati (1042) lebih dikenal dengan Kerajaan Sunda.

Selama keberadaannya, Kerajaan Sunda diperintah oleh 33 raja berturut-turut.

Adapun raja-raja Sunda, Sanjaya awal, berlanjut melalui Tamperan Barmawijaya (732-739), Rakryan Banga (739-766), Rakryan Medang Prabu Hulukujang (766-783), Prabu Gilingwesi (783-795), Pucukbumi Darmeswara (7 819 ) dan Prabu Gajah Kulon Rakryan Wuwus (819-891).

Disusul Prabu Dmaraksa (891-895), Prabu Dewageng Windusakti (895-913), Rakryan Kemuning Gading Prabu Pucukwesi (913-916), Rakryan Jayagiri Prabu Wanayasa (916-942), Prabu Resi Atmayadarma Hariwangsa (4). ) dan Limbur Kancana (954-964).

Prabu Munding Ganawirya (964-973), Prabu Jayagiri Rakryan Wulung Gadung (973-989), Prabu Brajawisesa (989-1012), Prabu Dewa Sangyang (1012-1019), Prabu Sangyang Ageng (1019-1030), Jayabupati (1030- 1042) dan raja kedua puluh Dharmaraja (1042-1065).

Kemudian, Langlangbumi (1065-1155), Rakeyan Jayagiri Prabu Menakluhur (1155-1157), Darmakusuma (1157-1175), Darmasiksa Prabu Sangyang Wisnu (1175-1297), Ragasuci (1297-1313).

Prabu Linggadewata (1311-1333), Prabu Ajiguna Linggawisesa (1333-1340), Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350).

Kemudian Maharaja Linggabuana Wisesa (1350-1357) menjadi raja ke-30, Prabu Bunisora ​​​​(1357-1371), Prabu Niskala Wastu Kancana (1371-1475) dan terakhir Prabu Susuktunggal (1475-1482).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *