JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) fokus pada kasus seorang siswi SMP yang melompat dari lantai tiga sekolah di Tebet, Jakarta Selatan. Peristiwa itu dipicu rasa frustrasinya karena dijauhi teman-temannya.
Nahar, SH, MSi, Deputi Direktur Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA mengungkapkan keprihatinannya atas kasus tersebut. Ia mengatakan, sekolah harus memberikan perlindungan kepada anak dari tindakan bullying yang kerap berujung pada korban.
Kita khawatir dengan kejadian ini. Kita perlu melakukan tindakan pencegahan, kata Nahar di Gedung iNews di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (21 Mei 2024).
Nahar menjelaskan, upaya pencegahan perundungan terhadap anak sebaiknya dilakukan oleh sekolah melalui pendirian sekolah ramah anak.
Selain itu, harus ada unit khusus bagi anak untuk mengkomunikasikan permasalahan yang mereka hadapi di sekolah. Sehingga guru dapat memahami situasinya.
“Tentunya di sekolah harus ada walinya. Sudah ada BK, ada guru kelas. Jadi yang kita dorong adalah bagian penanganan kasusnya,” jelasnya.
“Misalnya anak punya masalah tertentu bisa mencari konseling. Misalnya kalau kurang kuat bagaimana,” lanjutnya.
PPPA, sebaliknya, melakukan penilaian tahunan terhadap kota layak anak. Salah satu isinya adalah meninjau implementasi kebijakan sekolah ramah anak dan memastikan lingkungan hidup.
Nahar meminta jajaran sekolah segera memberlakukan kebijakan sekolah ramah anak dan meningkatkan kepedulian terhadap siswa agar perilaku serupa tidak terulang kembali.
“Yang belum membentuk tim pencegahan kasus segera membentuk tim, dan yang belum menerapkan kebijakan sekolah ramah anak segera membentuk tim dan selanjutnya harus melaksanakan penjagaan sekolah,” ujarnya.
“Setelah anak keluar rumah, guru harus berperan sebagai orang tua pengganti di hari sekolah. Itu harus dilakukan. Kalau tidak, anak bisa mendapat masalah di rumah dan di sekolah, sehingga mereka tidak punya tempat yang aman. tempatnya,” katanya.
